Tuesday, May 31, 2016

Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul

Keberadaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 memberikan pengakuan yang sangat besar terhadap kedaulatan desa.  Kebijakan ini mengakui keberadaan kewenangan Desa. Kewenangan Desa yang diakui dalam UU 6/2014, adalah kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa.

Dalam peraturan turunan UU 6/2014; Permendesa No. 1/2015 (Pasal 2), secara eksplisit dijelaskan mengenai Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul yakni:
  1. Sistem organisasi perangkat desa
  2. Sistem organisasi masyarakat adat
  3. Pembinaan kelembagaan masyarakat
  4. Pembinaan lembaga dan hukum adat
  5. Pengelolaan tanah kas Desa
  6. Pengelolaan tanah Desa atau tanah hak milik Desa yang menggunakan sebutan setempat
  7. Pengelolaan tanah bengkok
  8. Pengelolaan tanah Pecatu
  9. Pengelolaan tanah titisara
  10. Pengembangan peran masyarakat Desa
Dalam Pasal 4 secara eksplisit dan tegas menyebutkan bahwa Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota harus mengakui, menghormati dan melindungi kewenangan berdasarkan hak asal usul tersebut. 

Dengan demikian, tantangan kedepan adalah (1) implementasi atas Pasal 4 tersebut; (2) Desa mampu memastikan dan memanfaatkan kewenangan yang dimilikinya dalam membangun dan menyejahterakan masyarakatnya.


*) Disarikan dari berbagai sumber
**) Gambar dari http://rumah.bisnetmuslim.org

Monday, May 30, 2016

Kewenangan Desa

Secara normatif, kewenangan desa memang dimaksudkan dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dan dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, pada pasal 33 huruf a dan b serta pasal 34. 

Dalam Ketentuan Umum UU 6/2014 dinyatakan bahwa bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut dengan Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemaknaan atas definisi tersebut dapat dipahami sebagai adanya pengakuan secara substantif tentang kedaulatan desa bahkan secara radikal dapat dipahami sebagai sebuah pengakuan kewenangan, bukan sekedar pemberian kewenangan dari pemerintah dan pemerintah daerah. 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kewenangan adalah sama dengan wewenang, yakni hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Hassan Shadily (ahli perkamusan) menerjemahkan wewenang sebagai sebuah hak atau kekuasaan memberikan perintah dan bertindak untuk mempengaruhi tindakan orang lain agar sesuai yang diinginkan. 

Jika kita kembali menengok Definisi atas Kewenangan Desa dalam UU 6/2014 mempertegas hal ini, yakni Kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat desa; maka saya boleh dan dapat mengatakan bahwa kewenangan berdasarkan hak asal usul tersebut merupakan kewenangan yang dimiliki desa, bukan karena pemberian dari pemerintah dan pemerintah daerah, akan tetapi merupakan hal yang lahir dari rahim desa tersebut.

Hal yang ini berbeda dengan Kewenangan Lokal Berskala Desa yakni kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa yang dijalankan oleh Desa secara efektif yang timbul karena perkembangan desa dan prakarsa masyarakat Desa. Konsep kewenangan ini didasarkan pada prinsip desentralisasi; delegasi dan dekonsentrasi dari pemerintah dan pemerintah daerah.

*) Disarikan dari berbagai sumber
**) Gambar dari ariskiyana.wordpress.com

Tuesday, May 24, 2016

Masjid Agung Polewali Mandar

Masjid Agung Syuhada, adalah masjid agung Polewali Mandar (Sulawesi Barat), mulai dibangun pada tahun 1975 setelah Bupati H. Abdullah Majid membebaskan lahan untuk mengembangkan masjid tersebut. Proses pembangunannya memakan waktu yang cukup lama, karena pada tahun 1985 masjid agung ini baru mulai diresmikan oleh Bupati Polewali Mandar, Letkol S. Mengga. 

Masjid agung yang terletak di Jalan Mr. Muh. Yamin, ini pernah direnovasi pada tahun 2007 karena ada keretakan pada bangunan utama. Sehingga, pada waktu itu direhab total. Proses rehab baru selesai 6 tahun kemudian dan diresmikan pada tahun 2013 lalu.

Masjid Agung Syuhada, luas bangunannya mencapai 2.025 meter persegi dan dapat menampung lebih dari 1.000 jamaah. Fasilitasnya juga cukup komplit. Masjid ini diurus oleh Ta'mir Masjid yang berjumlah 41 orang termasuk satuan pengamanan (Satpam) yang selalu setia menjaga ketika jamaah sedang shalat.

Lahan parkirnya juga sangat luas, sehingga memungkinkan menampung ratusan mobil dan motor milik jamaah.



 Catatan: foto adalah dokumentasi pribadi dan diambil pada 23 Mei 2016 dengan iPhone 5S

Saturday, April 9, 2016

Masjid Agung Jepara

Masjid Agung Baitul Makmur Jepara dibangun pada masa pemerintahan Pangeran Arya Jepara. Dia adalah anak angkat Ratu Kalinyamat. 

Sejak dibangun, masjid agung Baitul Makmur telah mengalami renovasi sebanyak tiga kali yakni pada tahun 1686, 1929 dan 1989.  

Pada awalnya dulu masjid yang terletak di sisi selatan alun-alun Kabupaten Jepara ini berbahan dasar kayu jati dengan atap bersusun 5 (lima) seperti arsitektur Tiongkok. Pada renovasi tahun 1686 terjadi perubahan gaya arsitektur, yakni arsitektur rumah ibadah khas Nusantara dengan atap berbentuk limas susun tiga, badan bangunan nampak seperti bagian depan rumah Belanda klasik berbentuk segi empat panjang dan ada sayap di kedua sisinya.

Namun demikian meskipun telah berkali-kali renovasi, penggunaan bahan kayu terutama untuk ukiran masih cukup dominan pada beberapa bagian interior masjid ini. Sehingga ketika kita shalat di Masjid Agung Baitul Makmur ini masih terasa suasana kekunoannya. 




Foto dari http://duniamasjid.islamic-center.or.id/661/masjid-agung-jepara/ 

Catatan: Selain Foto yang terakhir, semua foto adalah koleksi pribadi saya dan saya ambil pada 28 Desember 2015 saat mampir Shalat Isya' di Masjid Agung Jepara, dari perjalanan liburan akhir bersama keluarga.








Monday, March 14, 2016

Masjid Jami' Lasem - Rembang

Masjid Jami' Lasem, terletak di jalur utama pantai utara atau Pantura ini didirikan pada tahun 1588. Bergaya arsitektur Jawa pada zaman pemerintahan Kadipaten Lasem oleh Adipati Tejakusuma I.

Tejakusuma dikenal juga dengan nama Kyai Ageng Punggur dan Raden Bagus Srimpet, merupakan trah asli Lasem. Beliau adalah anak dari Pangeran Santiwira bin Pangeran Kusumabadra, yang juga adalah Kakak Sunan Kalijaga. Nama Bagus Srimpet diberikan oleh ibunya, sedangkan nama Kyai Ageng Punggur dikenal karena beliau sering menyepi di bukit Punggur. Tejakusuma menjadi Adipati Lasem setelah menikah dengan Putri Sultan Hadiwijaya (Pajang) pada 1585. Setelah beliau meninggal pada usia 77 tahun dimakamkan di sebelah barat masjid Jami' Lasem.

Dalam pengembangan agama Islam di Lasem, Rembang ini Adipati Tejakusuma I dibantu oleh seorang ulama dari tanah Tuban, bernama Sayyid Abdurahman. Sayyid Abdurahman dikenal pula dengan nama Syech Maulana Asmarakandhi atau biasa disapa Mbah Sambu. Sampai wafatnya beliau berada di Lasem, dan dimakamkan di sebelah utara masjid.


Catatan: Foto merupakan dokumentasi pribadi dan diambil pada 23 Desember 2015, dengan iPhone 5S