Friday, August 31, 2018

Istana Alwatzikhoebillah Kesultanan Sambas

Sambas adalah salah satu kabupaten di Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Serawak, Malaysia Timur. Di sini terdapat sebuah peninggalan bersejarah, yakni Istana Alwatzikhoebillah dan Masjid Jami' Sultan Muhammad Syafi'oeddin II.

Kerajaan Sambas dulunya adalah kerajaan Hindu, kemudian berubah menjadi Kesultanan Islam. Diperkirakan berdiri pada 1671 dan Raden Sulaiman (anak Sultan Tengah, anak Sultan Brunai) adalah Sultan Sambas pertama. Sebelum hijrah ke Lubuk Madung, Raden Sulaiman tinggal di kota lama (Pusat Kerajaan Sambas) bersama Mas Ayu Bungsu, istrinya, (putri Ratu Sepudak, Penguasa Kerajaan Sambas). Memilih pindah ke Lubuk Madung untuk kemudian membangun wilayah ini dan mendirikan istana, karena Lubuk Madung merupakan daerah subur dan strategis karena merupakan pertemuan tiga sungai, yakni Sungai Subah, Sungai Sambas Kecil dan Sungai Teberau.

Istana yang didirikan oleh Raden Sulaiman, yang kemudian bergelar Sultan Muhammad Shafiudin I dinamai dengan Alwatzikhoebillah. Namun istana yang dapat kita lihat sekarang ini adalah dibangun pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiudin, sultan kelima belas Kesultanan Sambas. Pembangunannya relatif singkat, hanya 2 tahun (1933 -1935) dengan biaya 65.000 gulden pinjaman dari Kesultanan Kutai Kertanegara.




Simak Video Berikut ini untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Istana Kesultanan Sambas



Friday, August 17, 2018

Puasa Arafah

Puasa Arafah adalah puasa sunnah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini sangat dianjurkan sesuai sabda Rasulullah SAW berikut ini:

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الَّذِيْ قَبْلَهُ وَالَّتِيْ بَعْدَهُ

Rasulullah SAW bersabda, “Puasa pada hari Arafah bisa menghapus (dosa) setahun yaitu tahun yang sebelum dan sesudahnya,” (HR Muslim).

Adapun perihal hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah ini kerap menjadi perbincangan di tengah masyarakat. Sebagian masyarakat menganggap tanggal 9 Dzulhijjah jatuh pada peristiwa wuquf jamaah haji di Arab Saudi. Sementara sebagian masyarakat menganggap tanggal 9 Dzulhijjah jatuh pada hari kesembilan setelah penetapan awal bulan Dzulhijjah.

Masalah ini pernah diangkat dalam bahtsul masail pada Forum Muktamar Ke-30 NU di Pesantren Lirboyo, Kediri, November 1999 M. Peserta forum Muktamar NU saat itu dihadapkan pada kenyataan di mana waktu di Indonesia lebih cepat kira-kira 4-5 jam dari waktu Saudi Arabia. Dengan demikian, waktu sahur atau buka puasa bagi Muslimin di Indonesia lebih cepat kira-kira 4-5 jam.

Pertanyaannya kemudian adalah puasa sunnah hari ‘Arafah bagi kaum Muslimin yang tidak sedang melakukan ibadah haji, apakah karena peristiwa wuquf atau karena kalender bulan Hijriyah?

Forum muktamar NU ketika itu menjawab bahwa puasa yang dilakukan adalah karena yaumu ‘Arafah yaitu pada tanggal 9 Dzulhijjah berdasarkan kalender negara setempat yang berdasarkan rukyatul hilal. Mereka mengutip antara lain Kitab Futuhatul Wahhab karya Syekh Sulaiman Al-Jamal. 

وَقَدْ قَالُوا لَيْسَ يَوْمُ الْفِطْرِ أَوَّلَ شَوَّالٍ مُطْلَقًا بَلْ يَوْمَ يُفْطِرُ النَّاسُ وَكَذَا يَوْمُ النَّحْرِ يَوْمَ يُضَحِّي النَّاسُ وَيَوْمُ عَرَفَةَ الَّذِي يَظْهَرُ لَهُمْ أَنَّهُ يَوْمُ عَرَفَةَ سَوَاءٌ التَّاسِعُ وَالْعَاشِرُ لِخَبَرِ الْفِطْرُ يَوْمَ يُفْطِرُ النَّاسُ وَالْأَضْحَى يَوْمَ يُضَحِّي النَّاسُ رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ وَفِي رِوَايَةٍ لِلشَّافِعِيِّ وَعَرَفَةُ يَوْمَ يَعْرِفُ النَّاسُ وَمَنْ رَأَى الْهِلَالَ وَحْدَهُ أَوْ مَعَ غَيْرِهِ وَشَهِدَ بِهِ فَرُدَّتْ شَهَادَتُهُ يَقِفُ قَبْلَهُمْ لَا مَعَهُمْ وَيُجْزِيهِ إذْ الْعِبْرَةُ فِي دُخُولِ وَقْتِ عَرَفَةَ وَخُرُوجِهِ بِاعْتِقَادِهِ

Artinya, “Para ulama berkata, ‘Hari raya fitri itu bukan berarti awal Syawwal secara mutlak, (namun) adalah hari di mana orang-orang sudah tidak berpuasa lagi, demikian halnya hari nahr adalah hari orang-orang menyembelih kurban, dan begitu pula hari Arafah adalah hari yang menurut orang-orang tampak sebagai hari Arafah, meski tanggal 9 dan 10 Dzulhijjah, mengingat hadits, ‘Berbuka (tidak puasa lagi) yaitu hari orang-orang tidak berpuasa dan Idul Adha adalah hari orang-orang menyembelih kurban,’ (HR Tirmidzi, dan ia shahihkan). Dalam riwayat Imam Syafi’i ada hadits, ‘Hari Arafah adalah hari yang telah dimaklumi oleh orang-orang.’ Barangsiapa melihat hilal sendirian atau bersama orang lain dan ia bersaksi dengannya, lalu kesaksiannya itu ditolak, maka ia harus wuquf sebelum orang-orang, tidak  boleh wuquf bersama mereka, dan wuqufnya mencukupi (sebagai rukun haji). Sebab yang menjadi pedoman perihal waktu masuk dan keluarnya hari Arafah adalah keyakinannya sendiri,” (Lihat Sulaiman bin Manshur Al-Jamal, Futuhatul Wahhab bi Taudhihi Fathil Wahhab, (Mesir, At-Tujjariyah Al-Kubra: tanpa catatan tahun), jilid II, halaman 460).

Dari keterangan ini kita menyimpulkan bahwa hari puasa sunnah Arafah jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah yang penetapan awal bulannya didasarkan pada aktivitas rukyatul hilal pada negeri tersebut, bukan pada hari di mana para jamaah haji melakukan wuquf di bukit Arafah, Arab Saudi.

Sumber: http://www.nu.or.id/post/read/94478/puasa-arafah-pada-9-dzulhijjah-di-tanah-air-atau-pada-hari-wuquf-di-tanah-suci