Sebagian besar daerah di Indonesia rentan terhadap perubahan iklim,
baik yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti penebangan hutan,
penggunaan alat-alat yang menghasilkan karbon tinggi.
Ataupun gejala alam seperti erupsi gunung berapi maupun el nino dan
el nina di lautan, radiasi sinar matahari, maupun tekanan tektonik dari
dalam bumi dan proses biologis.
Hal ini disebabkan daerah di Indonesia memiliki topografi pegunungan
dan dikelilingi gunung api serta lautan yang luas sehingga menjadi
wilayah yang memiliki kerentanan tinggi terhadap perubahan iklim.
Salah satu wilayah yang memiliki kerentanan tinggi adalah Jawa Timur. Kabupaten atau kota di Jawa Timur memiliki tingkat kerentanan tinggi akibat perubahan cuaca, curah hujan, maupun aktivitas tektonik dan vulkanik. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur tahun 2015 menyebut bahwa ada 22 kabupaten atau kota di Jawa Timur yang rentan terhadap perubahan iklim sehingga rawan bencana terutama longsor, kekeringan dan banjir.
Kawasan Malang Raya (Batu, Kota Malang dan Kabupaten Malang)
merupakan wilayah dengan kerentanan tinggi. Dalam data yang dikeluarkan
oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengenai Kajian
Risiko dan Adaptasi Perubahan Iklim (KRAPI) tahun 2012, kawasan Malang
Raya memiliki iklim Monsun (musim dingin yang kering dan musim panas/
kemarau yang basah).
Situasi ini ditengarai disebabkan oleh kenaikan suhu sebesar 0,690 C
sepanjang 25 tahun terakhir, dan di sisi lain juga mengalami curah hujan
ekstrem yang rata-rata meningkat 5% hingga 2030 dibandingkan kondisi
saat ini.
Sebagai wilayah dengan kerentanan tinggi terkena perubahan iklim,
pemerintah daerah telah menempatkan masalah lingkungan hidup ini menjadi
isu strategis dalam proses pembangunan daerah. Berbagai upaya telah
dilakukan, baik melatih masyarakat untuk tanggap bencana; memperkuat dan
memperbanyak desa tangguh bencana; maupun melakukan mitigasi
pengurangan risiko.
Reboisasi sabuk hijau bantaran sungai dan upaya pencegahan penebangan
hutan secara serampangan serta pembuatan biopori pada kawasan terbuka
hijau di perkotaan juga sudah dilakukan.
Berbagai upaya ini tidak akan berhasil jika hanya dilakukan secara
sepihak oleh pemda saja tanpa melibatkan masyarakat sipil, sektor swasta
dan tentu saja desa. Paradigma urusan lingkungan hidup adalah urusan
pemda harus diubah menjadi urusan yang dibagi atau kewenangannya
diberikan juga kepada pemerintahan desa yang kini memiliki kewenangan
yang dijamin dalam Undang-undang Desa yakni kewenangan lokal berskala
desa, kewenangan berdasarkan hak asal usul serta kewenangan yang
ditugaskan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
Isu lingkungan hidup, adaptasi perubahan iklim dan kebencanaan ini
merupakan bagian dari kewenangan lokal berskala desa. Sebab urusan ini
sesuai dengan kepentingan masyarakat desa dan desa mampu menjalankannya
dengan baik dan efektif.
Paradigma desa tidak mampu harus diubah, sebab ini menyesatkan pola
pikir dan cara pandang yang pada akhirnya hanya akan menjadikan desa
sebagai objek tanpa pernah menjadi subjek. Tugas dan kewajiban
pemerintah kabupaten atau kota untuk menguatkan kapasitas desa. Peran
lain pemerintah daerah yang tetap harus dilakukan adalah melalui BPBD
dalam menyusun kebijakan dalam upaya Adaptasi Perubahan Iklim dan
Pengurangan Risiko Bencana dengan menyiapkan kebijakan baik berupa
program dan dukungan dana.
Mengapa urusan lingkungan hidup dan adaptasi perubahan iklim ini
menjadi penting untuk dilimpahkan ke Desa lebih dikarenakan agar
mendekatkan hal ini kepada masyarakat dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat setempat. Masyarakat desa pasti memiliki pengalaman dan cara
pandang yang bagus tentang bagaimana menyikapi perubahan iklim ini.
Misalnya, masyarakat desa terbukti mampu bertahan dengan melakukan
adaptasi dalam mempertahankan agar tanaman mereka tetap bisa panen pada
musim pancaroba tahun ini.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintahan desa tersebut
hanya perlu dikuatkan dengan hasil pembacaan secara ilmiah. Sehingga
secara teknis masyarakat desa dan pemerintahan desa lebih mampu
melakukan upaya adaptasi. Pada sisi lain, pemerintah desa dapat memulai
memasukkan beberapa agenda kegiatan dan program ke dalam kebijakan
perencanaan pembangunan desa, baik dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa (RPJMDesa) maupun dalam Rencana Kerja Pemerintahan Desa
(RKPDesa).
Perlu diingat bahwa salah satu faktor kerentanan masyarakat terhadap
perubahan iklim adalah sensitivitas dalam beradaptasi atau menyikapi
perubahan tersebut agar mampu bertahan hidup. Sehingga perlu upaya yang
massif dari para pihak dalam menangani hal ini.
Tulisan ini pernah dipublikasikan di MalangTimes.Com