Tuesday, March 10, 2020

Eucalyptus deglupta: Pohon Berwana Pelangi Penghasil Minyak Atsiri

Eucalyptus deglupta
merupakan famili Myrtaceae dan terdiri lebih dari 700 jenis. Jenis ini berupa semak dan perdu dengan ketinggian mencapai 100 meter, adalah tanaman yang bersifat cepat tumbuh. Tanaman ini dikenal sebagai pohon yang dapat bertahan di musim kering. 

Pohon penghasil minyak atsiri ini dikenal dengan pohon pelangi karena batang pohon berwarna-warni. Ini karena getah yang keluar dari batangnya. Warna getah yang pertama kali muncul adalah biru kemudian perlahan akan berubah menjadi jingga, ungi dan merah (marun).

Pada umumnya, pohon berukuran kecil hingga besar dengan tinggi rata-rata 40 meter dan bebas dari cabang 25 meter. Permukaan kulit kayu licin dan serat berbentuk papan catur. Daun muda dan dewasa sifatnya berbeda. Ciri daun dewasa yakni, berseling, kadang berhadapan, tunggal, tulang tengah jelas, pertulangan sekunder menyirip atau sejajar, dan berbau harum bila diremas (Khaeruddin, 2010).

Eucalyptus deglupta merupakan spesies dari Eukaliptus. Tanaman ini beradaptasi pada habitat hutan hujan daratan rendah dan hutan pegunungan rendah. Pohon ini menyukai pinggiran sungai yang tidak tergenang air dengan kelembaban tanah yang cukup.



Tempat tumbuhnya berada di ketinggian hingga 1.800 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan tahunan 2.500-5.000 milimeter. Di dataran rendah, ia berkembang di rata-rata suhu minimum 23 derajat celcius dan maksimum 3 derajat celcius. Sementara, di pegunungan dengan suhu minimum rata-rata 13 derajat celcius dan maksimum 29 derajat celcius (Darwo, 1997). Jenis ini juga tumbuh di tanah liat berpasir, tanah lembap, dan tanah aluvial subur, atau di tanah yang pada waktu hujan tergenang kemudian mengering.

Dalam penamaan biasa, pohon ini disebut juga Mindanao gum atau rainbow eucalyptus. Eucalyptus deglupta merupakan pohon cemara yang sangat besar, tumbuh cepat, dan berdaun lebar. Tumbuhan ini banyak terdapat di beberapa wilayah Indonesia seperti Palu, Pulau Seram, Maluku dan Papua. Spesies ini juga ditemukan di Kepulauan Filipina yakni Pulau Mindanao maupun di Papua Nugini. Mereka satu-satunya pohon kayu putih (Eucalyptus) yang hidup di hutan hujan dengan kisaran alami dan tersebar meluas ke belahan Bumi utara.

Jenis Eukaliptus ini mempunyai keunikan yang terlihat dari warna batang pohonnya. Bila dilihat secara saksama, batang Eucalyptus deglupta bercorak warna-warni yang cantik. Namun, sepintas pohon ini tampak seperti dicat. Warna yang dihasilkan pohon pelangi ini memang murni berasal dari proses alami. Beragam rona muncul akibat getah yang keluar dari dalam pohon. Cairan tersebut lalu mengenai kulit pohon di bagian lain dan membentuk sebuah lapisan warna.

Nama ilmiah Deglupta berarti mengelupas atau kulit. Ketika permukaan kulit batangnya terkelupas, akan terlihat warna hijau. Seiring waktu, rona hijau cerah berubah menjadi biru, kemudian ungu, berganti oranye, lalu merah.

Meskipun pohon pelangi ini menghasilkan bunga putih dan daun hijau seperti spesies lainnya, kelenjar-kelenjarnya tidak mengeluarkan banyak minyak aromatik. Eucalyptus deglupta dapat ditemukan di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu Gunung Nokilalaki. Letaknya berada di Desa Kamarora, Kecamatan Nokilalaki, Kabupaten Sigi, atau berada di sebelah timur kota Palu (Manto, 2012).





Sumber: https://www.greeners.co/flora-fauna/pohon-pelangi-indonesia-bernama-eucalyptus-deglupta/
Gambar dari internet

Monday, January 20, 2020

Border Aruk: Border Termegah di Indonesia Saat Ini

Border Aruk diresmikan pada 17 Maret 2017. Lokasinya berada di Kecamatan Sajingan, Kabupaten Sambas. Pos Lintas Batas Negara (PLBN) atau Border ini merupakan yang termegah di Kalimantan saat ini, bahkan Indonesia.

Dari Sambas kota, kita dapat melakukan perjalanan darat selama kurang lebih 1,5 jam. Jalur menuju border Aruk, telah bagus. Jalanan halus beraspal dan beberapa bagian dibeton.

Berikut ini foto-foto saat mengunjungi Border Aruk pada 26 September 2018 lalu.














Sunday, January 5, 2020

Masjid Ageng Boyolali


Masjid Ageng Boyolali diresmikan pada 3 Agustus 2015. Arsitekturnya mirip seperti masjid Istiqlal, hanya dibuat lebih kecil dan lebih sederhana. Lokasinya berada di Kompleks Perkantoran Terpadu, Jalan Merdeka Timur, Wonosari, Kemiri, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali.

Masjid Ageng Boyolali dibangun seiring dengan dibangunnya kompleks perkantoran terpadu Pemerintah Kabupaten Boyolali. Boyolali sebenarnya telah memiliki Masjid Agung Boyolali di Jalan Merbabu No. 39, Singorajan, Siswodipuran, Boyolali, berdekatan dengan Pendapi Alit, yang saat ini difungsikan sebagai rumah dinas Bupati Boyolali.











Foto adalah koleksi pribadi, diambil pada 3 Januari 2020

Tuesday, December 31, 2019

Stasiun Jebres, Solo

Stasiun Jebres, Solo (ꦱꦼꦠꦱꦶꦪꦸꦤ꧀‌ꦯꦭꦗꦺꦧꦿꦺꦱ꧀Sêtasiyun Sala Jèbrès) adalah salah satu stasiun kereta api di kota Solo. Berada di Jalan Urip Sumoharjo, Kelurahan Purwodiningratan, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta. Barada di ketinggian +97 M. Dibangun pada tahun 1883 dan resmi digunakan pada 1884, bersamaan dengan selesai dibangunnya jalur kereta api Solo-Madiun. 

Nama Jebres diambil dari nama seorang Belanda yang bermukim di daerah ini yakni Van der Jeep Reic, lidah orang Jawa menyebutnya menjadi Jebres. Maka daerah kediaman tersebut disebut dengan daerah Jebres.




Pada masa kolonial, stasiun ini digunakan untuk penumpang dan angkutan barang. Juga sering digunakan para keluarga Keraton Surakarta untuk bepergian ke Batavia dan Surabaya. Pada awal abad ke-20, rute tram dalam kota dari Bangak Boyolali ke Stasiun Purwosari diterukan ke Benteng Vastenburg hingga Stasiun Jebres. 




Pada saat ini, stasiun Jebres difungsikan untuk perjalanan kereta api tujuan Jakarta dan Jawa Timur, yakni Bangunkarta (Jakarta-Surabaya via Madiun-Jombang); Brantas (Jakarta-Blitar via Madian); Majapahit (Jakarta-Malang via Madiun-Blitar) dan Matarmaja (Jakarta-Malang via Madiun-Blitar).



Catatan: Foto adalah koleksi pribadi, diambil pada 30 Desember 2019

Wednesday, December 25, 2019

Pasar Pusat Medan

Pasar Pusat, Kota Medan adalah salah satu pasar tradisional yang berada di kota Medan. Tepatnya di Kelurahan Pusat Pusat Pasar, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan.

Dikenal juga dengan nama Pajak Sentral atau Tua Pa Sat, pembangunannya dimulai sejak 1931, tepatnya pada 2 April 1931. Usulan untuk mendirikan pasar besar telah dilakukan sejak 1929. Pembangunan pasar ini selesai pada 21 Desember 1932. Dan dibuka pertama kalinya pada 1 Maret 1933. 

Gedung Pasar Pusat Pasar yang saat ini terhubung dengan gedung Medan Mall ini pada awal mulanya tidak banyak ditempati pedangang karena keadaan ekonomi yang kurang baik serta alasan memindahkan kios dari tempat asal dianggap merepotkan. Guna mengatasi hal ini, pada tahun 1942 ongkos sewa kios diturunkan dan pembayarannya disesuaikan dengan kesanggupan penyewa. Pasar ini pernah mengalami kebakaran pada 1971 yang menghabiskan dua dari empat bangunan pasar. Kemudian pada 1978, dua bangunan yang tersisa juga terbakar. Pada pertengahan 1990 bangunan dibangun Medan Mall dan keduanya dihubungkan. Posisi pasar tradisional berada di belakang mall.

Penghubung dari Medan Mall ke Pasar Pusat Pasar



Pasar yang dikenal sebagai pusat grosir beraneka kebutuhan ini buka dari jam 07.00 hingga 17.00 tiap harinya. Di sini, juga terkenal dengan los-los ikan asin, macam-macam ikan asin dijual di sini, ada teri, sotong maupun ikan pari dan sebagainya. Juga ada penjual Ulos serta berbagai macam kuliner yang dapat dijumpai di tengah-tengah pasar, diantaranya sate padang, opor ayam, lontong dan nasi sayur.








Di depannya banyak berjajar bentor (becak bermotor) dan juga ada ruko-ruko bangunan tua. Ada beberapa bangunan kosong yang digunakan untuk rumah walet.

Deretan Ruko Tua depan Pasar Pusat Medan

Deretan bentor mangkal di depan pasar

Telepon Umum yang masih ada di tengah-tangah Pasar Pusat Medan

Catatan: Foto adalah koleksi pribadi, diambil pada 21 Desember 2019