Saturday, November 29, 2025

Peran Kritis Partisipasi Masyarakat dalam Reformasi Birokrasi

Tulisan ini disusun sebagai bahan pemantik yang saya sampaikan dalam Forum Diskusi Nasional Reformasi Birokrasi, yang diselanggarakan oleh Kementerian PAN/RB pada 18 November 2025 di Jakarta.


Pengantar

Partisipasi masyarakat bukan sekadar elemen pelengkap, melainkan kekuatan warga (citizen power) yang esensial untuk mencapai Reformasi Birokrasi (RB) yang autentik dan berdampak. Mengacu pada Tangga Partisipasi Warga (Arnstein's Ladder), partisipasi yang sebenarnya harus mensyaratkan redistribusi kekuasaan—baik dalam bentuk dana maupun wewenang pengambilan keputusan—bukan hanya sekadar formalitas (seperti Manipulation, Therapy, atau Informing). 

Partisipasi tanpa redistribusi kekuasaan adalah proses yang hampa dan membuat frustrasi bagi warga yang rentan yang tidak berdaya. Adalah sarana yang dapat warga gunakan untuk mendorong reformasi sosial yang signifikan yang memungkinkan mereka turut serta dalam mendapatkan manfaat.

Tangga Partisipasi Warga (Arnstein's Ladder) yang dikembangkan oleh Sherry Arnstein pada tahun 1969, yang membagi partisipasi menjadi delapan tingkatan berdasarkan derajat kekuasaan yang dimiliki warga. Tangga ini memisahkan partisipasi yang otentik (memberi kekuasaan) dari partisipasi palsu (tokenistik atau nonparticipation).

Pilar Partisipasi dalam Reformasi Birokrasi

Keterlibatan publik menjadi penting karena memengaruhi tiga pilar utama reformasi birokrasi;

  1. Menentukan Arah dan Kebutuhan Riil. Masyarakat adalah pengguna akhir layananPartisipasi memastikan bahwa RB tidak salah sasaran, melainkan menciptakan layanan yang sesuai dengan kebutuhan riil melalui pendekatan seperti Co-creation dan Co-design.
  2. Peningkatan Akuntabilitas dan Pengawasan: Keterlibatan masyarakat bertindak sebagai pengawas eksternal yang efektifTransparansi yang didorong oleh partisipasi publik sangat krusial dalam mencegah korupsi dan maladministrasi
  3. Menguatkan Legitimasi dan Keberlanjutan: Layanan yang dirancang dan dikembangkan bersama masyarakat (Co-creation) lebih mudah diterima dan digunakan, sehingga memastikan bahwa hasil reformasi bertahan lama dan tidak hanya menjadi proyek sesaat
Birokrasi yang Humanis dan Model Kemitraan: Co-creation
Konsep Co-creation menempatkan birokrasi dan masyarakat sebagai mitra setara dalam mendefinisikan masalah dan merumuskan solusi, melampaui konsultasi biasa. Kemitraan ini terwujud dalam berbagai aspek:
  1. Co-design: Warga terlibat aktif dalam workshop dan simulasi untuk menciptakan ide atau merombak layanan
  2. Co-delivery: Warga berpartisipasi dalam penyediaan layanan, bertindak sebagai "ahli pengalaman" yang memberikan wawasan unik mengenai implementasi di lapangan
  3. Co-assessment: Masyarakat diikutsertakan dalam pengawasan dan evaluasi kinerja layanan
Rekomendasi Kunci
Untuk mewujudkan partisipasi yang kuat, perlu didukung oleh Political Will yang menjadikan partisipasi digital sebagai bagian integral dari tata kelola. Selain itu, transparansi harus didorong melalui Open Data (anggaran, kinerja layanan) yang mudah diakses dan diolah , serta platform pengaduan digital yang menciptakan jejak audit (audit trail) yang tidak dapat dihapus, mempersulit birokrat untuk menutupi kesalahan. Terakhir, perlindungan data pribadi menjadi penting agar masyarakat merasa aman saat berpartisipasi.