Desa memiliki kewajiban dalam
meningkatkan kesehatan masyarakat. Guna mewujudkan hal tersebut, UU
6/2014 tentang Desa telah menjamin kewenangan lokal berskala desa,
dimana salah satunya adalah kewenangan melakukan pembinaan kesehatan
masyarakat[1].
Perwujudan kegiatan dalam rangka pembinaan kesehatan masyarakat, sebagaimana dimaksudkan dalam Permendesa 1/2015, pasal 34 diantaranya adalah (1) pengembangan pos kesehatan desa dan polindes; (2) pengembangan tenaga kesehatan desa; (3) pengelolaan dan pembinaan posyandu; (4) pembinaan dan pengawasan upaya kesehatan tradional; (5) pemantauan dan pencegahan penyalahgunaan narkotika di desa.Pada poin (3) pengelolaan dan pembinaan posyandu diberikan beberapa penjabaran diantaranya (a) layanan gizi untuk balita; (b) pemeriksaan ibu hamil; (c) pemberian makanan tambahan.
Dengan mengacu pada regulasi yang ada ini
maka Desa memiliki kewenangan dalam melakukan pembinaan posyandu dan
pelayanannya. Artinya, masyarakat desa dapat meminta kepada pemerintahan
desa untuk membahas berbagai persoalan kesehatan di Desa dalam forum
Musyawarah Desa.
Hal-hal yang penting berkenaan dengan
derajat kesehatan masyarakat di Desa dapat dibahas dan prioritaskan
dalam perencanaan desa. Penguatan kapasitas kader posyandu juga menjadi
kewenangan desa dalam pemberdayaan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan
desa. Salah satu hal utama bagi lembaga kemasyarakatan desa adalah
peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan diantaranya melalui
peningkatan kesehatan masyarakat. Masyarakat sehat, maka akan menuju
masyarakat sejahtera.
Untuk menjadikan kesehatan sebagai
prioritas di tingkat Desa, maka perlu adanya komitmen yang kuat terutama
dari Kepala Desa. Dan hal-hal yang menjadi kewenangan lokal berskala
desa tidak hanya seperti dimaktub dalam peraturan menteri tersebut,
namun sebenarnya mengarah pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
Peningkatan kualitas tentunya berkenaan dengan penyediaan dan
mendekatkan akses pelayanan kesehatan kepada warga.
Pada sisi lain, warga masyarakat juga
perlu menjadikan masalah kesehatan ini sebagai salah satu prioritas yang
akan diusung pada Musdes. Warga desa perlu melakukan kajian yang cukup,
agar usulan mereka menjadi berkualitas, dan menempatkan urusan
kesehatan bukanlah menjadi urusan perempuan semata. Hal ini terjadi di
banyak desa di Indonesia, ketika membahas urusan kesehatan maka yang
menjadi tumpuan adalah kader Posyandu atau pengurus PKK Desa. Bahkan
tidak hanya itu, sasaran program kesehatan juga mengarah pada perempuan.
Perempuan masih menjadi subjek sekaligus objek promosi kesehatan.
Melalui kewenangan lokal berskala desa
tersebut, untuk meningkatkan kesehatan warganya, akan sangat menarik
apabila desa mampu membuat program dan indikator keberhasilan
peningkatan derajat kesehatan warganya. Jika pun kita berharap pada desa
masih terlalu jauh (mungkin), maka setidaknya pemerintah kabupaten
dapat memulai membantu merumuskan indikator-indikator desa sehat
tersebut dan mengajak desa serta stakeholdersnya untuk bersama-sama
melakukan upaya untuk pencapaian hal tersebut.
Salah satu daerah yang telah mulai memikirkan hal ini adalah Kabupaten Bojonegoro. Kehadiran Peraturan Bupati Bojonegoro No. 47/2014
memang harus diakui telah lebih maju daripada daerah lain. Pemerintah
Kabupaten Bojonegoro, telah memandang penting kesehatan masyarakat desa,
selain juga pendidikan, sebagai salah satu upaya menuju kesejahteraan
dan kemandirian.
Rumusan indikator dalam Perbup 47/2014
dapat digunakan sebagai titik capaian desa-desa di Kabupaten Bojonegoro
dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. Indikator-indikator tersebut
akan membimbing pemerintah desa dalam menyusun rencana pembangunan desa
berdasarkan kewenangannya.
Yang harus dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Bojonegoro adalah mengajak peran serta para pihak baik
organisasi masyarakat sipil dan sektor swasta dalam bersama-sama
mengawal desa-desa menjadi menjadi desa sehat. Program-program para
mitra pembangunan ini akan menjadi amunisi baru bagi masyarakat dan
pemerintah desa dalam mewujudkan kesehatan masyarakat desa. Artinya,
keterbukaan pemerintahan desa dan masyarakat desa dalam bermitra dengan
para pihak adalah prasyarat penting.
[1] PP 43/2014, Pasal 34 ayat (2)
pernah dipubilikasikan di www.soloraya.net