Monday, July 25, 2011

Long Bumbung

Setiap memasuki bulan Ramadhan, waktu kecil saya dulu (saat sekolah SD dan SMP), selalu nyumet long bumbung (meriam dari bambu). Meskipun permainan ini tergolong cukup membahayakan karena menggunakan api, namun permainan ini cukup menyenangkan sambil menunggu waktu buka puasa atau pun untuk memeriahkan malam sehabis tarawih.

Cara membuat Long bumbung cukup mudah. Bahan baku utamanya adalah bambu dengan panjang sekitar 2 meter dan diameter yang cukup besar (sekitaran 15cm). Setelah itu, pada setiap ros-rosan bambu tersebut harus dilubangi, kecuali ros-rosan terakhir dibiarkan saja sebab untuk menempatkan minyak tanah dan hanya diberi sedikit lubang pada bagian atasnya untuk menyalakan meriam tersebut. Jika semua sudah selesai dipersiapkan maka long bumbung sudah siap dinyalakan.

Dulu saya dan teman-teman menyalakan long bumbung dengan cara berjajar di tepian sungai. yang tak jauh dari aliran Umbul Cokro, Klaten. Dan selalu dibagi 2 (dua) kelompok yang posisinya saling berseberangan, sehingga seperti perang meriam beneran sebab dulu saya dan teman-teman tidak hanya perang suara aja, tetapi di bagian moncong depan long bumbung selalu diberi kaleng bekas susu yang akan terlempar ketika long bumbung dinyalakan. Selain itu mengapa di tepian sungai adalah jika sewaktu-waktu terjadi ledakan balik mengenai badan langsung bisa terjun masuk sungai. 

Sekarang hal itu sudah sangat jarang bahkan langka dan hampir tidak ada lagi anak-anak yang memainkannya. Anak-anak jaman saiki lebih suka melihat tv di rumah daripada bermain dengan teman-temannya, selain itu juga minyak tanah semakin mahal dan langka. Meskipun mengundang bahaya, namun permainan long bumbung ini sebenarnya membuat suasana akrab antar teman.

Friday, July 22, 2011

Sejarah Blok Cepu

Blok Cepu termasuk dalam cekungan laut Jawa Timur. Daerah ini termasuk salah satu penghasil migas tertua di dunia dengan dimulainya produksi pada tahun 1887 antara lain ladang Kuti dan Kruka di selatan Surabaya. Lebih dari 30 ladang minyak diketemukan sebelum tahun 1920. Produksi kumulatif sampai sekarang telah melebihi 220 juta barrels. Di daerah Cepu sendiri 3 ladang yang ditemukan menjelang tahun 1900, sedangkan ladang Kawengan diketemukan pada tahun 1927, dan telah menghasilkan lebih dari 120 juta barrels.

Sebelum Perang Dunia ke II daerah ini dikuasai Shell. Explorasi dilakukan terutama dengan menggunakan pemetaan geologi permukaan, sumur-uji dan pemboran dangkal yang diikuti dengan pemboran explorasi dalam. Tanpa menyadari BPM nyaris menemukan ladang Bany Prip waktu melakukan kampanye pemboran dangkal yang menghasilkan lapangan gas Balun-Tobo yang berada di atas ladang Banyu Urip dan Cendana. Salah satu pemborannya mencapai kedalaman lebih dari 2000 m.
Pada tahun 1950, Shell kembali ke daerah Cepu dengan nama PT Shell Indonesia. Beberapa sumur explorasi dalam dibor (Kawengan-35, Tobo-8 dll). Tanpa disadari Shell kembali nyaris menemukan ladang Banyu Urip, sewaktu melakukan pemboran sumur Tobo-8. Selanjutnya PT Shell Indonesia angkat kaki dari daerah Cepu sekitar tahun 1960 dan daerah ini diambil alih PN Permigan

Pada tahun 1965 blok Cepu diambil alih oleh Lemigas dan digunakan untuk tujuan pendidikan dan sebagai daerah latihan untuk personel teknik perminyakan. Selanjutnya pada tahun 1973-1974 survey-survey seismic dilakuan. Tidak ada catatan apakah hasilnya ditindak lanjuti dengan pemboran sumur explorasi.

Pertamina Unit III mengambil alih Blok Cepu pada tahun 1980. Menyusul suatu dekrit pemerintah yang membolehkan perusahaan nasional untuk berpartisipasi dalam explorasi minyak dan gasbumi, maka PT Humpuss Patragas mengajukan permohonan pengelolaan Blok Cepu. Permohonan awalnya adalah untuk enhanced oil recovery dari lapangan2 tua Kawengan, Ledok, Nglobo and Semanggi dan kemungkinan explorasi di daerah sekitarnya. Suatu perjanjianTAC ditanda-tangani pada tanggal 23 januari 1990, dengan catatan bahwa semua lapangan minyak yang masih berproduksi dikeluarkan (carved-out) dari daerah kontrak, dengan demikian PT Humpuss Patragas yang baru terbentuk harus melaksanakan explorasi untuk bisa memproduksi migas.
Setelah melampaui (overrun) komitmen financialnya PT Humpuss Patragas memutuskan untuk mem-“farm-out”kan 49% dari “interest”nya pada perusahan international pada tahun 1995 dengan catatan bahwa Humpuss Patragas tetap bertindak sebagai operator.

Suatu “shortlist” dari 6 perusahan telah pilih dari lebih dari 100 pihak yang berminat untuk meninjau (to view) ruang data dengan Terumbu Kujung sebagai primadona. Walaupun semua ke 6 perusahaan itu sangat berminat, hanya perusahaan Ampolex dari Australia yang berhasil mencapai kesepakatan dengan komitmen USD 100 juta dan karena bersedia untuk membiarkan Patragas tetap bertindak sebagai operator, dengan catatan bahwa Ampolex akan menempatkan seorang Vice President Exploration dan Chief Geologist di dalam organisasi Humpuss Patragas. Setelah disetujui oleh pihak-pihak yang berwenang Ampolex menandatangani suatu persetujuan “farm-in”dg H.Patragas pada Mei 1996.

Karena Ampolex, yang sekarang telah diakuisisi oleh Mobil Oil, sangat bersemangat untuk melakukan pemboran. Pemboran explorasi Banyu Urip 01 dimulai pada bulan agustus 1998, di tengah-tengah kemelut politik dengan jatuhnya Presiden Suharto. Operasi pemboran telah dikuasai sepenuhnya oleh para insinyur pemboran dari Mobil Oil. Tidak ada para ahli geologi atau ahli teknik Patragas yang diperkenankan masuk ke lokasi pemboran atau melihat data hasil pemboran. Pemboran dihentikan begitu masuk dan setelah pengintian runtunan klastik yang langsung berada di atas terumbu Kujung dilakukan.. Selanjutnya muncul berita bahwa Mobil Oil (Exxon) sedang dalam proses dalam pengambilalihan sisa 51% interest dari Humpuss Patragas serta menjadi operator.

Setelah berhasil mengakuisisi saham Humpuss Patragas, Exxon – Mobil Oil berusaha memperpanjang kontrak pengelolaan Blok Cepu. Pada era Presiden Megawati Exxon – MobilOil mengajukan pembaharuan kontrak. Baru pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kontrak Exxon – MobilOil untuk blok cepu disetujui selama 25 tahun.
disarikan dari berbagai sumber

Monday, July 18, 2011

Tak Bangga Berbahasa Indonesia

Entah mulai kapan, yang jelas akhir-akhir ini dalam pengamatan saya bahwa orang-orang di negeri ini mulai sedikit banyak tidak bangga dengan bahasanya sendiri yakni Bahasa Indonesia. Entah apa sebabnya, apakah dirasa kurang keren dan kurang gaul atau karena apa saya tidak begitu paham.

Yang pasti, banyak penggunaan dan pemilihan kata-kata yang cenderung mulai meninggalkan bahasa Indonesia dan berganti dengan bahasa Inggris. Apakah ini dampak globalisasi? Ataukah sebagai sebuah upaya go international? Sekali lagi saya tidak tahu.

Ambil contoh sederhana yang sering kita jumpai di jalanan saja, yakni perubahan tulisan pada atribut Satpam (Satuan Pengamanan) menjadi Security atau sering saya melihat rompi polisi yang tulisannya Police. Itu yang sederhana yang banyak dilihat disana-sini. Lha yang lain masih banyaklah.

Semboyan kota-kota di Indonesia juga mulai demikian. Ambil contoh Solo dengan The Spirit of Java atau Jogja dengan Never Ending Asia. Padahal keduanya mengklaim sebagai kota budaya. Bukankah seharusnya nguri-uri kabudayan termasuk dalam pemilihan slogannya juga. Para politisi kita selalu saja menggunakan istilah-istilah asing semisal bailout atau pun reshuffle. Kemudian muncul istilah e-governance dan lain sebagainya. Merek dagang pun demikian juga.

Ini semua merupakan kegelisahan saya melihat fenomena demikian. Kenapa kita tidak bangga dengan bahasa Indonesia. Banyak bangsa di dunia ini yang mulai bangkit nasionalismenya namun justru bangsa ini mulai menuai ilusi-ilusi nasionalisme. Maka jangan marah jika budaya bangsa ini diklaim orang lain. Jangan protes jika bahasa Indoensia akan dipatenkan oleh negara lain, karena kita sendiri memang tidak bangga menggunakannya.

Sunday, July 10, 2011

Ilusi Nasionalisme

Ketika ada budaya aset bangsa semisal Reog Ponorogo, diklaim bangsa lain teriak-teriak. Ketika Angklung diambil orang sama-sama teriak. Pada saat Lagu Rasa Sayange dijadikan budaya orang maka semua protes. Sewaktu Ketupat dijadikan makanan khas negara lain semua pada teriak.

Padahal keseharian kita apakah mau memainkan alat musik Angklung itu, jangankan memainkan mendengar saja tidak mau. Sehari-hari lagu-lagu pop dan lagu barat menjadi menu pokok yang diperdengarkan. Orang-orang lebih merasa gengsi jika memakai baju merek impor daripada pakai Batik bikinan UKM dekat rumah. Lebih suka makan Pizza daripada makan Ketupat adalah jawaban ketika ditanya apa makanan favorit kita. Dan lebih suka melihat tarian Samba daripada menonton Reog Ponorogo. Kita juga lebih bangga menggunakan bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia, biar kelihatan keren dan modern katanya.
Itulah yang terjadi dengan bangsa ini. Ketika ada yang menganggap itu budaya mereka maka bangsa ini berteriak. Protes dimana-mana. Namun ketika adem ayem maka budaya aset bangsa tersebut hanya menjadi barang yang dianggap kuno dan jadul alias tidak modern dan masa kini.

Ketika diajak nonton wayang dianggap kuno. Sewaktu diminta muterin lagu-lagu daerah dicap jadul. Pada saat disuguhi ketupat dibilang nggak modern. Jika diminta memainkan angklung jawabnya kurang masa kini.

Lha, kalau seperti itu ya jangan protes dan teriak sewaktu negara lain meng-klaim budaya-budaya kita jadi budaya mereka. Mematenkan makanan khas negeri ini menjadi makanan khas mereka. Sebab, kita tidak pernah menjaga aset budaya bangasa ini, bahkan justru meremehkan dan menganggapnya kuno.