Akhir-akhir
ini, masyarakat mulai gencar membicarakan apa yang dinamakan dengan
Helm SNI. Ini merupakan dampak dari diberlakukannya UU 22/2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Saya sebagai pribadi sepakat
dengan keberadaan pasal yang mengatur hal tersebut (Pasal 54), namun berkaitan dengan sanksi yang diberikan (dalam pasal 76) akibat tidak menggunakan apa yang diatur dalam pasal 54 tersebut, saya sungguh jadi tanda tanya dengan hal tersebut. Mengapa harus konsumen yang diberi sanksi, mengapa bukan produsennya???
Pemerintah Indonesia ini beberapa waktu
terakhir ini, setidaknya telah mulai 2008 lalu, melalui Kementrian
Perdagangan maupun Perindustrian serta Badan Standarisasi Nasional
(BSN), mulai memberlakukan apa yang disebut dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk banyak produk terutama yang impor. Hal ini dilakukan sebagai sebuah upaya pemerintah menghadapi apa yang disebut dengan Free Trade yang dilakukan diberbagai kawasan di dunia, seperti ACFTA. Serta tujuan utamanya adalah sebuah upaya melindungi konsumen.
Adalah sebuah hal yang menjadi kewajiban pemerintah untuk melindungi masyarakatnya selaku konsumen agar mendapatkan pelayanan yang benar-benar aman dan nyaman. Namun benarkah demikian???
Kalau memang SNI dalam rangka melindungi konsumen maka seharusnya juga menjadikan UU Perlindungan Konsumen
sebagai konsideran hukum alias acuan dalam memberlakukan berbagai
peraturan mengenai SNI tersebut. Dan bukan konsumennya yang diberikan
sanksi melainkan produsennya yang diberikan sanksi karena telah membuat
produk yang tidak berdasarkan regulasi yang ada yakni SNI.