Friday, December 1, 2017

Rumah Betang Desa Benua Tengah Kapuas Hulu

Rumah Betang atau rumah panjang atau dalam bahasa Dayak Sub Suku Dayak Tamambaloh Apalin disebut dengan Sao Langke. Suku Dayak Sub Suku Tamambaloh Apalin adalah Sub Suku Dayak yang bermukim di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Merupakan bagian rumpun Banuaka. Wilayah adatnya meliputi sepanjang aliran sungai dan anak sungai Labian Batang Lupar di sepanjang perairan sungai Embaloh (Kecamatan Embaloh Hulu) dan disepanjang aliran sungai dan anak sungai Palin (Kecmatan Embaloh Hilir). Sub Suku Dayak ini memang kurang dikenal karena keberadaan mereka yang tinggal di ujung utara Kapuas Hulu. Orang lebih mengenal Suku Dayak yang berada di bagian utara Kapuas Hulu adalah Dayak Iban, padahal Sub Suku Dayak ini sejarahnya adalah pendatang dari Serawak, Malaysia.

Sampai saat ini masyarakat Tamambaloh dipimpin oleh seorang Tamanggung, yang dipilih dari kalangan samagat (bangsawan dalam bahasa Dayak Tamambaloh). Masa jabatannya tidak ditentukan, selama yang bersangkutan masih mampu dan tidak mengundurkan diri.

salah satu tiang penyangga rumah betang 
Salah satu ciri khas masyarakat Dayak adalah agraris dan rumah betang. Namun seiring perkembangan zaman kini mulai memudar. Banyak rumah betang yang telah hilang atau ditinggalkan. Kini hanya tinggal beberapa yang masih tersisa dan digunakan. Dan sentuhan modern juga telah ditemukan, seperti keberadaan listrik, alat elektronik atau perubahan bentuk maupun material yang digunakan. 

Salah satu rumah betang yang masih tersisa adalah Rumah Betang di Dusun Benua Tengah Hilir, Desa Benua Tengah, Kecamatan Putussibau Utara, Kabupaten Kapuas Hulu. Rumah betang ini merupakan rumah betang tertua yang ada di Kapuas Hulu, bahkan Kalimantan Barat. Rumah betang ini diperkirakan dibangun pada tahun 1864 oleh Bakik Layo. Rumah Betang yang disebut Sao Langke Dai Bolong Pambean ini telah mengalami beberapa kali renovasi (pada tahun 1940 dan 2005) dan telah ditetapkan menjadi cagar budaya pada tahun 2009.

Pada awal dibangun, rumah betang ini tingginya mencapai 9 meter. Namun kini tinggal 4 meter karena banyak kayu yang lapuk dan susah mencari pengganti kayu yang panjangnya hingga 9 meter maka ketinggiannya diturunkan. Atapnya pun sudah tidak menggunakan sirap atau rumbia namun telah berubah menjadi atap seng. Sentuhan modern telah hadir dengan keberadaan jaringan listrik dengan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) pada tiap-tiap bilik dan keberadaan televisi yang digunakan secara bersama-sama.

Bilik di dalam Rumah Betang Dai Bolong Pambean
tangga untuk akses naik ke rumah betang
salah satu panel PLTS di depan rumah betang
rumah betang Dai Bolong Pambean

Lokasi rumah betang (Sao Langke) Dai Bolong Pambean sekitar 50 Km dari Putussibau ke arah utara. Menuju lokasi ini dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat dan roda dua. Jalan menuju desa Benua Tengah telah beraspal dan berada di Jalan Poros Putussibau - Badau yang menuju perbatasan Indonesia - Malaysia. Dari jalan poros menuju lokasi rumah betang sekitar 5 Km melalui jalan tanah dan sebagian telah ada pengerasan.

Perjalanan dan rumah betang (Sao Langke) Dai Bolong Pambean dapat juga disaksikan dalam video berikut ini.



Catatan: foto dan video adalah koleksi pribadi. diambil dengan iPhone 6

Wednesday, November 29, 2017

Penerbangan Pontianak ke Putussibau

Guna menuju ke Kapuas Hulu, selain dengan jalur darat dan sungai, dapat juga melalui jalur udara. Ada penerbangan dari Pontianak menuju Bandara Pangsuma, Putussibau, Kapuas Hulu. Penerbangan dari Pontianak ke Putussibau ditempuh selama 1 jam 5 menit dengan menggunakan pesawat jenis ATR.

Ketika kita melakukan perjalanan melalui udara dari Pontianak ke Putussibau kita dapat menikmati pemandangan yang SUBHANALLAH... Indahnya... Gumpalan awan berjajar dan juga sungai Kapuas yang meliak-liuk akan sangat indah dilihat dari udara karena pesawat terbang tidak terlalu tinggi. Sehingga kita dapat melihat daratan dengan cukup jelas.

Keindahan itu dapat disaksikan dalam video berikut ini.



Catatan: foto dan video adalah koleksi pribadi. diambil dengan iPhone 6

Monday, October 30, 2017

Masjid Agung Pondok Tinggi, Sungai Penuh, Kerinci


Masjid Agung Pondok Tinggi adalah salah satu masjid tertua di kawasan Kerinci, Provinsi Jambi. Masjid ini dibangun pada tahun 1874 Masehi dan menjadi saksi penyebaran agama Islam di kawasan Kerinci dan sekitarnya. Ukuran masjid adalah 30 x 30 Meter dengan tinggi 30,5 Meter (100 kaki). Dinding Masjid terbuat dari kayu dan dihiasi dengan ukiran motif tumbuhan dan hiasan motif geometris. Lantai masjid dibuat dari ubin dan masjid ini memiliki pintu ganda dengan motif tumpal dan sulur-suluran sebagaimana motif hiasan pada setiap sudut masjid.
motif hiasan ukiran

Masjid Agung Pondok Tinggi berada di Jalan Soekarno-Hatta, Sungai Ning, Kecamatan Sungai Penuh, Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi. Masjid Agung Pondok Tinggi merupakan warisan cagar budaya dan dilindungi oleh UU 5/1990 tentang Cagar Budaya. 

Kota Sungai Penuh sebelumnya adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Kerinci dan menjadi ibukota Kabupaten Kerinci, kemudian pada tahun 2008 dengan keluarnya UU No. 25/2008 tentang Pembentukan Kota Sungai Penuh, maka resmi terlepas secara administrasi dari Kabupaten Kerinci dan menjadi wilayah otonom sendiri. Sebagian kecil kawasan kota Sungai Penuh adalah Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Menurut penuturan salah satu warga yang juga pengurus masjid, masjid ini selesai dibangun pada tahun 1902 Masehi. Dan di atas masjid ini pula, Sang Saka Merah Putih Berkibar pertama kalinya di wilayah Kerinci.

Arsitektur masjid ini sama dengan arsitektur masjid di Nusantara, yakni dengan atap limas tiga tingkat. Menurut masyarakat Kerinci, 3 tingkat atap tersebut adalah lambang filosofis hidup yang mereka lakukan sehari-hari, yaitu Bapucak satu (berpucuk satu); Berempe Jurai (menjurai empat) dan Batingkat Tigae (bertingkat tiga). Bapucak Satu maknanya bahwa masyarakat mempunyai satu kepala adat dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berempe Jurai adalah 4 jurai yang ada di kawasan Pondok Tinggi. Batingkat Tigae adalah simbol keteguhan masyarakat Kerinci menjaga 3 (tiga) pusaka yang diwariskan turun temurun yakni Pusaka Tegenai, Pusaka Ninik Mamak dan Pusaka Depati.

Masjid Agung Pondok Tinggi disangga dengan 36 tiang, terbagi dalam 3 kelompok. Kelompok pertama adalah Tiang Panjang Sembilan (tiang tuo) sebanyak 4 buah; Tiang Panjang Limau (panjang lima) sebanyak 8 buah yang tertata di ruangan bagian tengah dan Tiang Panjang Duea (panjang dua) sebanyak 24 buah yang terletak di ruangan bagian luar.

Beduk atau Tabuh di Masjid Agung Pondok Tinggi
Masjid Agung Pondok Tinggi memiliki 2 (dua) Beduk. Beduk pertama dengan ukuran panjang 7,5 meter dan garis tengah bagian pukul 1,115 meter serta garis tengah bagian belakang 1,10 meter dibuat dari kayu disebut dengan Tabuh Larangan. Sementara beduk kecil dengan ukuran panjang 4,25 meter dan garis tengah depan 75 cm serta bagian belakang 69 cm dan terbuat dari kayu.

Menara tempat mengumandangkan Adzan yang berada di dalam masjid
Menara Masjid yang berbentuk Anjungan Mangkuk Besar yang digunakan untuk mengumandangkan adzan berada di dalam masjid. Untuk naik ke menara ini harus melalui tangga yang terbuta dari kayu yang berjumlah 17 anak tangga. Jumlah ini adalah simbol atas jumlah rakaat shalat wajib lima waktu. 

Mihrab dan Mimbar Khotbah

Di sisi utara bangunan masjid terdapat makam tua. Warga juga tidak banyak yang tahu itu makam siapa karena tidak ada tulisan atau identitas di batu nisannya. Mereka hanya menyebut sebagai makam para tokoh dan tetua dulu.

Catatan: Foto adalah koleksi pribadi, diambil dengan iPhone 6

Thursday, July 27, 2017

Omah Lowo Solo

Salah satu peninggalan sejarah di Kota Surakarta (Solo) adalah keberadaan sebuah bangunan tua di pojokan Purwosari, antara Jalan Slamet Riyadi dengan Jalan Perintis Kemerdekaan, adalah Omah Lowo. Sebutan Omah Lowo, disematkan oleh masyarakat karena bangunan ini banyak dihuni oleh  ribuan Lowo atau Kelelawar.

Ini merupakan bangunan peninggalan Belanda dan telah menjadi Cagar Budaya. Namun tidak banyak sumber yang menyebut mengenai bangunan ini termasuk siapa yang pertama kali menghuni bangunan ini. 





Hanya ada catatan yang menyebutkan bahwa di tahun 1945, rumah ini pernah dimiliki keluarga Sie Djian Ho. Sie Djian Ho seorang pengusaha (saudagar) penerbitan, perkebunan dan pemilik pabrik es.


Saat ini, konon bangunan ini sudah berpindah kepemilikan. Namun tidak jelas siapa pemiliknya. Tidak banyak yang mengetahuinya. Bahkan Pemkot Solo pun ragu menjawab siapa pemilik bangunan Omah Lowo tersebut.

Catatan: Foto adalah koleksi pribadi, diambil dengan iPhone 6 pada 5 Maret 2017

Monday, June 12, 2017

Museum Siginjei Jambi

Museum Siginjei, Jambi awalnya bernama Museum Negeri Jambi. Dibangun pada tahun 1981, pada saat Provinsi Jambi dipimpin oleh Gubernur Masjchun Syofwan, SH.

Tanah tempat berdirinya Museum Siginjei adalah milik Organisasi Persatuan Pamong Marga Desa (PPMD) Provinsi Jambi yang terdiri dari Ninik Mamak dan Tuo Tangganai masyarakat Jambi. tanah tersebut kemudian dihibahkan kepada pemerintah provinsi Jambi untuk pembangunan Museum ini.

Museum yang terletak di Jalan Jend. Urip Sumoharjo, Sungai Putri, Telanaipura, Kota Jambi, Provinsi Jambi berubah nama menjadi Museum Siginjei berdasarkan pada Peraturan Daerah (Perda) No. 26 Tahun 2012 dan diresmikan pada 20 Oktober 2012.


Saat ini, museum ini menyimpan lebih dari 3.000 (tiga ribu) benda bersejarah. Meskipun pada saat mengunjungi museum ini, pemandu menyatakan bahwa ini adalah replika, karena barang aslinya berada di Museum Nasional di Jakarta. Namun demikian, kita tetap dapat melihat dan mempelajari serta menambah pengetahuan kita tentang sejarah Jambi.


Biaya masuknya juga sangat murah, hanya Rp. 2.000,0 saja per orang. Jika kita berkenan memberikan tip ke pemandu dipersilakan, jika tidak juga tidak masalah sebab pemandu adalah para aparatur sipil negara Provinsi Jambi.

Koleksi Museum Siginjei






















Wednesday, May 31, 2017

Stasiun Cirebon


Stasiun Cirebon didesain oleh seorang arsitek Belanda bernama Pieter Adriaan Jacobus Moojen. Bentuk bangunan merupakan perpaduan arsitektur lokal art nouveau dengan art deco. Stasiun Cirebon mulai dibangun pada 1911 diresmikan pada 3 Juni 1912. 

Pada zaman Belanda, pelayanan penumpang dan barang jadi satu dalam satu stasiun, hanya dipisahkan oleh loket bagian kiri khusus penumpang dan bagian kanan khusus barang, Dua menara yang sekarang bertuliskan CIREBON, dahulunya adalah bertuliskan KARRTJES di sebelah kiri dan BAGAGE di sebelah kanan.

Pada saat sekarang ini, stasiun Cirebon memiliki 7 (tujuh) jalur kereta api dengan dilengkapi fasilitas dipo lokomotif dan dipo kereta di sebelah timur laut kompleks stasiun. Untuk menghubungkan jalur-jalur yang ada di stasiun ini, saat ini sudah tersedia terowongan bawah tanah (under pass) sehingga penumpang tidak perlu menyeberangi rel kereta sehingga tidak membahayakan penumpang.




Salah satu keunikan stasiun Cirebon adalah pada saat kereta datang dan akan berangkat selalu diputarkan intrumental berjudul Warung Pojok.

Catatan: Foto adalah koleksi pribadi, diambil dengan iPhone 6 pada 21 Mei 2017

Thursday, May 25, 2017

Sungai Kapuas, Kapuas Hulu, Kalbar

Sungai Kapuas adalah sungai terpanjang di Indonesia, dengan panjang lebih dari seribu kilometer, tepatnya adalah 1.143 Km dan lebarnya mencapai 600 meter. Nama Sungai Kapuas, diambil dari nama daerah Kapuas. Aliran sungai Kapuas melawati Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Pontianak dan Kota Pontianak. Sungai ini tidak pernah kering sepanjang tahun.

Terlepas dari berbagai misteri dan mistis yang ada, Sungai Kapuas adalah urat nadi kehidupan masyarakat lokal (Suku Dayak dan Melayu) yang ada di sepanjang aliran sungai. Sebagai sarana transportasi yang murah, jalur sungai ini dapat menghubungkan daerah-daerah di wilayah Kalimantan Barat mulai dari psesisir sampai dengan pedalaman di hulu sungai ini. 

Sungai Kapuas juga menjadi sumber penghidupan untuk menambah penghasilan keluarga yang tinggal di sepanjang sungai ini. Masih banyak ikan yang dapat ditemukan di aliran sungai ini, salah satunya adalah ikan Toman. 

Masakan ikan Toman

Ikan Toman adalah ikan buas dengan kepala besar dan mulut besar serta bergigi runcing tajam, tubuhnya bulat panjang seperti torpedo dengan ekor membulat. Warnanya hitam kebiruam dan bagian perut agak putih, panjang ikan Toman dewasa dapat mencapai 1,5 meter.

Kapal Bandung yang biasa digunakan untuk mengangkut barang dan untuk berdagang

salah satu Dermaga di aliran Sungai Kapuas, di Desa Penepian Raya

Kantor Desa Bunut Hilir, salah satu desa di sepanjang aliran Sungai Kapuas


Pemandangan menyusuri Sungai Kapuas sangat indah., Subhanallah... Keindahan alam Kalimantan terpampang dan dapat dinikmati saat kita melakukan penyusuran hingga masuk ke anak-anak sungai. Di beberapa titik, airnya sangat jernih bagaikan cermin. Silakan disaksikan di dalam video berikut ini.



Catatan: Foto dan Video adalah koleksi pribadi, diambil dengan iPhone 6.