Tuesday, May 11, 2010

SNI dan Perlindungan Konsumen


Akhir-akhir ini, masyarakat mulai gencar membicarakan apa yang dinamakan dengan Helm SNI. Ini merupakan dampak dari diberlakukannya UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Saya sebagai pribadi sepakat dengan keberadaan pasal yang mengatur hal tersebut (Pasal 54), namun berkaitan dengan sanksi yang diberikan (dalam pasal 76) akibat tidak menggunakan apa yang diatur dalam pasal 54 tersebut, saya sungguh jadi tanda tanya dengan hal tersebut. Mengapa harus konsumen yang diberi sanksi, mengapa bukan produsennya???

Pemerintah Indonesia ini beberapa waktu terakhir ini, setidaknya telah mulai 2008 lalu, melalui Kementrian Perdagangan maupun Perindustrian serta Badan Standarisasi Nasional (BSN), mulai memberlakukan apa yang disebut dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk banyak produk terutama yang impor. Hal ini dilakukan sebagai sebuah upaya pemerintah menghadapi apa yang disebut dengan Free Trade yang dilakukan diberbagai kawasan di dunia, seperti ACFTA. Serta tujuan utamanya adalah sebuah upaya melindungi konsumen.

Adalah sebuah hal yang menjadi kewajiban pemerintah untuk melindungi masyarakatnya selaku konsumen agar mendapatkan pelayanan yang benar-benar aman dan nyaman. Namun benarkah demikian???

Kalau memang SNI dalam rangka melindungi konsumen maka seharusnya juga menjadikan UU Perlindungan Konsumen sebagai konsideran hukum alias acuan dalam memberlakukan berbagai peraturan mengenai SNI tersebut. Dan bukan konsumennya yang diberikan sanksi melainkan produsennya yang diberikan sanksi karena telah membuat produk yang tidak berdasarkan regulasi yang ada yakni SNI.

Saya sungguh heran dengan hukum di negeri ini. Selalu saja tidak berpihak pada konsumen (apalagi rakyat kecil). Selalu saja berpihak pada kepentingan pemilik modal dan pemegang kewenangan dan kekuasaan yang ada. Rakyat selaku konsumen selalu saja menjadi pihak yang harus dirugikan dengan keberadaan regulasi tersebut.