Thursday, December 22, 2011

Konservasi Air yang Sederhana tapi Efektif


Apa itu Konservasi Air?
Konservasi air adalah sebuah perilaku yang disengaja dengan tujuan pengurangan penggunaan air segar melalui metode tekonologi ataupun perilaku sosial. (Wikipedia). Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin dan mengatur aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau (Prof. Sitanala Arsyad, IPB, 2006). Sementara itu Prof. Kartasapoetra mendefinisikan konservasi air adalah sebuah usaha untuk menjaga kualitas dan kuantitas air.

Berdasarkan ketiga referensi diatas maka saya menyimpulkan bahwa konservasi air pada hakikatnya adalah tindakan atau upaya yang diperlukan dalam rangka melestarikan sumber daya air, dengan menggunakan teknologi serta perilaku sosial manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan.

Mengapa Perlu Melakukan Konservasi Air?
Air adalah kebutuhan yang sangat vital bagi manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, untuk mencukupi kebutuhan memasak, mencuci, minum dan kebutuhan lainnya kita membutuhkan air setidaknya 2600 liter per kapita per hari demikian data yang dilansir oleh Kementrian Pertanian.

Sebuah hasil kajian dari Depkimpraswil, 2003 menyebutkan bahwa ketersediaan air di Pulau Jawa yang sebesar 30.569 juta meter kubik diperkirakan akan terus menyusut dan akan defisit pada tahun 2015 mendatang dalam menyukupi kebutuhan air bagi seluruh penduduk Pulau Jawa.

Data yang dikeluarkan oleh BMKG menyebutkan curah hujan rata-rata di Indonesia adalah 1000-4000 mm/tahun dengan rata-rata 6 bulan basah. Hal ini tentunya merupakan potensi besar bagi ketersediaan air di Indonesia.

Namun mengapa di banyak tempat di Indonesia ini selalu terdengar berita kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan? Sebuah pernyataan yang menurut saya, jawabannya adalah karena kita tidak dapat mengelola air. Potensi ketersediaan air yang kita punya ketika hujan tiba tidak terkelola dengan baik (hanya dibuang ke sungai dan laut) dan pada saat kemarau datang kekeringan melanda.

Melihat data dan fakta di atas, maka sudah bukan waktunya berdebat lagi mengenai penyebab semakin menipisnya sumber daya air. Akan tetapi pada saat sekarang ini kita harus segera bergerak, kita harus berkarya nyata dalam mengupayakan konservasi sumber daya air ini. Dan hal itu harus dimulai dari diri sendiri. Membuat hal besar akan nihil hasilnya tanpa dimulai dari hal kecil.

Hal sederhana apa yang dapat kita lakukan dalam upaya konservasi sumber daya air?
Beberapa hal yang menurut saya cukup sederhana namun efektif sebagai upaya konservasi air, dan mudah dilaksanakan oleh kita masing-masing; diantaranya adalah:

Pertama, kita harus mulai berhemat. Gunakan air seperlunya, jangan menghamburkan air hanya untuk aktivitas yang kurang bermanfaat. Contoh kecil yang dapat kita lakukan adalah menutup kran air sewaku kita sedang menggosok gigi atau tampunglah air untuk membilas cucian, jangan membilasnya langsung dari kran, lebih baik mandi dengan gayung daripada dengan shower sebab dengan shower air akan terus mengalir dan masih banyak lagi aktivitas kita yang dapat kita lakukan demi berhemat air.

Kedua, kita dapat membuat biopori di halaman rumah kita. Sebenarnya biopori  ini secara alamiah dapat terbentuk karena aktivitas mikroorganisme tanah, perakaran tanaman, rayap dan fauna tanah lainnya. Lubang-lubang tersebut akan berisi udara dan akan menjadi tempat lewatnya air. Seringkali karena kendala berbagai hal seperti sudah rusaknya struktur tanah maka biopori alamiah ini tidak banyak terdapat di tanah, maka kita dapat membuatnya.

Kita dapat membuatnya di halaman atau kebun rumah dengan melubangi tanah setidaknya berdiameter 10-15 cm dengan kedalaman lubang 50-100 cm dan jarak antar lubang 50-100 cm. Dapat pula ditambahkan sampah organik untuk membantu percepatan pembentukan serta menghidupi mikroorganisme atau fauna tanah yang seterusnya dapat menciptakan biopori-biopori baru secara alamiah, dan sampah organik tersebut nantinya dapat diambil untuk pupuk kompos kemudian diganti yang baru.

Ini merupakan teknologi konservasi air yang sederhana dan murah sebab mempercepat penyerapan air ke dalam tanah sehingga mampu meningkatkan cadangan air tanah dan juga dapat mengendalikan banjir.

Teknologi ini sampai sekarang masih terapkan di rumah dan juga pernah saya lakukan di hutan buatan dan taman kampus, dimana kami (saya dan beberapa teman) membuat puluhan biopori yang kami beri sampah organik dari dedaunan yang banyak berserakan di kampus. Hasil komposnya (setelah berproses dalam biopori selama kurang lebih 2 bulan) kemudian dipakai untuk media tanam tanaman hias dan media percobaan/penelitian teman-teman saat praktikum dan skripsi serta jika ada sisanya dijual. Artinya, sekali merengkuh dayung mendapatkan beberapa manfaat sekaligus.

Ketiga, membuat sumur resapan. Selain biopori yang kita buat di kebun atau halaman, kita dapat juga membuat sumur resapan. Teknologi ini cukup murah, dan saya baru membuatnya sekitar 4 bulan lalu di kebun rumah saya.

Prinsip kerja sumur resapan adalah dalam rangka menampung air hujan dan mempercepat penyerapan air hujan ke dalam tanah sehingga bencana banjir dapat dikendalikan serta cadangan air tanah meningkat. Kedalaman sumur resapan sebenarnya bervariasi tergantung pada situasi dan kondisi daerah masing-masing.

Untuk sumur resapan yang saya buat sedalam 5 meter dengan diameter 1 meter. Dindingnya diberikan bis beton dan bagian atasnya (tutupnya) dicor semen (beton) setebal 10 cm, dalamnya saya isi dengan arang dan ijuk setinggi kira-kira 1 m. Air hujan mengalir masuk melalui parit dan lubang kontrol berbentuk bujursangkar yang berada sejajar dengan bagian atas sumur resapan. Dan biaya yang saya keluarkan untuk membuat dua buah sumur resapan di kebun rumah saya tersebut tidaklah mahal, namun manfaatnya sangat berharga, setidaknya dalam 3 bulan terakhir sudah tidak digenangi air, yang dulunya ketika hujan ketinggian genangan sekitar 10 cm karena luapan air dari jalan dan pekarangan tetangga.

Selain itu sebagai pertimbangan dan perlu diperhatikan dalam membuat sumur resapan (sesuai dengan Standar Nasional Indonesia Nomor SNI 03-2453-2002 serta Peraturan DPU No. 29/PRT/M/2006 tentang Tata Cara Pembuatan Sumur Resapan pada Pekarangan) , diantaranya adalah (1) sumur resapan harus berada di lahan datar, tidak miring atau labil; (2) jauh dari tempat penimbunan sampah, septi- tank dan minimal 1 meter dari pondasi rumah; (3) kedalaman sumur resapan dapat sampai tanah berpasir atau maksimal 2 meter di bawah permukaan air tanah; (4) struktur tanah harus mempunyai permeabilitas (kemampuan tanah menyerap air) lebih besar atau sama dengan 2 cm per jam (artinya genangan air setinggi 2 cm akan terserap habis dalam satu jam).


Ketiga hal itu adalah hal sederhana, mudah dan murah namun efektif yang dapat kita lakukan dalam mengupayakan konservasi sumber daya air, sebab untuk membuat biopori maupun membangun sumur resapan tidak memerlukan lahan yang harus luas. Lahan pekarangan sempit pun dapat dimanfaatkan untuk menerapkan model teknologi sederhana ini.

Dengan tidak mengesampingkan agenda dan aktivitas konservasi skala makro (besar), seperti membuat waduk, memperbaiki pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), memperbanyak ruang terbuka hijau di kota-kota serta reboisasi; maka ketika hal-hal kecil (skala mikro) ini kemudian dilakukan oleh banyak orang di banyak tempat maka tentu hasilnya akan luar biasa. Sehingga kualitas dan kuantitas air bersih dapat terjaga, dan akan benar-benar lestari airku. Tidak ada hal besar yang dapat dihasilkan jika dan hanya jika tidak dimulai dari hal kecil.Untuk itulah mari kita mulai konservasi air sekarang dari diri sendiri. Blogger juga punya tanggungjawab sosial pula, sehingga selain mewacanakan gerakan konservasi air ini juga harus segera berkarya nyata.

Sumber Gambar :
- Gambar ilustrasi Biopori dari sini
- Gambar ilustrasi Sumur Resapan
di rumah saya

Sumber Referensi:














Monday, December 5, 2011

Kisah Klasik Raskin


Kemiskinan merupakan masalah sosial laten yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Berbagai teori, konsep dan pendekatan pun terus menerus dikembangkan untuk mengatasi masalah kemiskinan ini. Karena kini gejala kemiskinan semakin meningkat sejalan dengan krisis multidimensional yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia. Krisis telah membawa Indonesia pada peningkatan angka kemiskinan. Dalam rangka pengurangan kemiskinan, terutama sebagai efek dari gejolak krisis moneter maka pemerintah menggulirkan berbagai kebijakan. Diantaranya adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT), Kredit Usaha Rakyat, Jamkesmas, Program Keluarga Harapan, Dana BOS serta Raskin (Beras untuk Masyarakat Miskin).

Khusus untuk Raskin, kita sudah tidak asing lagi dengan istilah ini. Program pemerintah ini mulai digulirkan sejak tahun 1998 dengan nama Operasi Pasar Khusus (OPK) dan berganti nama menjadi Raskin sejak tahun 2002,  sebagai bagian dari program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Program ini digulirkan bertujuan untuk memperkuat ketahanan rumah tangga miskin. Dan dimaksudkan guna menanggulangi kemiskinan. Sebab secara filosofis, ketika kebutuhan akan pangan sudah terpenuhi maka masyarakat dapat mengalihkan pengeluarannya pada kebutuhan selain bahan pangan.

Akan tetapi setelah 13 tahun program ini berjalan ternyata masih saja selalu menyisakan persoalan-persoalan yang selalu sama dari sejak awal bergulir hingga saat ini. Bagaikan kisah klasik yang selalu berulang dan seolah tanpa ujung penyelesaian. Kendala dan permasalahan masih saja berulang di tahun-tahun berikutnya. Dan apakah program raskin berkontribusi pada penanggulangan kemiskinan?
Beberapa kendala dalam pelaksanaan program raskin yang selama ini terjadi berpangkal pada permasalahan data. Data yang disediakan BPS hampir selalu berbeda dengan data “versi” masyarakat. Perbedaan data inilah yang pada akhirnya akan berdampak pada ketidaktepatan sasaran, tidak tepat jumlah serta tidak tepat harga di masyarakat penerima manfaat.

Data yang keluarkan BPS belum mencakup warga miskin di daerah tersebut.  Masih banyak warga yang seharusnya layak menerima raskin tidak terdata. Hal ini berdampak pada jumlah yang seharusnya diterima oleh masyarakat menjadi berkurang karena harus berbagi dengan mereka yang tidak terdata. Maka muncullah fenomena “warga miskin ikhlas berbagi”. Jika kita melihatnya secara hukum positif maka jelas hal ini melanggar aturan sebab tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang telah ditetapkan. Akan tetapi jika dilihat dari kacamata sosiologis maka hal tersebut ‘terpaksa’ harus dilakukan demi untuk meredam gejolak sosial.

Fenomena ini ternyata berdampak juga pada ketidaktepatan harga. Harga tebus raskin cenderung mengalami peningkatan antara 10-25 persen dari pagu yang ditetapkan (Rp. 1.600/kg) sebab masyarakat penerima masih harus dibebani dengan ongkos pengepakan ulang setelah beras dibagi.
Disamping itu naiknya harga tebus raskin juga disebabkan oleh ongkos angkutan yang harus ditanggung oleh penerima raskin. Dalam Pedoman Umum Raskin yang dikeluarkan oleh Kementrian Koordinator Kesejahteraan Sosial (Menko Kesra) disebutkan bahwa Perum Bulog hanya menanggung biaya operasional dari gudang Bulog sampai ke Titik Distribusi (Kelurahan/desa). Selanjutnya dari Titik Distribusi sampai ke penerima raskin menjadi beban Pemerintah Kabupaten/Kota. Namun hampir semua Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia tidak menyediakan biaya operasional ini, sehingga biaya ini ditanggung penerima Raskin.

Permasalahan lain yang selalu menjadi kisah klasik adalah tentang kualitas raskin. Selalu menjadi cerita dan berita dimana-mana bahwa kualitas raskin tidak layak dikonsumsi. Hal ini kemudian menjadikan mereka para penerima raskin harus mencampurnya dengan beras yang berkualitas bagus. Atau menukar raskin tersebut dengan beras yang layak dikonsumsi. Hal tersebut jika dilihat dari tujuan awal program raskin adalah mengurangi pengeluaran tidak tercapai sebab justru pengeluaran masyarakat menjadi meningkat kerena harus membeli beras lagi untuk campuran atau untuk tambahan konsumsi.

Pertanyaan selanjutnya muncul, kemanakah beras raskin yang dijual tersebut? Beras-beras tersebut ada yang dijual kepada para pengusaha karak maupun pada peternak untuk campuran ransum ternak. Serta ditengarai di beberapa daerah bahwa beras-beras tersebut dibeli lagi oleh Bulog yang kemudian dilaporkan sebagai pembelian dari petani. Dan kemudian didistribusikan sebagai raskin pada saat berikutnya. Sungguh ironis.

Gambar sini

Saturday, December 3, 2011

Berfikir Sederhana, tapi Hasil Optimal

Kisah-kisah inspiratif bagaimana kita berfikir sederhana untuk mendapatkan hasil optimal seperti ini sebenarnya sudah beredar cukup lama di dunia internet, dari era milis, friendster, facebook hingga dunia blog (salah satu media yang eksis dari dulu hingga sekarang). Di belahan dunia yang lain, dikenal dengan istilah Keep It Simple Stupid (KISS) yang bila diartikan secara bebas adalah berfikir sederhana untuk memecahkan masalah yang sebenarnya juga bisa dilakukan oleh orang-orang bodoh.

Kisah I

Di salah satu perusahaan kosmetik, suatu saat mendapat keluhan dari seorang pelanggan yang mengatakan bahwa ia telah membeli sabun yang ternyata kosong. Dengan segera, para pimpinan perusahaan menceritakan masalah tersebut ke bagian pengepakan yang bertugas memindahkan semua kotak sabun yang telah di pak ke depatermen pengiriman.

Manajemen meminta para teknisi utk memecahkan masalah tersebut dan dengan segera para teknisi bekerja keras utk membuat mesin sinar X dgn monitor resolusi tinggi yg dioperasikan oleh 2 orang utk melihat semua kotak sabun yang melewati sinar tersebut. Kedua orang tersebut ditugaskan untuk memastikan bahwa kotak sabun yang lewat tidak kosong. Tak diragukan lagi, mereka bekerja keras dgn cepat, dan biaya yang dikeluarkan pun tidaklah sedikit.

Akan tetapi, pada saat yang sama ada seorang karyawan di sebuah perusahaan kecil dihadapkan pada permasalahan yang sama pula. Dia tidak berpikir ttg hal-hal yang rumit. Dia muncul dengan solusi yang berbeda. dengan membeli sebuah kipas angin listrik utk industri yang memiliki tenaga cukup besar dan mengarahkannya ke garis pengepakan. Kemudian kipas itu dinyalakan, sehingga meniup kotak sabun yang kosong keluar dari jalur pengepakan.

 

Kisah II

Pada suatu hari, seorang pemilik apartemen menerima komplai dari pelanggannya. Para pelanggan mulai merasa bahwa waktu tunggu mereka di pintu lift terasa lama seiring bertambahnya penghuni di apartemen itu. Sang pemilik apartemen mengundang sejumlah pakar utk memecahkan masalah tersebut.

Seorang pakar menyarankan agara menambah sejumlah lift, sedangkan pakar kedua meminta pemilik utk mengganti lift dengan yang lebih cepat dengan asumsi bahwa semakin cepat lift, orang yang terlayani akan banyak. Kedua saran tersebut tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Namun, pakar ketiga hanya menyarankan satu hal bahwa inti dari komplain pelanggan adalah mereka merasa menunggu terlalu lama. pakar tadi hanya menyarankan kepada sang pemilik apartemen utk menginvestasikan kaca cermin di depan lift, supaya perhatian para pelanggan teralihkan dari pekerjaan "menunggu" agar merasa "tidak menunggu lift". Dan ternyata...berhasil....

 

Kisah III

Pada saat NASA mulai mengirimkan astronot ke luar angkasa mereka menemukan bahwa pulpen mereka tidak bisa berfungsi di gravitasi nol karena tinta pulpen tersebut tidak akan mengalir ke mata pena. Untuk memecahkan masalah tersebut, mereka menghabiskan waktu satu dekade dan 12 juta dolar. 

Mereka mengembangkan sebuah pulpen yang dapat berfungsi pada keadaan-keadaan seperti gravitasi nol, terbalik dalam air, dalam berbagai permukaan termasuk kristal, dan dalam derajat temperatur, mulai dari di bawah titik beku sampai lebih dari 300 derajat celcius.

Dan apakah yang dilakukan para orang Rusia untuk mengatasi permasalahan tersebut? Mereka hanya menggunakan pensil!!

Disadur dari berbagai sumber

Friday, November 25, 2011

XLangkah Lebih Maju dengan Berbagi

Siapa pun saat ini hampir dipastikan tahu apa itu internet. Sebuah tekonologi yang dirilis pada dekade 60-an di Amerika Serikat oleh seorang ilmuan Leonard Kleinrock. Pada awalnya, teknologi ini hanya digunakan untuk keperluan militer oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat dengan nama ARPANET dengan tujuan untuk mengawasi objek vital mereka dan mengatasi serangan nuklir serta guna menghindari terpusatnya informasi yang apabila perang dengan mudah dapat dihancurkan.

Dengan semakin berkembangnya jaman dan kebutuhan akan pertukaran data dan informasi maka internet telah bebas digunakan secara umum. Teknologi ini telah menjelma menjadi sebuah kebutuhan skunder guna mendukung pekerjaan oleh banyak kalangan di dunia.

Harus diakui bahwa siapa yang menguasai internet maka dia telah XLangkah Lebih Maju daripada yang tidak menguasai dan menggunakan teknologi ini. Meskipun saya sendiri mengakui bahwa masih banyak orang yang lebih maju, namun saya akui bahwa tekonologi ini telah membuat saya #XLangkah Lebih Maju dibandingkan ketika saya belum menguasai dan memanfaatkan internet maupun dibandingkan dengan yang belum menggunakan teknologi internet secara optimal dalam mendukung kinerja dan pekerjaannya.

Berinternet telah saya kenal sejak tahun 2000, ketika itu internet masih menjadi barang yang cukup mewah dan langka karena hanya kalangan terbatas saja yang dapat menggunakannya serta hanya sedikit tempat yang dapat digunakan untuk akses internet, dengan biaya yang cukup tinggi tentunya. Pada waktu itu, untuk dapat melakukan akses internet saya harus mengeluarkan biaya 10ribu rupiah per jam. Bandingkan dengan saat ini yang dengan mudah menemukan akses internet dan dengan biaya yang hanya 2ribu rupiah per jam untuk akses di warnet. Dan bahkan lebih murah serta lebih mudah lagi ketika telah banyak provider (seperti halnya XL yang selama ini menemani saya mobile) yang menyediakan kemudahan akses internet bagi mereka yang mobile dengan biaya yang cukup terjangkau.

Keseharian saya adalah bekerja pada sebuah lembaga kajian dan penelitian yang memang banyak membutuhkan akses internet dalam mendukung kerja-kerja. Kebutuhan akan referensi dalam membuat analisis dan laporan dengan cepat dapat saya peroleh. Selain itu komunikasi dengan jaringan dan rekan kerja semakin mudah dan cepat dilakukan. Pengiriman data dan informasi menjadi tidak serumit dan serepot sebelumnya.

Disamping itu, istri saya di rumah juga menjalankan sebuah usaha peternakan unggas. Berbagai informasi yang diperlukannya, seperti bagaimana mengelola peternakan yang baik, informasi harga hasil ternak terkini maupun penjualan hasil ternak dapat diperoleh dalam waktu singkat. Bahkan transaksi penjualan serta penawaran kerjasama sangat sering didapatkan melalui komunikasi via internet.

Internet telah benar-benar membuat kita XLangkah Lebih Maju. Banyak hal dapat ditemukan dan didukung dengan internet. Ibaratnya kita datang di pasar yang serba lengkap. Dunia maya internet telah menyediakan beraneka kebutuhan kita sehari-hari. Tinggal klik maka apa yang kita cari kita temukan.

Dengan internet selain kita mencari apa yang kita butuhkan, kita juga dapat berbagi dengan sesama. Informasi apa yang kita ketahui dan dirasa itu bermanfaat dapat kita bagikan melalui internet, baik dengan social media, mailing list maupun melalui blog kita. 

Dan kemauan kita untuk berbagi bersama menurut saya adalah XLangkah Lebih Maju (lagi) sebagai pengguna dan pemanfaat internet..

Mengapa demikian? Sebab dengan berbagi pengetahuan maupun informasi yang kita punya maka kita setidaknya telah membantu mereka yang mungkin membutuhkan informasi tersebut. Kita perlu berpikir apakah informasi tersebut bermanfaat atau tidak, namun yang penting adalah kemauan dan semangat kita ikhlas dalam berbagi. Berbagi itu tidak pernah rugi. 

Pernah seorang teman berkata, dia enggan menyebarkan tulisan analisisnya karena takut akan di-copy orang lain. Bagi saya ketakutan seperti itu tidak logis. Jika memang niatnya berbagi informasi, maka ya terserah pada yang menerima informasi tersebut mau diapakan, digunakan atau tidak. Perkara di-copy atau dijiplak, bukan persoalan, sebab pada hakikatnya ilmu dan pengetahuan serta informasi itu siapapun boleh tahu dan menggunakannya.

Saya sering bilang, orang berbagi ilmu, pengetahuan atau informasi itu ibarat orang meludah. Jika sudah dikeluarkan maka jangan harap dijilat lagi, sudah ikhlaskan saja demikian kata para ustadz dan kiai. :D

Dan tentunya yang kita bagi dan sampaikan adalah informasi yang menurut kita bukan rahasia pribadi, layak konsumsi semua kalangan, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan kaidah norma-norma sosial. Satu lagi yang penting adalah ketika kita membagi informasi dan pengetahuan tersebut maka kita harus bertanggungjawab atas akurasinya.

Gambar dari sini dan sini

Friday, November 11, 2011

Petani dan Subsidi Pupuk


Sektor pertanian adalah sektor yang cukup dominan di Indonesia. Setidaknya ada 38 juta jiwa penduduk yang berusia produktif adalah berprofesi sebagai petani, demikian data yang dilansir oleh Kementrian Pertanian. Tidak kurang dari 57 persen penduduk Indonesia yang menggantungkan kahidupannya pada sektor ini.

Akan tetapi,  kenyataan menunjukkan bahwa kesejahteraan petani masih jauh dari yang diharapkan dan dibayangkan. Naiknya harga beras di pasaran tidak serta merta membuat petani meningkat kesejahteraannya. Hasil studi singkat Pattiro Surakarta pada pertengahan 2011 lalu di kawasan Polanharjo, salah satu sentra penghasil padi di Kabupaten Klaten, menunjukkan bahwa pendapatan petani di kawasan tersebut rata-rata berkisar Rp. 500.000 per bulan ketika hasil panen bagus. Sungguh ironis memang, jika ditinjau bahwa sektor pertanian adalah sektor penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar kedua setelah sektor industri olahan, yakni sebesar 15,61%, sebagaimana data yang dilansir BPS pada triwulan pertama 2011 ini. 

Sektor pertanian sebenarnya merupakan sektor paling prospektif dalam menopang perekonomian nasional. Sektor ini tidak mendapatkan efek domino secara signifikan dari gejolak ekonomi (krisis) global. Bahwa sektor pertanian memang sektor yang cukup bergantung pada iklim dan cuaca adalah benar adanya. Akan tetapi sebenarnya bukan sekedar itu saja. Ada banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang tak kalah penting adalah berkenaan dengan kebijakan atau regulasi. Ketidaktepatan kebijakan yang dibuat akan membuat sektor ini menjadi sektor yang tidak prospektif.

Bukti bahwa sektor pertanian adalah sektor yang prospektif adalah bahwa  sebenarnya kebutuhan akan pangan di dalam negeri semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring peningkatan jumlah penduduk. Sejatinya, sebagian besar kebutuhan pangan tersebut dapat ditopang oleh produk pertanian kita. Namun, yang terjadi adalah hasil pertanian kita kalah bersaing dengan produk-produk negara lain baik secara kualitas,  produktivitas, kuantitas maupun harga. 

Langkah kebijakan yang diambil pemerintah kemudian lebih memilih melakukan impor produk pertanian untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhan pangan bagi masyarakat di dalam negeri adalah salah satu contoh konkret ketidakberpihakan kebijakan pemerintah pada sektor pertanian kita. Akibatnya, banyak petani yang mengalihfungsikan lahan yang dimilikinya dengan menjual pada para pemodal untuk diubah menjadi perumahan ataupun pabrik. Sehingga, para petani tersebut akhirnya hanya menjadi buruh tani di lahan orang lain atau beralih profesi menjadi pedagang, kuli bangunan bahkan pindah ke kota untuk mencari pekerjaan lain yang sesuai dengan keahlian yang mereka miliki. 

Itulah sekilas potret kebijakan pertanian kita yang ambigu atau berstandar ganda dimana tidak menjadikan petani dan sektor pertanian kita sebagai landasan pijak dalam pengambilan kebijakan. Disamping itu, implementasi kebijakan yang digulirkan juga cenderung masih jauh dari harapan regulasi yang ada.

Kebijakan Pupuk Bersubsidi
Dari berbagai kebijakan pertanian yang digulirkan pemerintah, salah satunya adalah kebijakan pemberian subsidi pada pupuk. Kebijakan ini digulirkan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian. Secara filosofis, subsidi pupuk dilakukan untuk meringankan beban petani dalam pembiayaan usaha taninya. Meskipun kebijakan subsidi pupuk mengalami reorientasi pada tahun 2003, namun konsep dasar pemberian subsidi terhadap pupuk yang digunakan oleh petani sebenarnya telah digagas sejak dekade 1970an.

Kebijakan pupuk bersubsidi sebagaimana termaktub dalam Peraturan Menteri Pertanian No.06/Permentan/SR.130/2/2011, adalah diperuntukkan bagi sektor yang berkaitan dengan budidaya tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, hijauan pakan ternak, dan budidaya ikan dan/atau udang. Dengan sasaran bagi petani, pekebun, peternak yang mengusahakan lahan paling luas 2 (dua) hektar setiap musim tanam per keluarga petani kecuali pembudidaya ikan dan/atau udang paling luas 1 (satu) hektar.

Jenis pupuk yang disubsidi adalah meliputi : Pupuk Urea, SP-36/Superphospat, ZA, NPK, dan Pupuk Organik. Pemberian subsidi dilaksanakan melalui produsen pupuk. Produsen pupuk adalah perusahaan yang memproduksi pupuk anorganik dan pupuk organik di dalam negeri sebagaimana ditetapkan oleh Menteri Pertanian. Untuk wilayah Jawa Tengah adalah PT Pupuk Sriwijaya (Pusri).

Jika dilihat, kebijakan ini cukup menarik guna menstimulasi produksi pertanian. Akan tetapi jika diselami ternyata kebijakan pemberian subsidi pupuk hingga saat ini ternyata masih menghadapi kendala dan masalah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) pada sepuluh wilayah di Indonesia yakni Kab. Aceh Besar, Kota Serang (Banten), Kab. Bandung Barat (Jabar), Kota Pekalongan, Kota Semarang, Kota Surakarta (Jateng), Kab. Gresik (Jatim), Kab. Lombok Barat (NTB), Kab. Jeneponto (Sulsel) dan Kota Jayapura (Papua). 

Pertama, ternyata masih saja terjadi kelangkaan pupuk di banyak daerah. Ini mengherankan sebab kuota pupuk bersubsidi disusun berdasarkan pengajuan secara bottom up mulai dari level Kelompok Tani dan kemudian ditetapkan oleh Kementerian Pertanian.  Kedua, harga pupuk yang dijual di atas HET yang ditetapkan. Banyak petani menyebutkan bahwa mereka membeli pupuk Urea seharga Rp. 85.000 dari harga seharusnya Rp. 60.000. ini menunjukkan bahwa ada oknum dalam sistem distribusi yang mengambil keuntungan dari kebijakan tersebut. Ketiga, penggantian kemasan dan penjualan pupuk bersubsidi kepada yang tidak berhak seperti industri perkebunan besar. 

Akibatnya, petani juga yang dirugikan. Sehingga, tujuan program subsidi pupuk untuk meringankan beban petani justru sebaliknya, petani semakin sementara segelintir orang justru diuntungkan. Hal tersebut baru sedikit masalah yang hanya terjadi pada tingkat implementasi lapangan. Kita belum berbicara pada proses pengambilan kebijakan maupun proses produksi pupuk. Ada berapa banyak oknum yang bermain dalam proses tersebut demi keuntungan mereka. Artinya, sebenarnya bungkusnya adalah kebijakan untuk petani akan tetapi justru yang menikmati hasilnya secara lebih besar bukanlah petani.

Monday, October 10, 2011

yang Terhempas, yang Tertindas

Selalu ada peminggiran kaum diffabel dalam wujud kehidupa sehari-hari dengan berbagai bentuk dan ranah, namun seolah-olah ini sudah dianggarp sebagai sesuatu yang pantas diterima diffabel. Sungguh ironis. Penderitaan yang dialami kaum diffabel sungguh rumit. Di satu sisi, mereka tidak dapat melakukan gugatan kepada Tuhan atas keadaan dirinya, dan di sisi lain sebagian masyarakat memperlakukan dan memandangnya secara berbeda bahkan semena-mena. 

Pada ranah sumber sosial (pendidikan, ekonomi, kependudukan, sumber daya manusia serta teknologi) kaum difabel seringkali tidak mendapatkan kesempatan yang setara. Pendidikan kaum difabel di negeri ini disendirikan, akan tetapi sarana penunjangnya sangatlah kurang. Akibatnya pengembangan kemampuan akademik dan non-akademik minim sekali, juga interaksi dengan orang non-difabel juga relatif terbatas, Teknologi yang dikembangkanpun juga sangat jarang yang diarah untuk membantu keterbatasan mereka.

Pada ranah sistem sosial (norma, hukum, sosial, politik), kaum difabel secara politik diragukan kemampuannya karena keterbatasan fisik untuk menjadi pimpinan lembaga pemerintahan maupun non-pemerintahan. Sarana prasarana umum juga sangat jarang memperhatikan aksessibilitas kaum difabel. Seakan-akan hanya disediakan bagi orang non-difabel, akibatnya sarana prasarana umum tersebut tidak mempersatukan individu atau kelompok di masyarakat namun justru cenderung memecah belah yang berakibat pada kecemburuan dan pada akhirnya memicu konflik.

Pada ranah budaya, bagi sebagian masyarakat, kaum difabel, dianggap rendah dan bahkan ada yang menganggapnya sebagai karma atau kutukan. ALLAH SWT pernah menegur Kanjeng Nabi Muhammad SAW karena bermuka masam dan memalingkan muka dari orang buta yang menghampirinya (sebagaimana dimaktub dalam QS AbBassa). Dalam bahasa Indonesia, kata cacat seringkali dikonotasikan dengan ejekan atau peyoratif dan selalu dikaitkan dengan hal-hal yang tidak baik, misalnya orang yang berkelakuan buruk disebut dengan cacat moral atau orang yang pernah berbuat makar pada negara dikatakan cacat politik.

Manusia memang dilahirkan dalam keadaan berbeda, namun berhak mendapatkan hak asasi yang sama. Setiap orang memiliki keterbatasan dan jangkauan yang berbeda namun dalam kehidupan bersama semua orang harus memperoleh perlakuan yang setara. Kaum difabel memiliki keterbatasan fisik namun bisa jadi memiliki jangkauan lebih dalam hal lain.

Bagaimana dengan kaum difabel di Indonesia? Di negeri ini telah banyak kebijakan yang digulirkan untuk 'mencoba' melindungi dan berpihak serta mengakui hak-hak kaum difabel, diantaranya adalah:
  • Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
  • Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
  • Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat.
  • Keputusan Presiden No. 82 Tahun 1999 tentang Lembaga Koordinasi Dan Pengendalian Peningkatan Sosial Penyandang Cacat.
  • Peraturan Menteri PU No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
  • Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas bagi penyandang cacat dan orang sakit pada sarana dan prasarana perhubungan
Akan tetapi masih saja jauh dari implementasi. Kaum difabel di negeri ini masih saja sulit mengakses pekerjaan formal baik sebagai pegawai negeri maupun swasta. Jikapun ada hanya satu dari seribu difabel yang berhasil mengaksesnya. Aksessibilitas pada sarana prasarana umum seperti gedung, jalan, halte masih tidak mencerminkan pengakuan keberadaan mereka, sangat banyak yang tidak menyediakan kemudahan akses bagi difabel. Bahkan Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (GAUN) yang dicanangkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 2000 hanya tinggal nama dan kenangan sebab aksesibilitas pada bangunan dan transportasi publik kita masih jauh dari standar aksesibilitas.

Bahwa perjuangan kaum difabel Indonesia memang tidak pernah berhenti. Namun seolah-olah masih saja terbentur pada sebuah tembok besar yang kokoh. Dan perjuangan tersebut memang tidak akan pernah berhasil jika tanpa didukung organisasi serta sumber daya manusia difabel yang kuat serta oleh kalangan non-difabel yang memiliki empati kepada mereka. Tanpa itu, sekuat apapun gerakan dan teriakan kaum difabel memperjuangkan hak-haknya maka akan nihil. Pemerintah sebagai wujud dari pelaksanaan tata kelola negara harus terus didesak, sebab kemauan pemerintah untuk menjalankan peraturan perundangan yang telah dibuat tersebut masih nihil. Hampir selalu retorika belaka. Bahkan jika memang diperlukan untuk melakukan class action ataupun gugutan pra peradilan atas tidak aksesibelnya sarana prasarana umum yang dibangun oleh negara menjadi hal dapat dilakukan.

Tulisan ini diolah dari hasil diskusi bersama dengan Organisasi Difabel "Warsa Mundung" Magelang
Gambar ilustrasi dari sini

Friday, September 30, 2011

Sekolah Transparan Kelola BOS?

Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) telah berjalan sejak tahun 2004 lalu dengan mekanisme penyaluran langsung dari pemerintah (pusat) ke masing-masing sekolah (SD dan SMP) seantero Indonesia. Pada tahun 2011 ini, penyaluran dana BOS dilakukan melalui kas daerah. Kebijakan yang digulirkan oleh pemerintah pusat pada akhir 2010 tersebut ternyata memiliki konsekuensi logis terhadap mekanisme penyaluran dan pertanggungjawaban yang digunakan oleh pihak sekolah.
Perubahan kebijakan tersebut memang ada nilai positif dan negatifnya. Nilai positif perubahan kebijakan ini adalah pengawasan terhadap penggunaan dana BOS dilakukan secara berlapis. Jelas, Inspektorat akan turut serta mengawasi demikian juga BPK dan BPKP pasti akan melakukan pemeriksaan pula. Disamping itu, peran masyarakat mengawasi juga menjadi semakin mudah sebab besaran alokasi dana BOS masuk dalam dokumen APBD yang dapat diakses oleh publik.

Dalam 4 bulan ini, PATTIRO Surakarta melakukan riset dan juga investigasi lapangan mengenai penyaluran dana BOS tersebut di Kota Surakarta. Diantara temuan lapangan tersebut adalah bahwa Sekolah belum transparan dalam pengelolaan dana BOS.

Sekolah sebagaimana termaktub dalam UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi adalah termasuk dalam kategori badan publik yang memiliki kewajiban untuk mempublikasikan anggaran yang dikelolanya baik yang berasal dari APBD, APBN dan swadaya masyarakat. Sampai saat ini sekolah masih tertutup dalam hal tersebut.

Dalam Permendiknas No 37/2010 tentang Juknis Dana BOS 2011 secara jelas menyebutkan bahwa sekolah harus mempublikasikan dana BOS yang dikelolanya beserta peruntukannya (RKAS). Namun pada kenyataannya sebagaimana temuan lapangan PATTIRO Surakarta sampai saat ini belum ada sekolah yang mempublikasikan RKAS-nya di papan informasi sekolah. Jangankan yang keseluruhan APBS atau RKAS beserta dana yang dihimpun dari orang tua siswa, untuk dana BOS saja tidak dipublikasikan, padahal peraturan perundangan secara jelas telah mengatur dan mewajibkannya.

Ini artinya sekolah belum mau membuka diri, sekolah masih belum mau transparan. Disamping itu, jelas sekolah telah menyalahi peraturan perundangan. Sekolah seharusnya bukan hanya sekedar menuntut haknya, seperti ketepatan waktu pencairan dana BOS dan sumbangan dari orang tua siswa, namun kewajibannya juga harus dipenuhi.

Sekolah harus mawas diri dan harus mau membuka diri berkenaan dengan keuangan yang dikelolanya dan juga harus mawas diri untuk menyelesaikan kewajibannya. Pemerintah kota juga harus tegas dalam mengambil tindakan apabila ada sekolah yang menyalahi atau tidak melaksanakan amanat peraturan perundangan yang ada. Selain itu, masyarakat dalam hal ini orang tua siswa juga harus berani dan mampu mengungkapkan permasalahan yang terjadi di sekolah.

Friday, September 9, 2011

9 September

Bagi kebanyakan orang dinilai sebagai angka keramat, karena 9 adalah bilangan tertinggi dalam deret bilangan asli. Ada yang bilang ini angka hoki, ada yang berkata ini angka keren, ada pula yang memastikan bahwa ini angka mistik. Namun menurut saya ini angka sembilan.


Dari penerawangan saya ternyata ada yang menarik dan unik dari 9 September berkenaan dengan Agenda Pekan Olahraga Nasional (PON) I dilaksanakan di Kota Solo.
Bahwa upacara pembukaan oleh Presiden Soekarno dilakukan pada 9 September [kemudian ditetapkan sebagai Hari Olahraga Nasional]. Pekan Olahraga Nasional I ini diikuti oleh sekitar 600 atlet yang bertanding pada 9 cabang olahraga yakni : Atletik, Lempar Cakram, Bulutangkis, Sepakbola, Tennis, Renang, Pencak silat, Panahan dan Bola Basket. Dengan jumlah total medali (emas, perak, perunggu) yang diperebutkan sebanyak 108 (1+0+8=9).

Pesertanya bukan tingkat propinsi melainkan tingkat Kota dan Karesidenan. Ada 13 partisipan yakni Surakarta, Yogyakarta, Bandung, Madiun, Magelang, Malang, Semarang, Pati, Jakarta, Kedu, Banyuwangi, Surabaya. Juaranya adalah kota Solo dengan total medali sebanyak 36 medali (3+6=9). Kok ngepasi ya?

Lebih ngepasi lagi adalah 9 hari setelah pembukaan PON I tersebut adalah peristiwa berdarah pemberontakan PKI di Madiun pada 18 September 1948, (1+8=9). Dimana para korbannya adalah para kyai dan ulama yang banyak berasal dari Ormas bernama NU yang lambangnya ada bintangnya sejumlah 9.

Kabeh-kabeh kok 9 ya? (thinking)

Thursday, August 25, 2011

Konsumerisme Lebaran

Semua kalangan masyarakat dimanapun merasa perlu menyambut dan merayakan yang namanya Lebaran ini dengan caranya masing-masing. Maka telah menjadikan Lebaran sebagai sebuah momentum meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap kebutuhan-kebutuhan pokok (primer) dan terutama adalah pada kebutuhan non primer (sekunder dan tersier). Anggapan dan penilaian bahwa yang namanya Idul Fitri adalah serba baru telah menggiring masyarakat menjadi bersifat konsumtif disaat Lebaran datang.
Tawaran diskon dan potongan harga serta yang dinamakan cuci gudang benar-benar menyihir masyarakat untuk melakukan peningkatan konsumsi yang luar biasa sewaktu menyambut yang namanya Lebaran ini. Baju-baju didiskon di mall-mall. Sepatu dan sendal ditawarkan potongan harga. Pernak-pernik perhiasan diberikan harga khusus. Bahkan yang namanya handphone keluaran baru juga dibandrol dengan harga murah. Objek-objek wisata menawarkan perlakuan dan harga tiket masuk khusus sewaktu hari Lebaran tiba.

Akan tetapi bagaimana dengan sembako (kebutuhan bahan pangan). Apakah untuk komoditas ini juga ada perlakukan yang menggiurkan masyarakat? Jawabnya adalah tidak. Bahkan harga cenderung naik berlipat-lipat. Kebutuhan yang dicap sebagai kebutuhan primer diwaktu Lebaran menjelang justru dibandrol dengan harga yang melangit. Demikian pula dengan jasa transportasi. Semua butuh dan semua pasti mau beli dengan harga berapapun sebab ini kebutuhan pokok manusia.

Lalu sebenarnya berapa sih perputaran uang yang ada di masyarakat serta tingkat konsumsi sewaktu Lebaran tiba itu? Ada salah satu penelitian menarik yang dilakukan di kawasan Solo Raya oleh sebuah media massa bahwa ternyata perputaran uang menjelang Lebaran (H-5) mencapai 10 kalinya dari perputaran uang biasanya. Artinya ini ada 10 kali peningkatan konsumsi masyarakat dari tingkat konsumsi masyarakat Solo Raya selain Lebaran. Entah bagaimana metodologi riset ini, karena saya hanya kaumbiasa maka saya hanya bisa melihat hasilnya yang cukup fantastis itu. Dan hanya bisa membuat analogi, jika per orang di hari biasa hanya mengkonsumsi sate kambing 1 piring maka di hari Lebaran dia akan mengkonsumsi 10 piring. Begitukah?

Thursday, August 4, 2011

Ramadhan Bulan Keramat

Bulan Ramadhan adalah bulan keramat bagi Umat Islam dan Bangsa Indonesia serta bagi Seluruh Umat Manusia di dunia. Bagaimana tidak, bahwa di Bulan Ramadhan itulah ada sebuah malam yang mana jika kita melakukan ibadah maka nilai pahalanya sama dengan beribadah seribu bulan, itulah Malam Lailatul Qadar. Di bulan Ramadhan pula (17 Ramadhan), kitab suci AL Qur’an diturunkan kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW, sebagai petunjuk dan rahmat bagi seluruh alam.

Puasa adalah ibadah wajib di Bulan Ramadhan bagi umat Islam. Dengan berpuasa maka akan mengekang hawa nafsu, dengan mengekang nafsu maka menambah pahala dan mengurangi dosa sebab inilah bulan jihad akbar Umat Islam. Jihad akbar adalah jihad melawan hawa nafsunya. Jihad melawan hawa nafsu lebih utama ketimbang berperang melawan orang kafir. Bulan ini pula bulan pengampunan bagi dosa-dosa manusia (bagi mereka yang serius memohon ampunan-Nya) untuk menuju gerbang Idul Fitri (gerbang kesucian diri). Pahala amalan di bulan ini dilipat gandakan dan dosa-dosa dihapuskan.
Di bulan Ramadhan pula Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, yakni pada 9 Ramadhan 1365 H. Di bulan Ramadhan pula seluruh umat manusia di dunia mendapatkan berkah luar biasa. Mereka-mereka, para pedagang baik Muslim dan non Muslim, yang menjajakan makanan buka puasa maupun pakaian menyambut lebaran (Idul Fitri) selalu laku keras dan meraup keuntungan luar biasa. Itulah keramatnya bulan Ramadhan. Berkah Ramadhan untuk semuanya. Itulah Rahmatan Lil’alamin.

Monday, July 25, 2011

Long Bumbung

Setiap memasuki bulan Ramadhan, waktu kecil saya dulu (saat sekolah SD dan SMP), selalu nyumet long bumbung (meriam dari bambu). Meskipun permainan ini tergolong cukup membahayakan karena menggunakan api, namun permainan ini cukup menyenangkan sambil menunggu waktu buka puasa atau pun untuk memeriahkan malam sehabis tarawih.

Cara membuat Long bumbung cukup mudah. Bahan baku utamanya adalah bambu dengan panjang sekitar 2 meter dan diameter yang cukup besar (sekitaran 15cm). Setelah itu, pada setiap ros-rosan bambu tersebut harus dilubangi, kecuali ros-rosan terakhir dibiarkan saja sebab untuk menempatkan minyak tanah dan hanya diberi sedikit lubang pada bagian atasnya untuk menyalakan meriam tersebut. Jika semua sudah selesai dipersiapkan maka long bumbung sudah siap dinyalakan.

Dulu saya dan teman-teman menyalakan long bumbung dengan cara berjajar di tepian sungai. yang tak jauh dari aliran Umbul Cokro, Klaten. Dan selalu dibagi 2 (dua) kelompok yang posisinya saling berseberangan, sehingga seperti perang meriam beneran sebab dulu saya dan teman-teman tidak hanya perang suara aja, tetapi di bagian moncong depan long bumbung selalu diberi kaleng bekas susu yang akan terlempar ketika long bumbung dinyalakan. Selain itu mengapa di tepian sungai adalah jika sewaktu-waktu terjadi ledakan balik mengenai badan langsung bisa terjun masuk sungai. 

Sekarang hal itu sudah sangat jarang bahkan langka dan hampir tidak ada lagi anak-anak yang memainkannya. Anak-anak jaman saiki lebih suka melihat tv di rumah daripada bermain dengan teman-temannya, selain itu juga minyak tanah semakin mahal dan langka. Meskipun mengundang bahaya, namun permainan long bumbung ini sebenarnya membuat suasana akrab antar teman.

Friday, July 22, 2011

Sejarah Blok Cepu

Blok Cepu termasuk dalam cekungan laut Jawa Timur. Daerah ini termasuk salah satu penghasil migas tertua di dunia dengan dimulainya produksi pada tahun 1887 antara lain ladang Kuti dan Kruka di selatan Surabaya. Lebih dari 30 ladang minyak diketemukan sebelum tahun 1920. Produksi kumulatif sampai sekarang telah melebihi 220 juta barrels. Di daerah Cepu sendiri 3 ladang yang ditemukan menjelang tahun 1900, sedangkan ladang Kawengan diketemukan pada tahun 1927, dan telah menghasilkan lebih dari 120 juta barrels.

Sebelum Perang Dunia ke II daerah ini dikuasai Shell. Explorasi dilakukan terutama dengan menggunakan pemetaan geologi permukaan, sumur-uji dan pemboran dangkal yang diikuti dengan pemboran explorasi dalam. Tanpa menyadari BPM nyaris menemukan ladang Bany Prip waktu melakukan kampanye pemboran dangkal yang menghasilkan lapangan gas Balun-Tobo yang berada di atas ladang Banyu Urip dan Cendana. Salah satu pemborannya mencapai kedalaman lebih dari 2000 m.
Pada tahun 1950, Shell kembali ke daerah Cepu dengan nama PT Shell Indonesia. Beberapa sumur explorasi dalam dibor (Kawengan-35, Tobo-8 dll). Tanpa disadari Shell kembali nyaris menemukan ladang Banyu Urip, sewaktu melakukan pemboran sumur Tobo-8. Selanjutnya PT Shell Indonesia angkat kaki dari daerah Cepu sekitar tahun 1960 dan daerah ini diambil alih PN Permigan

Pada tahun 1965 blok Cepu diambil alih oleh Lemigas dan digunakan untuk tujuan pendidikan dan sebagai daerah latihan untuk personel teknik perminyakan. Selanjutnya pada tahun 1973-1974 survey-survey seismic dilakuan. Tidak ada catatan apakah hasilnya ditindak lanjuti dengan pemboran sumur explorasi.

Pertamina Unit III mengambil alih Blok Cepu pada tahun 1980. Menyusul suatu dekrit pemerintah yang membolehkan perusahaan nasional untuk berpartisipasi dalam explorasi minyak dan gasbumi, maka PT Humpuss Patragas mengajukan permohonan pengelolaan Blok Cepu. Permohonan awalnya adalah untuk enhanced oil recovery dari lapangan2 tua Kawengan, Ledok, Nglobo and Semanggi dan kemungkinan explorasi di daerah sekitarnya. Suatu perjanjianTAC ditanda-tangani pada tanggal 23 januari 1990, dengan catatan bahwa semua lapangan minyak yang masih berproduksi dikeluarkan (carved-out) dari daerah kontrak, dengan demikian PT Humpuss Patragas yang baru terbentuk harus melaksanakan explorasi untuk bisa memproduksi migas.
Setelah melampaui (overrun) komitmen financialnya PT Humpuss Patragas memutuskan untuk mem-“farm-out”kan 49% dari “interest”nya pada perusahan international pada tahun 1995 dengan catatan bahwa Humpuss Patragas tetap bertindak sebagai operator.

Suatu “shortlist” dari 6 perusahan telah pilih dari lebih dari 100 pihak yang berminat untuk meninjau (to view) ruang data dengan Terumbu Kujung sebagai primadona. Walaupun semua ke 6 perusahaan itu sangat berminat, hanya perusahaan Ampolex dari Australia yang berhasil mencapai kesepakatan dengan komitmen USD 100 juta dan karena bersedia untuk membiarkan Patragas tetap bertindak sebagai operator, dengan catatan bahwa Ampolex akan menempatkan seorang Vice President Exploration dan Chief Geologist di dalam organisasi Humpuss Patragas. Setelah disetujui oleh pihak-pihak yang berwenang Ampolex menandatangani suatu persetujuan “farm-in”dg H.Patragas pada Mei 1996.

Karena Ampolex, yang sekarang telah diakuisisi oleh Mobil Oil, sangat bersemangat untuk melakukan pemboran. Pemboran explorasi Banyu Urip 01 dimulai pada bulan agustus 1998, di tengah-tengah kemelut politik dengan jatuhnya Presiden Suharto. Operasi pemboran telah dikuasai sepenuhnya oleh para insinyur pemboran dari Mobil Oil. Tidak ada para ahli geologi atau ahli teknik Patragas yang diperkenankan masuk ke lokasi pemboran atau melihat data hasil pemboran. Pemboran dihentikan begitu masuk dan setelah pengintian runtunan klastik yang langsung berada di atas terumbu Kujung dilakukan.. Selanjutnya muncul berita bahwa Mobil Oil (Exxon) sedang dalam proses dalam pengambilalihan sisa 51% interest dari Humpuss Patragas serta menjadi operator.

Setelah berhasil mengakuisisi saham Humpuss Patragas, Exxon – Mobil Oil berusaha memperpanjang kontrak pengelolaan Blok Cepu. Pada era Presiden Megawati Exxon – MobilOil mengajukan pembaharuan kontrak. Baru pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kontrak Exxon – MobilOil untuk blok cepu disetujui selama 25 tahun.
disarikan dari berbagai sumber

Monday, July 18, 2011

Tak Bangga Berbahasa Indonesia

Entah mulai kapan, yang jelas akhir-akhir ini dalam pengamatan saya bahwa orang-orang di negeri ini mulai sedikit banyak tidak bangga dengan bahasanya sendiri yakni Bahasa Indonesia. Entah apa sebabnya, apakah dirasa kurang keren dan kurang gaul atau karena apa saya tidak begitu paham.

Yang pasti, banyak penggunaan dan pemilihan kata-kata yang cenderung mulai meninggalkan bahasa Indonesia dan berganti dengan bahasa Inggris. Apakah ini dampak globalisasi? Ataukah sebagai sebuah upaya go international? Sekali lagi saya tidak tahu.

Ambil contoh sederhana yang sering kita jumpai di jalanan saja, yakni perubahan tulisan pada atribut Satpam (Satuan Pengamanan) menjadi Security atau sering saya melihat rompi polisi yang tulisannya Police. Itu yang sederhana yang banyak dilihat disana-sini. Lha yang lain masih banyaklah.

Semboyan kota-kota di Indonesia juga mulai demikian. Ambil contoh Solo dengan The Spirit of Java atau Jogja dengan Never Ending Asia. Padahal keduanya mengklaim sebagai kota budaya. Bukankah seharusnya nguri-uri kabudayan termasuk dalam pemilihan slogannya juga. Para politisi kita selalu saja menggunakan istilah-istilah asing semisal bailout atau pun reshuffle. Kemudian muncul istilah e-governance dan lain sebagainya. Merek dagang pun demikian juga.

Ini semua merupakan kegelisahan saya melihat fenomena demikian. Kenapa kita tidak bangga dengan bahasa Indonesia. Banyak bangsa di dunia ini yang mulai bangkit nasionalismenya namun justru bangsa ini mulai menuai ilusi-ilusi nasionalisme. Maka jangan marah jika budaya bangsa ini diklaim orang lain. Jangan protes jika bahasa Indoensia akan dipatenkan oleh negara lain, karena kita sendiri memang tidak bangga menggunakannya.

Sunday, July 10, 2011

Ilusi Nasionalisme

Ketika ada budaya aset bangsa semisal Reog Ponorogo, diklaim bangsa lain teriak-teriak. Ketika Angklung diambil orang sama-sama teriak. Pada saat Lagu Rasa Sayange dijadikan budaya orang maka semua protes. Sewaktu Ketupat dijadikan makanan khas negara lain semua pada teriak.

Padahal keseharian kita apakah mau memainkan alat musik Angklung itu, jangankan memainkan mendengar saja tidak mau. Sehari-hari lagu-lagu pop dan lagu barat menjadi menu pokok yang diperdengarkan. Orang-orang lebih merasa gengsi jika memakai baju merek impor daripada pakai Batik bikinan UKM dekat rumah. Lebih suka makan Pizza daripada makan Ketupat adalah jawaban ketika ditanya apa makanan favorit kita. Dan lebih suka melihat tarian Samba daripada menonton Reog Ponorogo. Kita juga lebih bangga menggunakan bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia, biar kelihatan keren dan modern katanya.
Itulah yang terjadi dengan bangsa ini. Ketika ada yang menganggap itu budaya mereka maka bangsa ini berteriak. Protes dimana-mana. Namun ketika adem ayem maka budaya aset bangsa tersebut hanya menjadi barang yang dianggap kuno dan jadul alias tidak modern dan masa kini.

Ketika diajak nonton wayang dianggap kuno. Sewaktu diminta muterin lagu-lagu daerah dicap jadul. Pada saat disuguhi ketupat dibilang nggak modern. Jika diminta memainkan angklung jawabnya kurang masa kini.

Lha, kalau seperti itu ya jangan protes dan teriak sewaktu negara lain meng-klaim budaya-budaya kita jadi budaya mereka. Mematenkan makanan khas negeri ini menjadi makanan khas mereka. Sebab, kita tidak pernah menjaga aset budaya bangasa ini, bahkan justru meremehkan dan menganggapnya kuno.

Saturday, June 4, 2011

Nasi Godog Magelang

Jika Anda bertandang ke daerah Magelang, maka sempatkan untuk mencicipi kuliner khas Magelang. Selain terkenal dengan gethuk-nya, Magelang juga kondang dengan keberadaan nasi godong atau nasi rebus.

Proses pembuatan nasi godog adalah kuah yang dimasukkan bersama bumbu rempah-rempah dipanaskan diatas bara arang, setelah itu dimasukkan nasi putih dan mie kemudian dimasak dengan kuah yang sudah diberikan bumbu-bumbu rempah-rempah tadi hingga matang, setelah matang ditambahkan potongan daging ayam dan telor. Kadang-kadang ditambahkan dengan rempelo ati serta ceker. Semua tergantung permintaan pembeli.

Para penjual nasi godog dapat ditemui di warung-warung tenda kaki lima yang tersebar di seantero Magelang; diantaranya di sekitar alun-alun Kota Magelang, pusat jajanan Muntilan, sekitar Candi Borobudur dan banyak tempat lainnya. Mereka buka pada sore hingga malam hari. Harganya pun tak mahal yakni berkisar antara Rp. 5.000 hingga Rp. 8.000 saja.

Wednesday, June 1, 2011

Kertas dan Penebangan Hutan

Dalam beraktivitas, salah satu yang dibutuhkan manusia adalah kertas. Kertas dibutuhkan untuk menulis, menggambar, ngeprint dan lain-lain. Dari waktu ke waktu permintaan kebutuhan akan kertas semakin meningkat seiring makin bertambahnya jumlah penduduk dan beragamnya aktivitas manusia.

Bahwa sampai saat ini kebutuhan akan kertas dipasok oleh pabrik-pabrik kertas yang tersebar seantero jagad dengan mengandalkan bahan baku dari pulp yang dibuat dari kayu cemara maupun kayu pinnus.

Proses pembuatan pulp dan perubahan pulp menjadi kertas memerlukan berbagai proses kimiawi dan mekanik, antara lain proses sulfit (dengan pemberian H2SO4, Na2SO4) dan proses alkali (penambahan NaOH maupun Na2S)) yang kesemuanya dalam rangka mencerna kayu sehingga menjadi pulp. Selain itu juga ada proses pemutihan (kelantang) dengan menggunakan klorin.

Proses tersebut adalah sarat dengan efek kerusakan lingkungan hidup (penebangan hutan) dan bahan kimia serta pasti menghasilkan senyawa limbah yang bersifat kimiawi pula, seperti hidrogen sulfida (H2S), dimetil sulfida (CH3SH3) serta senyawa kimia lain yang racun dan berbau tidak sedap (menyengat).

Inilah yang menjadikan pembuatan kertas berbenturan dengan kelestarian lingkungan hidup. Selain masalah penebangan pohon sebagai bahan baku juga efek kimia yang ditimbulkan tersebut. Sebab dalam memproduksi kertas dari kayu terdapat fakta dan data antara lain sebagai berikut (yang dikutip dari berbagi sumber literatur) :

  • Satu Batang pohon dapat menghasilkan oksigen yang dibutuhkan untuk 3 orang bernapas
  • Untuk memproduksi 1 ton kertas, dibutuhkan 3 ton kayu dan 98 ton bahan baku lainnya
  • Untuk memproduksi 1 Kilogram kertas dibutuhkan 324 liter air
  • Untuk memproduksi 1 ton kertas, dihasilkan gas karbondioksida (CO2) sebanyak kurang lebih 2,6 ton atau sama dengan emisi gas buang yang dihasilkan oleh mobil selama 6 bulan.
  • Untuk memproduksi 1 ton kertas, dihasilkan kurang lebih 72.200 liter limbah cair dan 1 ton limbah padat
  • Industri kertas adalah pemakai energi bahan bakar ke-3 terbesar di dunia

Menjawab hal tersebut, berbagai riset mulai dilakukan pada sekitar 2006-an lalu. Dan hasilnya, beberapa penelitian tersebut menyatakan bahwa dalam rangka mengurangi penebangan pohon dan efek limbah kimia, ada sebuah alternatif bahan baku kertas yakni dari Alga Merah (Gelidium amansii). Dalam prosesnya pun nyaris tidak bersentuhan dengan bahan kimia, hanya diperlukan bahan kimia netral seperti kaporit serta sewaktu proses pemutihan dengan menggunakan klorin.

Ketersediaan bahan baku (Alga Merah) juga relatif aman. Dibutuhkan tahunan bahkan puluhan tahun untuk menumbuhkan pohon, sedangkan Alga Merah hanya perlu waktu dalam hitungan bulan. Dan dapat dibudidayakan dengan mudah yakni pada perairan laut yang tenang. Indonesia memiliki banyak kawasan ini.
Jika telah ditemukan adanya bahan baku alternatif yang lebih ramah lingkungan maka langkah selanjutnya adalah mewujudkannya. Bahwa industri kertas harus beralih dari kayu ke alga merah ini sebagai bahan bakunya. Dan menuju hal ini diperlukan langkah konkret dan kepedulian dari berbagai pihak.

Peran para pihak
Peran pihak menjadi penting, setidaknya dalam pengamatan saya ini, pihak-pihak yang harus berperan serius antara lain : Pertama, jelas Pemerintah. Selaku pengambil kebijakan maka pemerintah harus berani mengambil sikap bahwa produksi kertas harus beralih dari kayu ke alga merah. Serta mengambil langkah guna mensupport produksi serta pengembangan riset Alga Merah ini.

Kedua, produsen kertas harus dengan sadar dan mau berpindah menggunakan Alga merah sebagai bahan baku. Ketiga, masyarakat pantai (nelayan) dapat mengembangkan budidaya Alga Merah ini, sebab ini jelas akan menjadikan peningkatan ekonomi. Keempat, perguruan tinggi dapat mengambil peran dalam pengembangan penelitian lebih mendalam.

Dan kelima, adalah MUI (Majelis Ulama Indonesia), sebagai institusi yang mengeluarkan “stempel” halal bagi sebuah produk maka MUI harus berani mengeluarkan “stempel” haram bagi produksi kertas yang berbahan baku dari kayu sebab merusak lingkungan hidup. Bahkan jika perlu semua produk yang dalam prosesnya merusak lingkungan, menindas buruh tidak diberikan label halal tersebut. Kira-kira bagaimana ya jika demikian?


Sunday, May 29, 2011

Khasiat Jahe

Siapapun pasti kenal dengan rempah-rempah yang satu ini. Jahe (Zingiber officinale) demikian orang menyebutnya. Tanaman yang tumbuh subur di ketinggian 0 hingga 1500 meter di atas permukaan laut dengan kebutuhan curah hujan rata-rata 2500 mm/tahun. Akan tumbuh optimal pada kelembaban 8o% serta pada pH rata-rata 5,5.

Secara morfologis (penampakan), Jahe memiliki batang semu dengan tinggi bisa mencapai 1 meter. Berakar rimpang berwarna kuning kemerahan dengan bau menyengat. Daun menyirip. Tangkai daun berbulu halus. Bunga berwarna hijau kekuningan.

Banyak orang sudah mahfum akan manfaat dan khasiat Jahe. Diantaranya sebagai obat anti masuk angin, obat cacing, obat migrain dan obat reumatik serta sebagai penambah kekebalan (daya tahan) tubuh. Ada satu lagi khasiat Jahe yang disukai oleh para perempuan dan disenangi oleh para kaum adam yakni jahe dapat membuat payudara menjadi lebih montok dan berisi.

Menurut ramuan Jawa Kuno bahwa dengan mengkonsumsi Jahe segar (kulitnya dikupas) sebanyak 2 ruas yang dimasukkan ke dalam susu murni yang panas diyakini dapat membuat payudara menjadi tambah montok dan berisi.
Ada yang mau mencoba??

Wednesday, May 25, 2011

Kritik Transparansi Bank Syariah

Saya memang pengguna Bank Syariah sejak sekitaran 5 tahun lalu sewaktu masih mengais rejeki di Batavia karena kata seorang kawan bahwa menabung di bank konvensional itu dosa karena makan riba. Namun setelah saya mencoba menelaah lebih mendalam dari berbagai sumber literatur dan diskusi dengan banyak kalangan, dalam pandangan saya, bahwa sistem dan proses perbankan syariah kita saja masih banyak yang harus dibenahi.

Semoga tulisan ini dapat menjadi catatan bersama para pelaku ekonomi bisnis perbankan syariah di Indonesia untuk menerapkan sistem ekonomi syariah yang sesuai dengan kaidah syariah Islamiyah.

Pertama adalah mengenai transparansi pengelolaan keuangan yang kita simpan dalam bank syariah. Nasabah tidak pernah diberitahu melalui pelaporan keuangan terbuka mengenai perputaran uang kita tersebut. Apakah dimasukkan ke dalam pasar modal alias saham? Apakah disimpan di bank konvensional?

Alur mata rantai perbankan syariah harus benar-benar jelas dan transparan terhadap nasabah. Kemana uang nasabah yang dihimpun tersebut dialirkan. Ketika dana nasabah dialirkan pada pasar modal atau pasar uang maupun disimpan di bank konvensional yang lebih besar maka menurut saya itu tidak syariah lagi.

Pasar saham adalah sebuah sistem yang menjurus pada "judi", bukankah judi itu juga haram??? Dan ketika dana nasabah dialirkan ke bank konvensional yang lebih besar juga sudah tidak syariah lagi. Sebab unsur bunga yang katanya riba dari bank konvensional sudah merasuk ke dalam dana tersebut.

Hal kedua yang menurut saya harus dikritik dari bank syariah adalah transparansi besaran margin dana kredit konsumsi. Ketika ada nasabah akan kredit di bank syariah, semisal untuk kepemilikan rumah, maka bank syariah dalam prosesnya (teori) adalah membeli rumah tersebut kemudian menjualnya ke nasabah dengan mengambil keuntungan. Sehingga yang terjadi adalah akad jual beli. Dan sah-sah saja jika bank syariah mengambil keuntungan (margin), akan tetapi dalam prakteknya kaidah jual beli sedikit dipungkiri, sebab kebanyakan bank syariah telah menetapkan harga jual rumah tersebut ke nasabah tanpa ada proses negosiasi. Jika itu adalah akad jual beli maka akan terjadi negosiasi dan tawar menawar harga.

Ketiga adalah mengenai transparansi margin kredit usaha. Jika seorang nasabah akan melakukan kredit maka seharusnya adalah pihak bank syariah tidak mematok atau menetapkan margin bagi hasilnya, akan tetapi disesuaikan dengan laporan keuangan keuntungan si peminjam. Sehingga setiap bulannya besaran margin profit sharing yang diserahkan si peminjam ke bank syariah adalah bervariasi tidak tetap nominalnya. Kalau tetap apa bedanya dengan bunga bank konvensional. Hal ini lebih menyangkut transparansi dari si peminjam dalam mengelola dana pinjaman tersebut. Bahkan pengalaman beberapa kawan menyatakan margin yang diambil bank syariah lebih besar daripada bunga jika kita menyicil dari bank konvensional.

Itu yang menjadi kritik saya terhadap bank syariah yang saat ini banyak menjamur di negeri ini. Bahkan bukan hanya bank, namun pegadaian syariah juga telah muncul, mungkin finance alias leasing motor berlabel syariah akan segera hadir. Atau bahkan rentenir berlabel syariah juga akan segera unjuk diri.


Gambar dari Internet

Friday, May 20, 2011

tentang Kebangkitan Nasional

Ketika bicara tentang Kebangkitan Nasional saya jadi teringat dengan sebuah diskusi kecil yang dilakukan kawan-kawan di sebuah wedangan di Solo saat saya masih kuliah dulu. Perdebatan tentang apakah Boedi Oetomo berperan penting dalam momen tersebut ataukah justru SDI yang lebih tepat dikatakan sebagai pelopor kebangkitan nasional???

Sampai saat ini belum ketemu jawabannya yang tepat. Semua berargumen masing-masing. Dan saya yakin dalam berargumen selalu ada dasarnya.
Pada obrolan kami sekitar 5 tahun lalu tersebut, kami sepakat bahwa tonggak Kebangkitan Nasional adalah saat momen Soempah Pemoeda 1928. Dan itu lebih pas ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional, sebab ketika itu berbagai kelompok dan komponen bangsa dari berbagai kesukuan, agama dan ras bertemu dan menyatakan bahwa Indonesia adalah bangsa, tanah air dan bahasa yang satu.
Bahwa munculnya Sumpah Pemuda memang didasari pada pergerakan nasional untuk merdeka dan tidak bisa dinafikan bahwa Boedi Oetomo maupun Syarikat Dagang Islam (SDI) serta PI (Perhimpunan Indonesia) banyak mewarnai dan mendorong serta mengilhami terjadinya Kongres Pemuda II hingga ikrar Sumpah Pemuda tersebut. Akan tetapi menurut saya bahwa momen yang tepat sebagai Kebangkitan Nasional.

Namun yang lebih penting adalah bahwa sudahkah Indonesia bangkit saat ini??? Hari Kebangkitan Nasional harus dimaknai dari sekedar peringatan seremonial dengan upacara bendera semata. Harus ada langkah konkret benar-benar bangkit

Saturday, May 14, 2011

Spirit Kota Dengan Dua Nama

Nama Solo sudah sangat akrab di telinga kita. Solo merupakan salah satu kota besar di Jawa Tengah juga Indonesia, terletak di jalur strategis transportasi darat yang menghubungkan Propinsi Jawa Timur dengan DIY. Dikenal sebagai Kota Bengawan, karena berada di tepian sungai. Bengawan dalam bahasa Jawa bermakna sungai. Juga dikenal sebagai Kota Budaya karena sangat banyak terdapat peninggalan budaya nusantara, diantaranya keraton yang sampai sekarang masih berfungsi juga banyak peninggalan sastra budaya serta aneka seni budaya ada di sana.

Dikenal pula sebagai Kota Batik, sebab seni batik begitu mengakar dan membudaya di kota ini. Mulai dari proses hulu hingga hilir, mulai dari kain hingga kayu juga dibatik. Solo dikenal pula sebagai Kota Plesiran, sebab suasana malam kota ini syarat dengan plesiran terutama bagi mereka yang menyukai wisata kuliner. Dan Solo juga dikenal sebagai Kota Pergerakan, karena selain banyak diantara tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia berasal dari Solo, dan juga kota ini merupakan pusat mereka bertemu dan merancang gerakan Indonesia Merdeka.

Selain 'gelar-gelar' diatas, keunikan Kota Solo adalah kota ini adalah memiliki dua nama. Dimana keduanya sama-sama digunakan yakni Solo dan Surakarta. Mengapa demikian?

Sebagaimana catatan sejarah, bahwa karena pergolakan di dalam negeri, yakni Pemberontakan Sunan Kuning alias Geger Pecinan, Kraton Kartasura yang merupakan penerus Mataram Islam, atas perintah Raja waktu itu (Paku Boewono II) akhirnya dipindahkan ke sebuah desa yang terletak di sebelah timur sejauh 20 Km dari ibukota Kartasura. Itulah Desa Sala (dibaca sebagaimana pada kata Solok) pada tahun 1745 M. Dan sebagai sebuah upaya menghilangkan sawan (nasib buruk) yang mengikuti maka nama Kraton juga diubah menjadi Surakarta (pembalikan dari KartaSura).

Sala menjadi Solo
Karena orang pada mulanya sudah familiar dengan Desa Sala, maka banyak orang yang menyebutnya dengan Kraton Sala. Maka jadilah penyebutan itu hingga sekarang. Nama Sala (dibaca sebagaimana kata Solok) masih dipergunakan, dan nama Surakarta juga tetap dipakai. Akan tetapi entah dimulai oleh siapa dan kapan, serta karena apa pula, kata Sala berubah penulisan dan pembacaannya menjadi Solo, (dibaca sebagaimana kata bakso).

Menurut analisa awam saya, ini sebenarnya adalah sebuah kesalahan kolektif pada sebuah upaya peng-Indonesia-an kata dan pengucapan dari Basa Jawa ke Bahasa Indonesia. Karena penulisannya memakai huruf "A", tetapi pengucapannya hampir menyerupai huruf "O". Maka jadilah kata Sala menjadi ditulis Solo, untuk menyerupakan antara tulisan dengan pembacaannya. Sekali lagi ini hanyalah analisa awam kaumbiasa lho, bukan analisa pakar.

Namun terlepas dari masalah pengucapan dan penulisan nama Solo, kota ini telah tumbuh menuju sebuah kota metropolitan baru di jagad nusantara. Dengan tetap masih berupaya mempertahankan ciri khasnya sebagai kota peninggalan budaya nusantara bahkan dunia. Di kota dengan dua nama inilah, selain keberadaan Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat maupun Pura Mangkunegaran, PON (Pekan Olahraga Nasional) I dilaksanakan; Monumen Pers Nasional sebagai sebuah pengingat sejarah perjuangan pers nasional juga berdiri megah di sini; Museum tertua di Indonesia juga ada di Solo, yakni Museum Radya Pustaka.

Selain itu juga masih ada rel Kereta Api di tengah kota peninggalan jaman Belanda yang masih difungsikan sampai sekarang. Untuk urusan seni budaya, selain keberadaan Taman Budaya Surakarta, terdapat pula panggung terbuka Argo Budaya yang berada di dalam kompleks Kampus UNS yang pembangunannya kolaborasi antara UNS dengan Pura Mangkunegara.

Dan masih banyak lagi tentang Kota dengan Dua Nama ini menjadi kota yang unik dan menarik. Maka pantas dan jika kemudian Kota ini disebut sebagai spirit of Java, bahkan bagi saya pribadi dapat dikatakan sebagai the spirit of Indonesia sebab banyak hal yang ada di Indonesia ini bercikal bakal dari kota ini.

Monday, May 9, 2011

Sejarah Bis Tingkat Di Solo

Bis tingkat mulai digunakan pertama kali pada tahun 1983 atas inisiatif ibu Tien Soeharto. Pada tahun 1987 jumlah bis tingkat yang beroperasi di Kota Solo sebanyak 30 buah. Sewaktu saya masih mengenyam pendidikan di bangku SMP dulu (sekitar pertengahan dekade 90-an), jika bepergian ke arah kota Solo saya sering menggunakan moda transportasi berupa bis tingkat. Waktu itu tarifnya jauh-dekat 150 rupiah dan setahun kemudian naik menjadi 300 rupiah dan hingga menjelang kepunahannya tarifnya 1000 rupiah.
Bis tingkat ini dikelola oleh Damri. Selain Solo, beberapa kota besar lain yakni Jakarta, Surabaya dan Makassar pernah pula mengoperasikan armada angkutan darat ini. Moda transportasi ini memiliki keuntungan, yakni menghemat space jalan. Dengan jumlah penumpang yang dimuat oleh satu armada bis tingkat adalah lebih banyak dua kali lipat daripada armada bis biasa, atau kapasistas penumpang sekitar 105 orang penumpang duduk. 

Sebuah transportasi massal yang murah serta lebih ramah lingkungan, sebab dengan beberapa puluh armada bis dapat melayani penumpang dari ujung barat kota Solo hingga ujung timur (rute Kartasura – Palur pp), sehingga untuk rute tersebut tidak harus banyak memerlukan jenis angkutan umum yang lain. Selain itu, naik bis tingkat juga sebagai sarana refresing, sebab dapat menikmati suasana Kota Solo sepanjang perjalanan.

Namun sejak tahun 1997/1998, keberadaan bis tingkat mulai berkurang, salah satu penyebabnya adalah imbas krisis moneter yang melanda. Meski tahun 2000 masih ada. Istri saya yang berasal dari tlatah Bojonegoro pernah bilang bahwa merasa heran dengan keberadaan bis tingkat, sewaktu dia pertama kali menginjakkan kaki di Solo untuk melanjutkan belajarnya. Dia pernah naik dua kali katanya. Dan memang akhir tahun tersebut bis tingkat benar-benar punah dari Kota Solo.

Gambar dari sini

Monday, May 2, 2011

Hari Pendidikan Nasional

Siapa pun paham dan tahu bahwa tanggal 2 Mei adalah diperingati sebagai hari pendidikan nasional. Sejak SD sudah diajarkan dan ditanamkan serta dikenalkan hal ini.

Namun, selama ini yang namanya Hari Pendidikan Nasional adalah sebuah seremonial semata. Diperingati dengan lomba dan upacara bendera. Apakah dengan lomba dan lebih-lebih upacara bendera, mutu dan kualitas pendidikan menjadi lebih baik? Apakah bisa menjadikan biaya pendidikan menjadi murah?

Bangsa ini masih menjadi bangsa seremonial semata. Jangankan hari Pendidikan Nasional, yang namanya sadar K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) saja dilakukan dengan upacara bendera. Lha apa hubungane jal?

Bangsa ini masih belum melihat bahwa pendidikan adalah investasi masa depan. Menanam modal pendidikan demi kemajuan bangsa kelak masih menjadi sesuatu yang berat dilakukan. Ataukah memang para pemimpin negeri ini ingin demikian sehingga rakyat tetep bodoh sehingga gampang diapusi?

Tuesday, April 26, 2011

Sub Terminal Agribisnis

Indonesia adalah negara agraris. Setidaknya ada 51% atau sekitar 26 juta KK adalah petani, demikian data Deptan menyebutkan. Sektor pertanian adalah sektor penyumbang PDRB terbesar ketiga di Indonesia, setelah sektor industri pengolahan dan sektor jasa hotel-restoran. Sektor ini merupakan penopang dan penyumbang PDRB terbesar di Kabupaten Magelang yakni mencapai 30,82% pada tahun 2007.
Meski demikian, keadaan ini belum mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Sebagian besar petani kita adalah petani gurem yang mendiami kawasan pedesaan dataran rendah dan tinggi. Permasalahan utamanya adalah terkendala pada proses pemasaran.

Pemasaran hasil sebagai faktor penentu keberhasilan sebuah usaha masih menjadi kendala utama bagi petani kita. Posisi petani dalam rantai tata niaga (pemasaran) sangat lemah.
Beberapa sebab yang menjadikan lemahnya posisi petani dalam rantai tata niaga adalah pertama, market share (pangsa pasar) petani relatif terbatas, sehingga petani hanya akan bertindak sebagai penerima harga, bukan penentu harga. Kedua, komoditas yang dihasilkan umumnya cepat rusak, sehingga mengharuskan untuk menjualnya secepat mungkin. Ketiga, lokasi produksi yang relatif terpencil sehingga kesulitan akses transportasi pengangkutan hasil produksi.

Faktor keempat adalah kurangnya informasi harga, kualitas dan kuantitas yang diinginkan oleh konsumen, sehingga membuat petani dengan mudah diperdaya oleh lembaga-lembaga pemasaran yang berhubungan langsung dengan petani. Kelima, kebijakan pemerintah masih jauh dari menguntungkan petani. Kebijakan-kebijakan yang ada lebih menguntungkan mereka-mereka yang terlibat dalam rantai tata niaga ketimbang petani. Dan faktor kelima inilah yang selalu dipandang menjadi biang keladi miskinnya kaum tani.

Melihat hal demikian itu, banyak kalangan yang terus mendesak pemerintah agar membuat kebijakan yang dapat menguntungkan petani. Dan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, pendekatan kebijakan berupa kelembagaan pasar lelang mulai digunakan sebagai sebuah upaya pengembangan produsen (petani), yakni dengan Sub Terminal Agribisnis (STA). Pemasaran yang terjadi di STA diharapkan lebih efisien dibandingkan dengan pemasaran di pasar-pasar biasa. Kegiatan jual beli yang berlangsung di STA terjadi antara penjual produk hortikultura sayuran dataran tinggi dalam hal ini produsen (petani) atau pedagang pengumpul dengan pembeli baik pedagang besar maupun konsumen dengan cara negosiasi (tawar menawar)dengan patokan harga dari petani, sehingga diharapkan petani tidak dirugikan.

Pola pendekatan kebijakan ini memang cukup signifikan bagi pengembangan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan petani. Kebutuhan pasar bagi produk-produk pertanian (holtikultura) akan tertampung dan terpasarkan. Lokasi STA yang relatif strategis dan dapat dijangkau dengan mudah bagi penjual (petani) dan pembeli. Dengan sistem pengelolaan yang sederhana dan tanpa campur tangan pihak luar, menjadikan mata rantai birokrasi menjadi efisien.

Selain itu, dengan model STA ini petani selaku penjual dapat membuat margin (patokan) harga terhadap produk mereka. Sehingga, kesejahteraan petani akan lebih meningkat.
Tulisan ini merupakan cuplikan dari tulisan saya di HU Suara Merdeka, 23 April 2009, pada kolom Wacana Lokal