Sunday, July 10, 2011

Ilusi Nasionalisme

Ketika ada budaya aset bangsa semisal Reog Ponorogo, diklaim bangsa lain teriak-teriak. Ketika Angklung diambil orang sama-sama teriak. Pada saat Lagu Rasa Sayange dijadikan budaya orang maka semua protes. Sewaktu Ketupat dijadikan makanan khas negara lain semua pada teriak.

Padahal keseharian kita apakah mau memainkan alat musik Angklung itu, jangankan memainkan mendengar saja tidak mau. Sehari-hari lagu-lagu pop dan lagu barat menjadi menu pokok yang diperdengarkan. Orang-orang lebih merasa gengsi jika memakai baju merek impor daripada pakai Batik bikinan UKM dekat rumah. Lebih suka makan Pizza daripada makan Ketupat adalah jawaban ketika ditanya apa makanan favorit kita. Dan lebih suka melihat tarian Samba daripada menonton Reog Ponorogo. Kita juga lebih bangga menggunakan bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia, biar kelihatan keren dan modern katanya.
Itulah yang terjadi dengan bangsa ini. Ketika ada yang menganggap itu budaya mereka maka bangsa ini berteriak. Protes dimana-mana. Namun ketika adem ayem maka budaya aset bangsa tersebut hanya menjadi barang yang dianggap kuno dan jadul alias tidak modern dan masa kini.

Ketika diajak nonton wayang dianggap kuno. Sewaktu diminta muterin lagu-lagu daerah dicap jadul. Pada saat disuguhi ketupat dibilang nggak modern. Jika diminta memainkan angklung jawabnya kurang masa kini.

Lha, kalau seperti itu ya jangan protes dan teriak sewaktu negara lain meng-klaim budaya-budaya kita jadi budaya mereka. Mematenkan makanan khas negeri ini menjadi makanan khas mereka. Sebab, kita tidak pernah menjaga aset budaya bangasa ini, bahkan justru meremehkan dan menganggapnya kuno.