Tuesday, December 18, 2012

Angkernya Pelayanan Publik


Setiap warga negara selalu memerlukan beragam pelayanan (barang dan jasa) baik yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta. Produk layanan yang disediakan pemerintah (public goods) diantaranya adalah pelayanan atas keamanan, pelayanan identitas diri seperti KTP, SIM maupun akta tanah, pelayanan listrik, pelayanan pendidikan maupun kesehatan. Meskipun untuk yang dua hal terakhir (pelayanan pendidikan dan kesehatan), pihak swasta juga menyediakannya. Masyarakat berhak memilihnya, sebab penyediaan layanan pendidikan maupun kesehatan tergolong pada substitute public goods (penyediaan pelayanan atas barang dan/atau jasa yang dilakukan lembaga pemerintah dan juga lembaga swasta).

Dengan merujuk uraian di atas, maka pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai sebuah bentuk pelayanan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar warga negara yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah baik pada tingkat pusat maupun daerah serta oleh BUMN maupun BUMD. Disamping itu, pelayanan publik bersifat ekonomis, artinya biaya yang dibebankan harus terjangkau oleh segenap lapisan masyarakat.

Akan tetapi, hingga saat ini banyak kalangan menilai dan menyatakan bahwa pelayanan publik kita masih saja angker terhadap masyarakat, sebab seringkali membuat frustasi dan kecewa dikarenakan selalu saja dibayang-bayangi dengan realita penyediaan layanan yang cenderung tidak transparan, mahal (banyaknya pungli) maupun kualitas/mutu rendah serta petugas pelayanan yang dianggap kurang ramah dalam melayani, dan masih banyak lagi hal-hal yang merujuk pada kurang akuntabelnya pelayanan publik kita.

Sistem dan perilaku birokrasi pelayanan publik lebih pada mencerminkan model organisasi yang tidak efisien dan tidak efektif, minim akuntabilitas, tidak transparan serta tidak berorientasi kepada masyarakat sebagai konsumen yang dilayaninya adalah hal-hal yang acapkali menjadikan pelayanan publik kita jauh dari berkualitas dan akuntabel.

Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Tiga tahun sudah UU Pelayanan Publik diundangkan, namun masih belum dapat menjadikan pelayanan publik kita sesuai dengan harapan. Masih banyak warga masyarakat yang mengeluhkan praktik-praktik penyelenggaraan pelayanan publik yang belum berkualitas. Padahal dengan disahkannya Undang-undang Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik ini merupakan harapan baru guna mendobrak sistem dan perilaku birokrasi pelayanan publik kita menjadi lebih berkualitas dan akuntabel. Sebab, selain membuka keterlibatan masyarakat dalam pengawasan maupun penyusunan standar pelayanan, Undang-undang ini juga mengatur mengenai kewajiban penyelenggara layanan dan bahkan mengenai sanksi bagi penyelenggara layanan juga diatur.

Pengakuan atas hak-hak masyarakat untuk dapat berperan aktif dalam penyelenggaraan pelayanan publik adalah menjadi entry point perbaikan pelayanan publik kita. Pasal 18 dan 39 UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik secara tegas menyatakan mengenai hak dan kewajiban serta hal tersebut.

Akan tetapi, masih minimnya sosialisasi menjadikan masyarakat belum banyak yang memahami bahwa hak mereka telah dijamin oleh undang-undang. Sehingga masyarakat masih belum banyak yang mau melibatkan diri dalam pengawasan dan mengadvokasi dirinya dengan bersama-sama penyedia layanan membuat sebuah standar pelayanan yang partisipatif. Hal ini setidaknya tercermin dari penelitian yang dilakukan oleh PATTIRO Surakarta pada pertengahan tahun 2012 ini, dimana 85% responden masyarakat Surakarta menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui keberadaan UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik maupun mengenai hak-haknya dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang diatur dalam undang-undang tersebut.

Dengan ketidaktahuannya tersebut maka masyarakat tidak dapat berperan aktif dalam mengawasi penyelengaraan pelayanan publik. Di sisi lain, masyarakat juga masih enggan untuk memberikan kritik saran maupun pengaduan ketika mendapatkan pelayanan yang tidak semestinya.

Keengganan masyarakat dalam memberikan kritik saran atau bahkan pengaduan dapat dipahami, sebab sampai saat ini masih sangat banyak unit penyedia layanan yang belum memiliki sistem pengelolaan pengaduan. Pengaduan hanya akan berhenti di dalam kotak saran atau tulisan dalam website tanpa pernah disampaikan sampai sejauhmana pengelolaannya. Dalam membongkar inilah, peran aktif masyarakat dalam penyusunan standar pelayanan menjadi penting, sehingga apa yang menjadi kebutuhan masyarakat selaku pengguna layanan dapat terwadahi serta telah menjadi kesepahaman bersama masyarakat dengan unit penyedia layanan.

Selain itu, dalam UU Pelayanan Publik juga termaktub mengenai sanksi bagi penyelenggara pelayanan publik ketika tidak menyediakan layanan sesuai dengan standar pelayanan yang ada. Dalam pasal 54 sampai dengan pasal 58 menyebutkan hal tersebut secara gamblang, yakni mulai dari ganti rugi, sanksi administratif hingga sanksi pidana.

Artinya, ketika masyarakat merasa tidak puas dan kecewa dengan pelayanan yang diberikan maka dapat melakukan pengaduan. Pengaduan dapat dilakukan kepada atasan petugas pemberi layanan dalam unit pelayanan tersebut maupun atasan dari unit layanan. Juga dapat mengadukan ke Ombudsman selaku lembaga Negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik.

Jika melihat pada perangkat peraturan perundangan yang ada, maka sudah seharusnya perbaikan pelayanan publik bukan lagi sekedar mimpi.
Apalagi di Kota Surakarta saat ini sedang dibahas Raperda Pelayanan Publik yang tentunya akan menjadi pelengkap perangkat hukum yang menangungi penyelenggaraan pelayanan publik di Kota Surakarta.

Dalam draft Raperda yang dikonsultasi-publikan oleh DPRD pada pertengahan November 2012 ini ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan, terutama mengenai ruang partisipasi dalam pengaduan perlu dipertegas pada mekanisme dan unit khusus yang menangani serta mengelola pengaduan pada setiap unit layanan. Hal ini menjadi penting mengingat bahwa keengganan masyarakat memberikan kritik dan pengaduan karena ketidakpastian mengenai pengaduan mereka.

Tulisan ini pernah dipublikasikan di Harian Joglosemar, 29 November 2012


*) Hak Cipta gambar ada di pattiro surakarta

Saturday, August 4, 2012

Manfaat Air Kelapa

Salah satu manfaat kesehatan air kelapa adalah kemampuannya menghidrasi tubuh. Air kelapa mengandung semua elektrolit yang dibutuhkan tubuh seperti sodium, potasium, klorida, kalsium, dan magnesium. Elektrolit ini bersama air minum memegang peran penting untuk menjaga tubuh tetap terhidrasi terutama selama dan setelah kegiatan olahraga yang menguras keringat.

  • Air kelapa terkenal akan kandungan kalorinya yang rendah. Karena itu, jika Anda ingin menurunkan berat badan, gantilah kebiasaan mengonsumsi minuman berkalori tinggi seperti soda, kafein, atau jus buah dengan air kelapa.
  • Air kelapa ternyata juga mengandung asam lauric yang juga ditemukan pada ASI. Fungsi asam ini adalah antimikroba, antibakteri, serta antijamur. Air kelapa yang diminum secara teratur sangat baik untuk meningkatkan sistem imun tubuh untuk melawan berbagai virus dan penyakit.
  • Air kelapa membantu membawa nutrisi dan oksigen ke dalam sel darah dan meningkatkan metabolisme. Selain itu, air kelapa juga bisa membantu membersihkan saluran pencernaan.
  • Penderita demam tifoid, malaria, atau penyakit lain yang menimbulkan rasa mual bisa mencoba mengonsumsi air kelapa untuk mengurangi rasa mual.
  • Air kelapa mengandung albumen alami sehingga cocok menjadi minuman darurat pada pasien yang terinfeksi kolera.
  • Komponen air kelapa mengandung berbagai enzim bioaktif yang bisa membantu mengatasi masalah pencernaan dan metabolisme. Konsumsi air kelapa secara teratur efektif untuk mengatasi rasa tidak nyaman di perut.
  • Air kelapa merupakan sumber potasium yang baik. Dalam satu sajian air kelapa terkandung 220 mg potasium. Elektrolit ini dibutuhkan tubuh setiap hari untuk menjaga fungsi kontraksi jantung
  • Air kelapa sangat disarankan untuk mereka yang menderita batu ginjal dan saluran kemih. Minum air kelapa secara teratur disebutkan membantu memecah batu ginjal sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan.
  • Air kelapa bekerja seperti halnya pelembab ringan dan juga mengurangi kelebihan minyak di kulit. Manfaat lainnya adalah melembutkan kulit bertipe kombinasi. Anda bisa menggunakan air kelapa untuk mandi atau memilih lotion kulit yang terbuat dari kelapa. Air kelapa juga bisa dipakai untuk membasuh wajah setelah mengenakan masker, terutama untuk mereka yang memiliki jenis kulit berminyak.
Disarikan dari berbagai sumber
Gambar dari internet

Tuesday, July 17, 2012

Sang Mediator Raskin

Kebijakan Raskin dari Pemerintah yang diperuntukkan bagi warga miskin, di banyak daerah hampir pasti terjadi persoalan. Terutama masalah pembagian karena ada warga miskin yang dapat dan ada juga yang tidak dapat.

Hal tersebut seringkali menjadikan gejolah sosial. Pihak RT (Rukun Tetangga) yang menjadi ujung tombak pemerintahan terendah pada tingkat masyarakat akrab kali menjadi sasaran kemarahan warga yang tidak dapat padahal merasa berhak. Itulah yang terjadi realitas di lapangan karena masih kurang tepatnya proses dan sistem pendataan.

Dengan adanya fenomena tersebut maka sangat diperlukan ketegasan dan keberpihakan serta kejelian dari seorang Ketua atau Pengurus RT dalam mendistribusikan beras raskin tersebut. Dalam film pendek dengan judul "Sang Mediator Raskin" yang dibuat oleh anak-anak muda pegiat sosial atas dampingan dari PATTIRO Surakarta berikut adalah salah satu bentuk model penyaluran raskin yang terjadi di RT 03 RW XIV Kelurahan Sondakan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. Ada hikmah dan hal menarik dari proses penyaluran raskin tersebut.





Film tersebut memenangkan Lomba Video "Yuk AWASI" yang diselenggarakan oleh PATTIRO dan Wide Shot Metro TV

Monday, June 18, 2012

Apa Itu APBD?

Anggaran adalah pernyataan tentang perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan terjadi dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang serta realisasinya di masa yang lalu. Anggaran diperlukan disemua tingkatan, baik secara sederhananya di keluarga atau lebih luasnya lagi di daerah kabupaten/kota maupun nasional. Dalam lingkup keluarga, sumber penerimaan berasal dari hasil kerja beberapa anggota keluarga yang kemudian dibelanjakan kembali dalam rangka memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga. Inilah yang dinamakan APBK (Anggaran Pendapatan dan Belanja Keluarga).

Di tingkat kabupaten atau kota, anggaran itu berbentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD diperlukan untuk menciptakan keteraturan sosial, menjamin hak-hak masyarakat, dan terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, APBD hendaknya disusun berdasarkan prioritas kebutuhan masyarakat dan mengakomodasi perbedaaan kebutuhan antar kelompok dalam masyarakat.

Proses perencanaan dan penganggaran perlu dilakukan secara transparan dan partisipatif agar masyarakat mengetahui prioritas pembangunan suatu daerah. Dengan demikian diharapkan tata pemerintahan yang baik dan bersih dapat terwujud.

Secara sederhana, sebuah keluarga dapat disamakan dengan sebuah kabupaten/kota. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, keluarga memiliki sumber penerimaanyang berasal dari hasil kerja beberapa anggota keluarga, misalnya bapak, ibu, anak sulung dan seterusnya. Sumber-sumber penerimaan ini dikumpulkan untuk kemudian dibelanjakan kembali dalam merangka memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga, baik yang menyumbang penerimaan keluarga maupun yang tidak. Agar distribusi sumber daya bisa dilakukan secara adil, orangtua sebagai pembuat keputusan tertinggi harus memiliki kepekaan atas kebutuhan yang khas masing- masing anggota keluarga, termasuk bayi yang belum bisa menyuarakan kebutuhannya sendiri.

Sebuah kota/kabupaten adalah sebuah satu keluarga besar yang terdiri dari berbagi kelompok masyarakat dengan berbagi suku, ras, jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaaan. Pemerintah daerah adalah pihak yang mendapat amanat dari rakyat untuk mengelola sumber daya yang dikumpulkan dari rakyat dalam bentuk pembayaran pajak dan retrebusi. Untuk menjalankan amanat itu, pemerintah perlu menyusun suatu rancangan mengenai perkiraan penerimaan dan pengeluaran dalam jangka waktu tertentu, yang disebut APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

Secara filosofi, anggaran diperlukan untuk menjamin eksistensi negara dan untuk membiayai pengelolaan negara. Sementara itu, negara diperlukan karena tiga alasan, yaitu : (1) Untuk menciptakan keteraturan sosial; (2) Menjamin hak-hak masyarakat; dan (3) Menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat. Ketiga alasan itu terkait dengan upaya penyelesaian masalah di masyarakat agar masyarakat bisa hidup, aman, adil dan sejahtera.

Di masa lalu penyusunan APBD lebih bersifat rutinitas. Besaran alokasi APBD tahun berikutnya akan naik secara bertahap (incremental) tanpa ada dasar yang jelas dan tanpa melihat berhasil tidaknya program-program yang dilakukan. Inilah yang dinamakan dengan Sistem Anggaran Tradisional. 

Harapan akan adanya perubahan ditandai dengan dikeluarkannya UU no. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Regulasi tentang pengelolaan keuangan daerah dalam UU tersebut diturunkan dalam Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 2000 tentang pengelolaan Keuangan Daerah yang kemudian diturunkan lagi dalam Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran dan Belanja Daerah. 

Dalam aturan-aturan di atas, pemerintah telah memproklamirkan untuk hijrah ke Sistem Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) yang menekankan pada kejelasan tujuan dan hasil dari program atau kegiatan yang dilaksanakan. Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-Undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Dalam perjalanannya, UU No 22 Tahun 1999 telah direvisi dengan UU No 32 Tahun 2004. revisi tersebut diikuti dengan dikeluarkannya PP No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (menggantikan PP No 105 tahun 2000), yang dilanjutkan dengan keluarnya Permendagri no 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (menggantikan Kepmendagri no 29 tahun 2002).

Fungsi APBD
Dalam aturan-aturan di atas disebutkan mengenai enam fungsi anggaran, antara lain terdapat dalam pasal 3 ayat (4) UU no 17 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa APBN/APBD mempunyai fungsi : 
  1. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran harus menjadi dasar dalam melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan; 
  2. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan; 
  3. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan pengelenggaran perintah negara maupun daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; 
  4. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran harus diarahkan untuak mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian; 
  5. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; 
  6. Fungsi stabilitasi mengandung arti bahwa anggaran menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental dan perekonomian.

Permasalahan di masyarakat yang perlu diselesaikan dalam bentuk kebijakan (program) yang didukung oleh anggaran yang memadai jauh lebih banyak dibanding jumlah anggaran yang tersedia. Dengan kata lain, ada keterbatasan anggaran. Maka, penyusunan prioritas dalam penyusunan anggaran mutlak harus dilakukan. 

Dalam kenyataannya, proses-proses yang terjadi dalam penyusunan anggaran adalah proses politik karena masing-masing pihak ingin memperjuangkan kepentinganya sendiri. Akibatnya, angka yang tercantum dalam APBD juga merupakan angka politik.

Download Berkenalan dengan APBD

Tuesday, June 5, 2012

Kepel: Parfum Alami dan Anti Kanker

Awalnya saya heran dan takjub ketika pertama kali menginjakkan kaki di Magelang 7 tahun silam. Saya melihat pohon yang buahnya tidak menempel di dahan layaknya pohon-pohon lainnya, namun buahnya menempel pada batangnya. Subhanallah. Buah apakah gerangan ini, gumam saya. Lalu saya bertanya ke sana ke mari serta melakukan pencarian di internet.

Orang Jawa menamainya dengan Kepel (karena besar buahnya sebesar kepalan tangan) dalam bahasa Indonesia disebut dengan Burahol, diambil dari Stelechocarpus burahol (nama ilmiahnya).

Divisi
:
Spermatophyta
Filum (Sub Divisi)
:
Magnoliophyta (nama baru dari Angiospermae) – Tumbuhan berbiji terbuka
Kelas
:
Magnoliopsida (nama baru dari Dicotyledonae) – Tumbuhan berbiji belah/bercabang
Ordo (Bangsa)
:
Fabales – Tumbuhan berbunga
Famili (Suku)
:
Annonaceae
Genus (Marga)
:
Stelechocarpus
Spesies
:
Stelechocarpus burahol (Blume) Hook. & Thomson

Daging buah kepel atau burahol ini mengandung saponin, flavonoida dan polifenol yang berfungsi dapat meluruhkan air seni serta menjadikan keringat tidak berbau. Sehingga selain sebagai parfum alami serta menjadikan air seni tidak berbau juga dapat mengobati radang pada ginjal. Maka tidak mengherankan apabila konon buah ini adalah kesukaan kerabat keraton Jogja dan Solo. Para puteri keraton selalu mengonsumsi buah ini agar keringatnya tidak berbau. Selain itu, buah kepel juga digunakan untuk proses KB alamiah sebab dapat mengurangi kesuburan sementara pada perempuan.

Daunnya adalah penangkap radikal bebas (anti-kanker) karena mengandung zat sitotoksik antara lain acetogenin, styryl lactons dan isoflavon. Dimana acetogenin berperan dalam mengganggu permeabilitas mitokondria sel kanker dan pengaturan apoptosis sel kanker. Styryl lactons berperan dalam peningkatan tumor supressor gene (anti tumor genesis), dan isoflavon berperan dalam pengendalian sifat estrogenik sel kanker.

Namun tanaman ini sudah cukup langka. Hanya sedikit yang tersisa di kawasan keraton Jogja dan Solo. Sebenarnya tanaman Kepel dapat tumbuh subur pada tanah lembab dataran rendah hingga sedang (100-610 m dpl). Dan ini banyak dijumpai di Pulau Jawa dan Semenanjung Malaya. Perkembangbikannya hanya dengan biji. Proses cangkok dan stek (vegetatif) tidak berhasil, maka saat ini sedang dicoba dikembangbiakan dengan metode kultur in vitro atau kultur jaringan. Tanaman kepel relatif kebal penyakit (sampai saat ini belum ada laporan tentang jenis penyakitnya) sementara hama tanaman ini adalah kelelawar dan binatang pengerat (misal: tikus).

Ciri-ciri pohon Kepel adalah pohonnya tegak dengan tinggi mencapai 25 M. Daunnya berwana hijau gelap berbentuk lanset (bulat telor), tidak berbulu dan merotal tipis dengan pangkal daun panjangnya mencapai 1,5 cm. Tajuk atau kanopinya berbentuk kubah meruncing (layaknya pohon cemara). Cabang-cabangnya mendatar, sementara batangnya berwarna coklat cenderung hitam dengan diameter berkisar 40 cm.

Bunganya muncul pada tonjolan-tonjolan batang adalah bunga yang berkelamin tunggal, mula-mula berwarna hijau kemudian berubah menjadi keputih-putihan. Bunga jantannya terletak di batang sebelah atas dan di cabang-cabang yang lebih tua, berkumpul sebanyak 8-16 kuntum berdiameter 1 cm. Sementara bunga betinanya hanya berada di pangkal batang, diameternya mencapai 3 cm.

Buahnya bergerombol antara 1-13 buah. Panjang tangkai buahnya mencapai 8 cm; buah yang matang hampir bulat bentuknya, berwarna kecoklat-coklatan, diameternya 5-6 cm, dan berisi sari buah yang dapat dimakan. Bijinya berbentuk menjorong, berjumlah 4-6 butir, panjangnya sekitar 3 cm. Berat segar buah antara 62-105 g, dengan bagian yang dapat dimakan sebanyak 49% dan bijinya 27% dari berat buah segar. Buah kepel dianggap matang jika digores kulit buahnya terlihat berwarna kuning atau coklat muda.

Sumber referensi:
Potensi In Vitro Zat Sitotoksik Anti Kanker Daun Kepel terhadap Carcinoma Colrectal (Makalah, Fak. Kedokteran UNS, 2008)
Anatomi Tumbuhan dan Botani Umum (Buku Pegangan Kuliah, Fak. Pertanian UNS, 1999)