Tuesday, December 18, 2018

Dana Traha: Komplek Pemakaman Kesultanan Bima

Komplek pemakaman Dana Traha adalah salah satu kawasan pemakaman raja-raja Kesultanan Bima dan keturunannya. Lokasinya berada di puncak bukit yang menghadap ke Teluk Bima. Letaknya tepatnya di Kampung Dara, Keluarahan Paruga Kecamatan Rasanae Barat, Kota Bima. Komplek pemakaman kesultanan Bima yang lain antara lain adalah di Komplek Tolobali; komplek Sebelah barat Masjid Agung Sultan Muhammad Salahudin; Komplek Bata di Pane.

Dana Traha secara harfiah bermakna tempat istirahat. Di sinilah kompleks peristirahatan keluarga Kesultanan Bima. Meskipun ini kompleks pemakaman namun jauh dari kesan angker. Dari tempat ini dapat melihat pemandangan Kota Bima dan Teluk Bima dari ketinggian. Dan di masa lalu, pada sekitar abad X Masehi, tempat ini juga difungsikan sebagai tempat bermusyawarah para pemimpin Bima dalam melahirkan kerajaan Bima.

Sultan Abdul Kahir, adalah salah yang dimakamkan di sini. Sultan Abdul Kahir adalah Sultan Bima I dan merupakan pembawa agama Islam masuk ke tanah Bima. Beliau wafat pada 1640 Masehi. Dalam catatan sejarah yang berhasil didapatkan dari berbagai sumber, Sang Sultan ini pernah bersengketa dengan pamannya dan akhirnya meninggalkan istana. Kemudian beliau menikahi seorang puteri Makassar, bernama Karaeng Kasuruang yang melahirkan Sultan Abdul Kahir Sirajudin. Sultan Abdul Kahir Sirajudin juga dimakamkan di tempat ini.

Di komplek Daha Traha ini ada sebuha makan yang tertutup tembok tebal seperti terowongan pendek. Ini adalah makam Perdana Menteri Abdul Samad Ompu Lamani yang wafat pada 1701 M. Pada saat ditanyakan kepada penjaga, mengapa dibentuk sedemikian rupa, penjaga tidak mengetahui secara pasti mengapa makam Perdana Menteri ini dibuat seperti itu.


Di Daha Traha ini tidak nampak makam Sultan Muhammad Salahudin, Sultan Bima terakhir sebelum Kesultanan Bima bergabung dengan Indonesia. Sultan Muhammad Salahudin adalah Sultan Bima yang paling terkenal ini juga salah satu tokoh yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Maklumatnya yang terkenal dengan Maklumat 22 November 1945. Beliau meninggal pada usia 64 tahun pada 11 Juni 1951 (Kamis, 7 Syawal 1370 Hijriah). Dan dimakamkan di Jakarta.

Sultan Bima yang dimakamkan di sini adalah Sultan Abdul Kahir II yang wafat pada 2001 lalu. Makam paling ujung dan paling baru dengan ditutup sangkar kayu berukir. Sultan Abdul Kahir II adalah generasi ke empat abad penerus Kesultanan Bima setelah generasi pertama Kesultanan Bima ini didirikan.

Dari berbagai Sumber
Foto adalah Koleksi Pribadi

Friday, November 16, 2018

Tugu Khatulistiwa: Garis Nol Bumi

Tugu Khatulistiwa adalah titik nol bumi. Terletak di Jalan Khatulistiwa, Pontianak Utara, Kota Pontianak. Sekitar 3 Km dari pusat Kota Pontianak. Tidak jauh dari Jembatan Sungai Kapuas, berada di sebelah kiri jalan.

Dalam catatan yang terdapat di dalam gedung monumen, yang disebutkan bahwa berdasarkan pada catatan dari V. en. W oleh Opzichter Wiese dikutip dari Bijdragen tot de geographie dari Chef van den Topographischen dienst in Nederlandsch-Indie: Den 31 sten Maart 1928, bahwa telah ada suatu ekspedisi internasional yang dipimpin oleh ahli geografi berkebangsaan Belanda untuk menentukan titik garis equator di Kota Pontianak. 

Tonggak tersebut dibuat dengan konstruksi sebagai berikut:
  • Tugu pertama dibangun pada 1928 berbentuk tonggak dengan anak panah
  • Pada tahun 1930 disempurnakan berbentuk tonggak dengan lingkaran dan anak panah
  • Pada tahu 1938 dibangun kembali dengan penyempurnaan oleh arsitek Silaban. Dan tugu asli tersebut dapat dilihat sekarang ini di bagian dalam monumen. Tugu dibuat dari 4 buah tonggak kayu bulian (kayu besi) dengan diameter 0,3 meter, dengan ketinggian 3,05 meter, dan tonggak di bagian belakang tempat lingkaran dan anak panah penunjuk arah setinggi 4,4 meter.
  • Pada tahun 1990, direnovasi dengan pembuatan kubah (monumen) untuk melindungi tugu asli serta ada pembuatan duplikat dengan ukuran 5 kali dari besar tugu yang asli. Diresmikan pada 21 September 1991.
Tugu dibuat dari 4 buah tonggak kayu bulian (kayu besi) dengan diameter 0,3 meter, tinggi 3,05 meter. Terdapat lingkaran dan anak panah penunjuk arah setinggi 4,4 meter. Diameter lingkaran yang ditengahnya terdapat tulisan EVENAAR (dalam bahasa Belanda bermakna Equator) sepanjang 2,11 meter. Panah penunjuk arah panjangnya 2,15 meter.

Pada bulan Maret 2005, tim Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melakukan uji dengan metode terestrial dan ekstraterestrial dengan menggunakan GPS dan stake-out. Hasilnya, mengoreksi titik nol khatulistiwa. Posisi tugu saat ini berada di 0 derajat 0 menit 3,809 detik lintang utara. Sementara 0 derajat 0 menit 0 detik berada di 117 meter dari tugu yang sekarang ke arah Sungai Kapuas. Posisi tersebut saat ini ditandai dengan tonggak pipa.







disarikan dari berbagai sumber.
foto adalah koleksi pribadi, diambil pada 12 November 2018

Sunday, September 30, 2018

Pasar Kota Bojonegoro

Pasar Kota Bojonegoro adalah salah satu pasar tradisional yang ada di Bojonegoro. Pasar kota Bojonegoro terletak di pusat kota, di dekat alun-alun. Tepatnya di Jalan Trunojoyo, Ledok Kulon, Kadipaten, Kecamatan Bojonegoro Kota, Kabupaten Bojonegoro.

Seperti halnya pasar tradisional lain, di sini banyak pedagang yang menggelar dagangan beraneka jenis dagangan. Berikut ini video blusukan ke pasar kota Bojonegoro.


catatan: Video adalah koleksi pribadi

Friday, September 28, 2018

Kelas dan Sub Kelas di Kereta Api

Bagi masyarakat yang menggunakan kereta api, saat ini telah cukup banyak renovasi dan inovasi yang dilakukan oleh pengelola perkertaapian kita. Salah satunya adalah keberadaan Kelas dan Sub Kelas. Lalu apa yang membedakan? Berikut ini adalah penjelasannya. Silakan disimak.
Kelas Kerata Api
Berdasarkan jenis kelasnya, kereta api terbagi atas 3 (tiga) kelas yakni Kelas Eksekutif; Kelas Bisnis dan Kelas Ekonomi. Ketiganya saat ini telah dilengkapi dengan pendingin ruangan atau AC juga telah ada larangan untuk merokok di dalam gerbong serta ketiadaan pedagang asongan. Selain itu juga mulai diberlakukan pengecekan tiket dengan identitas penumpang untuk memastikan dan menjamin keamanan dan kenyamanan penumpang.

Perbedaan Kelas di Kereta Api
Hal-hal yang secara umum membedakan antar kelas dalam pelayanan kereta api adalah sebagai berikut ini;

  • Harga tiket. Harga tiket kelas eksekutif jauh lebih mahal dibandingkan kelas bisnis atau ekonomi.
  • Fasilitas. Fasilitas kereta api eksekutif biasanya disediakan selimut dan bantal secara gratis. Kualitas AC dan hiburan di dalam gerbong tentunya lebih baik dibandingkan kelas bisnis maupun ekonomi.
  • Tempat duduk. Kereta api kelas eksekutif dan bisnis adalah 2 - 2, sedangkan kelas ekonomi tempat duduknya disusun 2 - 3 atau bahkan 3 -3 yang biasanya juga saling berhadapan. Sehingga kaki susah bergerak. Sandaran tempat duduk kelas ekonomi juga lebih keras dibandingkan kelas bisnis maupun eksekutif. Meskipun pada saat ini telah ada beberapa kereta api kelas ekonomi yang fasilitas tempat duduknya sudah mirip kelas bisnis bahkan kelas eksekutif.
  • Waktu tempuh. Kereta api eksekutif memiliki waktu tempuh yang lebih cepat, karena hanya berhenti di stasiun-stasiun besar saja.
  • Stasiun dan fasilitasnya. Stasiun yang disinggahi kelas eksekutif dengan kelas bisnis dan ekonomi di banyak daerah selalu dibedakan. Fasilitasnya juga tidak sama.
Mulai April 2013, PT Kerata Api Indonesia menerapkan sistem sub kelas. Sub Kelas adalah zona tempat duduk dalam kereta api. Sub kelas ini diterapkan pada semua kelas kereta api. Sebenarnya tidak ada perbedaan fasilitas antar sub kelas. Namun sub kelas ini membedakan harga tiket.

Berikut ini penjelasan Sub Kelas di Kereta Api;
  • Eksekutif: A, H, I, J, X. Sub kelas A memiliki tarif tertinggi sedangkan sub kelas X adalah umumnya tarif promo
  • Bisnis: B, K, N, O, Y. Sub Kelas B adalah tarif tertinggi sedangkan sub kelas Y adalah tarif promo.
  • Ekonomi Komersial: C, P, Q, S, Z. Sub kelas C adalah bertarif paling tinggi sedangkan sub kelas S adalah tarif terendah, dan sub kelas Z adalah tarif promo.
Memang tidak ada perbedaan fasilitas, akan tetapi sub kelas tertinggi (tarif termahal) biasanya memiliki posisi yang menguntungkan yakni di gerbong tengah dari rangkaian kereta api sehingga penumpang dapat naik dan turun dengan lebih mudah karena biasaya dekat dengan pintu keluar masuk stasiun. Sub kelas tertinggi biasanya juga dekat dengan gerbong makan, sehingga penumpang mudah memesan makanan dan minuman. Dan biasanya gerbong tengah lebih nyaman karena tidak terlalu mengalami goncangan.

Gambar adalah koleksi pribadi 

Sunday, September 2, 2018

Masjid Jami' Keraton Sambas

Masjid Jami' Keraton Sambas adalah masjid yang berada di komplek Istana Alwatzikhoebillah Keraton Kesultanan Sambas. Masjid ini nama resminya adalah Masjid Jami' Sultan Muhammad Syafi'oeddin II. 

Masjid Jami' ini awalnya adalah rumah sultan yang dijadikan mushala. Dibangun oleh Sultan Umar Aqomuddin (1702 - 1727 M). Kemudian oleh Sultan Muhammad Syafi'oeddin dikembangkan menjadi masjid besar (jami'). Pada bagian dalam, jumlah tiang bagian tengah berjumlah delapan yang bermakna pendirinya adalah Sultan kedelapan.

Dibangun dengan bahan baku kayu bulian dengan dilengkapi ukiran khas Melayu Sambas. Diresmikan pada 10 Oktober 1885 M. Dan ini adalah masjid tertua di Kalimantan Barat.







Friday, August 31, 2018

Istana Alwatzikhoebillah Kesultanan Sambas

Sambas adalah salah satu kabupaten di Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Serawak, Malaysia Timur. Di sini terdapat sebuah peninggalan bersejarah, yakni Istana Alwatzikhoebillah dan Masjid Jami' Sultan Muhammad Syafi'oeddin II.

Kerajaan Sambas dulunya adalah kerajaan Hindu, kemudian berubah menjadi Kesultanan Islam. Diperkirakan berdiri pada 1671 dan Raden Sulaiman (anak Sultan Tengah, anak Sultan Brunai) adalah Sultan Sambas pertama. Sebelum hijrah ke Lubuk Madung, Raden Sulaiman tinggal di kota lama (Pusat Kerajaan Sambas) bersama Mas Ayu Bungsu, istrinya, (putri Ratu Sepudak, Penguasa Kerajaan Sambas). Memilih pindah ke Lubuk Madung untuk kemudian membangun wilayah ini dan mendirikan istana, karena Lubuk Madung merupakan daerah subur dan strategis karena merupakan pertemuan tiga sungai, yakni Sungai Subah, Sungai Sambas Kecil dan Sungai Teberau.

Istana yang didirikan oleh Raden Sulaiman, yang kemudian bergelar Sultan Muhammad Shafiudin I dinamai dengan Alwatzikhoebillah. Namun istana yang dapat kita lihat sekarang ini adalah dibangun pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiudin, sultan kelima belas Kesultanan Sambas. Pembangunannya relatif singkat, hanya 2 tahun (1933 -1935) dengan biaya 65.000 gulden pinjaman dari Kesultanan Kutai Kertanegara.




Simak Video Berikut ini untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Istana Kesultanan Sambas



Friday, August 17, 2018

Puasa Arafah

Puasa Arafah adalah puasa sunnah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini sangat dianjurkan sesuai sabda Rasulullah SAW berikut ini:

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الَّذِيْ قَبْلَهُ وَالَّتِيْ بَعْدَهُ

Rasulullah SAW bersabda, “Puasa pada hari Arafah bisa menghapus (dosa) setahun yaitu tahun yang sebelum dan sesudahnya,” (HR Muslim).

Adapun perihal hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah ini kerap menjadi perbincangan di tengah masyarakat. Sebagian masyarakat menganggap tanggal 9 Dzulhijjah jatuh pada peristiwa wuquf jamaah haji di Arab Saudi. Sementara sebagian masyarakat menganggap tanggal 9 Dzulhijjah jatuh pada hari kesembilan setelah penetapan awal bulan Dzulhijjah.

Masalah ini pernah diangkat dalam bahtsul masail pada Forum Muktamar Ke-30 NU di Pesantren Lirboyo, Kediri, November 1999 M. Peserta forum Muktamar NU saat itu dihadapkan pada kenyataan di mana waktu di Indonesia lebih cepat kira-kira 4-5 jam dari waktu Saudi Arabia. Dengan demikian, waktu sahur atau buka puasa bagi Muslimin di Indonesia lebih cepat kira-kira 4-5 jam.

Pertanyaannya kemudian adalah puasa sunnah hari ‘Arafah bagi kaum Muslimin yang tidak sedang melakukan ibadah haji, apakah karena peristiwa wuquf atau karena kalender bulan Hijriyah?

Forum muktamar NU ketika itu menjawab bahwa puasa yang dilakukan adalah karena yaumu ‘Arafah yaitu pada tanggal 9 Dzulhijjah berdasarkan kalender negara setempat yang berdasarkan rukyatul hilal. Mereka mengutip antara lain Kitab Futuhatul Wahhab karya Syekh Sulaiman Al-Jamal. 

وَقَدْ قَالُوا لَيْسَ يَوْمُ الْفِطْرِ أَوَّلَ شَوَّالٍ مُطْلَقًا بَلْ يَوْمَ يُفْطِرُ النَّاسُ وَكَذَا يَوْمُ النَّحْرِ يَوْمَ يُضَحِّي النَّاسُ وَيَوْمُ عَرَفَةَ الَّذِي يَظْهَرُ لَهُمْ أَنَّهُ يَوْمُ عَرَفَةَ سَوَاءٌ التَّاسِعُ وَالْعَاشِرُ لِخَبَرِ الْفِطْرُ يَوْمَ يُفْطِرُ النَّاسُ وَالْأَضْحَى يَوْمَ يُضَحِّي النَّاسُ رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ وَفِي رِوَايَةٍ لِلشَّافِعِيِّ وَعَرَفَةُ يَوْمَ يَعْرِفُ النَّاسُ وَمَنْ رَأَى الْهِلَالَ وَحْدَهُ أَوْ مَعَ غَيْرِهِ وَشَهِدَ بِهِ فَرُدَّتْ شَهَادَتُهُ يَقِفُ قَبْلَهُمْ لَا مَعَهُمْ وَيُجْزِيهِ إذْ الْعِبْرَةُ فِي دُخُولِ وَقْتِ عَرَفَةَ وَخُرُوجِهِ بِاعْتِقَادِهِ

Artinya, “Para ulama berkata, ‘Hari raya fitri itu bukan berarti awal Syawwal secara mutlak, (namun) adalah hari di mana orang-orang sudah tidak berpuasa lagi, demikian halnya hari nahr adalah hari orang-orang menyembelih kurban, dan begitu pula hari Arafah adalah hari yang menurut orang-orang tampak sebagai hari Arafah, meski tanggal 9 dan 10 Dzulhijjah, mengingat hadits, ‘Berbuka (tidak puasa lagi) yaitu hari orang-orang tidak berpuasa dan Idul Adha adalah hari orang-orang menyembelih kurban,’ (HR Tirmidzi, dan ia shahihkan). Dalam riwayat Imam Syafi’i ada hadits, ‘Hari Arafah adalah hari yang telah dimaklumi oleh orang-orang.’ Barangsiapa melihat hilal sendirian atau bersama orang lain dan ia bersaksi dengannya, lalu kesaksiannya itu ditolak, maka ia harus wuquf sebelum orang-orang, tidak  boleh wuquf bersama mereka, dan wuqufnya mencukupi (sebagai rukun haji). Sebab yang menjadi pedoman perihal waktu masuk dan keluarnya hari Arafah adalah keyakinannya sendiri,” (Lihat Sulaiman bin Manshur Al-Jamal, Futuhatul Wahhab bi Taudhihi Fathil Wahhab, (Mesir, At-Tujjariyah Al-Kubra: tanpa catatan tahun), jilid II, halaman 460).

Dari keterangan ini kita menyimpulkan bahwa hari puasa sunnah Arafah jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah yang penetapan awal bulannya didasarkan pada aktivitas rukyatul hilal pada negeri tersebut, bukan pada hari di mana para jamaah haji melakukan wuquf di bukit Arafah, Arab Saudi.

Sumber: http://www.nu.or.id/post/read/94478/puasa-arafah-pada-9-dzulhijjah-di-tanah-air-atau-pada-hari-wuquf-di-tanah-suci 

Saturday, July 7, 2018

Serabi Ketan Bojonegoro

Serabi ketan khas Bojonegoro memiliki rasa khas, yakni rasa asin gurih. Kuahnya ada yang menggunakan susu atau menggunakan santan. Ada pula yang disajikan bersama ketan dengan parutan kelapa. Menjadikan ini lebih gurih. Jika ingin sensasi pedas, maka biasanya ada sambal khusus yang terbuat dari serbuk kedelai sebagai teman menikmati serabi. Biasanya akan sangat cocok jika dikonsumsi dengan kopi hitam klotok. Terasa nikmat.

Sajian ini banyak dijumpai di Bojonegoro. Banyak pedagang serabi yang menjajakan dagangannya di pagi hari. Dan biasanya mulai ramai menjelang pagi, sekitar pukul 5:30 WIB. Rata-rata penjual menyebutkan pada pukul 8 atau 9 pagi dagangan mereka telah habis.

Cukup dengan Rp. 3.000 sampai Rp. 5.000 kita telah bisa menikmati sajian khas Bojonegoro ini. Dimasak secara tradisional dengan bahan bakar kayu dan wajan terbuat dari tanah liat menjadikan rasanya khas.

Salah seorang pedagang serabi di kawasan Jalan Soetomo menyebut bahwa modal mereka berjualan adalah Rp. 200.000 dan keuntungannya mencapai 100%.

Berikut ini video Proses Pembuatan Serabi Ketan khas Bojonegoro


Monday, June 25, 2018

Makna Ketupat dalam Perayaan Hari Raya Idul Fitri

Dalam perayaan Hari Raya Idul Fitri di Nusantara atau seringkali disebut Lebaran, selalu identik dengan keberadaan ketupat. Ketupat adalah dikenal sebagai makanan berbahan baku beras yang dimasak dengan dibungkus anyaman daun kelapa yang masih muda (Jawa: Janur).

Menurut H.J. de Graaf (sejarawan Belanda yang menulis tentang sejarah Jawa), dalam Malay Annal menyebut bahwa ketupat adalah simbol perayaan hari raya Islam pada masa pemerintahan Demak pada abad XV. De Graaf menduga kulit (slongsong) ketupat dibuat dari janur yang berfungsi sebagai identitas budaya pesisir yang banyak ditumbuhi pohon kelapa. Warna kuning janur dimaknai oleh De Graaf sebagai upaya masyarakat Jawa untuk membedakan dengan warna hijau dari Timur Tengah dan merah dari Asia Timur (diolah dari historia.id).

Adalah Raden Mas Said atau yang dikenal dengan Sunan Kalijaga yang memasukan dan memperkenalkan 2 (dua) momen perayaan dalam Idul Fitri, yang disebut dengan Bakda (baca: bakdo seperti kata Solok) Idul Fitri dan Bakda Kupat atau Kupatan. Bakda Kupat dilakukan 7 hari setelah Idul Fitri atau tepatnya adalah setelah selesai melaksanakan Puasa Sunah Syawal 6 hari atau pada tanggal 8 Syawal.



Perayaan Bakda Kupat sendiri dalam banyak catatan dan referensi sebenarnya adalah sebagai upaya Kanjeng Sunan Kalijaga dalam memaknai budaya yang telah ada yakni Pemujaan terhadap Dewi Sri yang merupakan dewi tertinggi dan paling dipuja masyarakat agraris terutama di tanah Jawa sejak zaman Majapahit dan Pajajaran. Dimana dalam rangka desakralisasi dan demitologi, maka Dewi Sri tidak lagi dipuja namun diletakkan dan dimaknai dengan perlambang dalam bentuk momen perayaan Bakda Kupat sebagai ucapan syukur kepada ALLAH SWT. Bersyukur telah menyelesaikan puasa Ramadhan dan bersyukur telah menuntaskan Puasa Syawal 6 Hari serta ungkapan syukur atas nikmat kesuburan dan limpahan rezeki-Nya.

Dalam filosofi masyarakat Jawa, sebagaimana dikutip dari Kamus Pepak Basa Jawa karya Slamet Mulyono ketupat berasal dari kata KUPAT. Sebagaimana kebiasaan masyarakat Jawa dalam filosofisnya maka kupat adalah parafrase dari Ngaku Lepat (Indonesia: mengaku salah) dan Laku Papat (Indonesia: empat tindakan).

Laku Papat atau Empat Tindakan pada saat perayaan Idul Fitri adalah (1) Lebaran; (2) Leburan; (3) Luberan dan (4) Laburan.

Lebaran. Berasal dari Bahasa Jawa, Lebar yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah telah selesai. Lebaran dimaknai adalah telah selesainya pelaksanaan Puasa Ramadhan sebulan penuh.

Leburan. Berasal dari Bahasa Jawa, Lebur yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah habis; hilang. Leburan dimaknai setelah Puasa Ramadhan menyucikan diri maka dosa manusia telah lebur dan pada Idul Fitri, manusia kembali ke kesucian lagi. Dosa dengan manusia dilebur dengan permohonan maaf yang di dalam masyarakat Jawa dilakukan dengan Sungkeman sebagai perwujudan dalam Ngaku Lepat kepada sesama manusia.

Luberan. Berasal dari Bahasa Jawa, Luber yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah melimpah; tumpah. Bagi yang rezekinya luber atau melimpah maka harus ditumpahkan kepada yang membutuhkan. Itulah pada menjelang perayaan Idul Fitri, pada akhir bulan Ramadhan diwajibkan Zakat Fithrah.

Laburan. Berasal dari Bahasa Jawa, Labur yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah kapur. Kapur itu warnanya putih dan bisa digunakan menjernihkan air. Maknanya adalah setelah selesai Puasa Ramadhan maka hati manusia harus putih dan kembali jernih serta selalu menjaga kesuciannya itu lahir dan batin.

Salah satu implementasi dari Laku Papat ini adalah pada saat Idul Fitri manusia itu Ngaku Lepat. Pelaksanaan dari Ngaku Lepat adalah SungkemanSungkeman memberikan makna dan pelajaran untuk menghormati orang tua, bersikap rendah hati dan mengakui salah serta meminta maaf dari orang lain khususnya orang tua.

Kulit ketupat atau dalam bahasa Jawa sering disebut dengan slongsong dibuat dari Janur. Janur adalah daun kelapa yang masih muda dan berwarna kuning. Dalam filosofi masyarakat Jawa, Janur dimaknai sebagai Jatining Nur atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Hati Nurani. Ada yang menyebut, Janur berasal dari Bahasa Arab, Ja'an Nur yang diartikan telah datang cahaya.

Bentuk ketupat itu persegi empat dimaknai sebagai kiblat papat,  dan masih ada janur yang disisakan pada ujungnya, dimaknai kalima pancer. Maka dikenal dalam filosofi masyarakat adalah Kiblat Papat Kalima Pancer.

Kiblat papat adalah penjuru mata angin utama; utara, timur, barat dan selatan. Kalima pancer dimaknai sebagai pusat. Jadi ini dimaknai sebagai bahwa apapun yang dilakukan manusia maka pasti kembali pada pusatnya kembali dan untuk itu tidak poleh melupakan pancer kiblat yakni arah kiblat shalat.



Ketupat dianyam dengan cukup rumit namun rapat. Hal ini dimaknai bahwa meskipun rumit atau kompleksnya kehidupan harus tetap melekatkan silaturahmi dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Isi ketupat adalah beras. Ini melambangkan nafsu duniawi. Jadi nafsu itu harus dibungkus dengan rapat meskipun upaya untuk melakukannya mengalami kerumitan atau kesulitan tersendiri namun harus tetap dilakukan.

Disarikan dari berbagai Sumber
Gambar Infografis Filsofi Kupat dari ahmadbinhanbal.wordpress.com. Gambar ketupat dari google.com 

Sunday, June 3, 2018

Masjid Tegalsari, Surakarta

Masjid Tegalsari, Surakarta didirikan oleh KH Ahmad Shofawi pada tahun 1928 dan diresmikan pada 1929 Masehi. Masjid dengan luas bangunan 357 Meter persegi ini berdiri di atas tanah seluas 2.000 meter persegi. 

Arsitekturnya menyerupai Masjid Demak dan Masjid Agung Kasunanan Surakarta. Desainnya dirancang oleh KH Raden Muhammad Adnan. Seorang kelahiran Kauman, Solo 16 Mei 1889, dan merupakan anak dari Kanjeng Penghulu Tafsir Anom V, seorang ulama bangsawan dan abdi dalem krateo Kasunanan Surakarta. Muhammad Adnan ini tidak lain adalah menantu KH Ahmad Shofawi, karena beliau menikah dengan Siti Maimunah, putri kedua KH Ahmad Shofawi. KH Ahmad Shofawi adalah seorang saudagar batik di Laweyan, Surakarta yang dermawan.

Dalam pembangunannya, sebagaimana dikisahkan oleh KH Abdul Rozaq Shofawi, Pengasuh Pondok Pesantren Al Muayyad, Surakarta, menceritakan bahwa pembangunan Masjid Tegalsari ini oleh 40 Punggawa Putih. Artinya, karena tukang bangunnya disyaratkan puasa mutih 40 hari. Selain itu, ada syarat lain untuk membangun masjid ini, yakni (1) dilarang mencari dana keluar (prinsip mandiri), dan bila ada dermawan yang memberi bantuan supaya diterima; (2) harus menggunakan material yang suci dan halal.




Masjid Tegalsari ini mempunyai bangunan utama, serambi kanan dan serambi kiri. Di ruang utama masjid, terdapat 4 pilar atau saka guru yang terbuat dari kayu jati. Serambi kanan berada di sebelah utara, disebut sebagai pawestren, ini merupakan permintaan khusus dari Nyai Hj. Shofawi untuk dibuatkan ruang khusus jamaah perempuan untuk melakukan i'tikaf dan shalat jama'ah.




Lantai pada ruang utama dan pawestren menggunakan batu marmer yang dijadikan pembatas dengan ruang lainnya. Serambi sebelah kiri digunakan sebagai ruang yang ada bencet-nya. Bencet tersebut merupakan jam matahari yang dibuat oleh KH Achmad Al-Asy'ari, seorang ulama Tegalsari yang mahir ilmu falak pada masanya.

Masjid Tegalsari memiliki bedug yang merupakan bedug yang terbuat dari kayu utuh tanpa sambung dan ini adalah terbesar kedua setelah bedug yang berada di Masjid Agung Darul Muttaqin, Purworejo. Panjangnya 17 cm; diameter utamanya 148 cm dan diameter kanan dan kiri 127 cm.

Sampai sekarang masjid ini masih berdiri kokoh dan belum pernah direnovasi sejak didirikan. Artinya sudah 87 tahun masjid yang berada di Jalan Dr. Wahidin No. 34, Kelurahan Bumi, Kecamatan Laweyan, Surakarta ini berdiri.

Terdapat prasasti yang di bagian barat Masjid Tegalsari yang ditulis dalam tulisan Jawa berbahasa Jawa dan Bahasa Indonesia. 





Catatan: Foto merupakan koleksi pribadi. diambil pada 29 Januari 2017 dan 03 Juni 2018

Wednesday, March 7, 2018

Rel Kereta Api Membelah Kota Solo

Ini merupakan satu-satunya di Indonesia. Kendaraan (mobil dan motor bahkan sepeda) dapat berjalan berdampingan dengan kereta api tanpa jarak dan batas. Bener-benar dekat jaraknya. Adalah rel kereta api yang membelah kota Solo, menghubungkan Stasiun Purwosari (Solo) dengan Stasiun Wonogiri.


Jalur kereta api ini dibangun pada 1922 oleh pemerintahan kolonial Belanda, menghubungkan Solo sampai Baturetno. Namun semenjak, Waduk Gajah Mungkur beroperasi, rel kereta hanya sampai di Wonogiri saja.



Saat ini rel kerata api ini difungsikan untuk feeder kereta Senja Bengawan dari Wonogiri dan Kereta Batara Kresna jurusan Solo-Wonogiri. Dulu pada tahun 2000 pernah dioperasikan kereta wisata Punakawan dan pada tahun 2008 pernah dioperasikan Kereta Uap Jaladara dengan sistem sewa untuk rombongan.




Wednesday, January 31, 2018

Masjid Agung Baiturrahman, Ngawi

Masjid Agung Baiturahman, Ngawi ini didirikan pada 1879 M atau tanggal 10 Besar Tahun Be atau tanggal 10 Dzulhijah 1296 H oleh Raden Mas Tumenggung Brotodiningrat, Bupati Ngawi VI. Data-data menyebutkan, sebagaimana bersumber pada prasasti yang terukir pada bagian atas pintu masuk dari ruang serambi ke ruang utama yang menghadap ke timur dalam tulisan huruf Arab berbahasa Jawa. Prasasti ini terbuat dari papan kayu jati.

Masjid yang berada di pusat kota Ngawi, di sebelah barat alun-alun ini telah beberapa kali mengalami renovasi, hingga bentuknya yang seperti sekarang ini. Salah satunya adalah pada tahun 1986 yang merenovasi besar-besaran oleh Bupati Ngawi, Soelardjo. Pada masa Soelardjo pula, masjid ini diberikan nama Baiturrahman.

Di Masjid Agung Baiturrahman Ngawi ini banyak ditemukan prasasti. Ditengarai, selain sebagai pengingat, prasasti ini juga sebagai hiasan sebagaimana ketika melihat gaya simetris yang tertuang dalam pahatan berlubang untuk lafadz “Bismillahirrahmanirrahiim” berupa unggas di kanan dan kiri bagian pinggir yang tentu saja menjadikan tulisannya yang satu terbalik, begitu juga halnya dengan tulisan “Muhammad” pada bagian tengah kanan dan kiri.



Kecuali prasasti yang menyatakan oleh siapa dan kapan masjid didirikan, terdapat pula prasasti yang terukir pada papan tebal kayu jati di atas lengkung gawang masuk ke Mimbar yang juga berukir dan terbuat dari kayu jati. Prasasti yang bertuliskan huruf Arab dan menghadap ke timur ini merupakan ‘pengingatan pembuatan mimbar pada Sabtu Pon tanggal 17 Jumadil awal 1810, bertepatan dengan tanggal 16 April 1881 Masehi atau tanggal 16 Jumadil awal 1298 Hijriah.
Masih pada mimbar ini, di bagian belakang menghadap ke barat di belakang tempat duduk, tertulis prasasti yang terukir dengan huruf Arab berbahasa Jawa yang berarti Pengingatan penyelesaian pembuatan mimbar pada hari Sabtu Pahing tanggal 18 bulan Romadhon tahun Jimakhir 1298 tanggal 12/13 Agustus 1881.
Masih ada lagi satu prasasti pada logam tembaga yang berada di mustaka masjid atau hiasan yang dipasang dpuncak paling tinggi atap masjid. Tulisan yang juga merupakan ukiran dengan huruf Arab dan berbahasa Jawa itu terdapat pada bagian dalam dari Mustaka Tulisan itu bermakna “Pengingatan dinaikannya mustaka hari Jumat Kliwon saat jam 4 sore tanggal 1 Syawal tahun Jimakhir 1298 atau tanggal 26 Agustus 1881. Yang membuat mustaka Kanjeng Brotodiningrat. Urunan dari parandawa 1421 kurang dari 155). Lengkapnya tanggal/bulan dan tahunnya adalah 26 Agustus 1881 Masehi; 30 Romadhon 1298 H; 1 Syawal 1810 tahun Jawa Jimakir”.

Catatan: Foto adalah koleksi pribadi, diambil pada 21 September 2017