Monday, March 19, 2012

Makna Filosofis Lagu Gundul-gundul Pacul

Ternyata lagu gundul-gundul pacul mempunyai filosofi yang cukup mendalam, Lagu Gundul Gundul Pacul ini konon diciptakan tahun 1400-an oleh Sunan Kalijaga dan teman-temannya yang masih remaja dan mempunyai arti filosofis yg dalam dan sangat mulia.

'Gundul' adalah kepala plonthos tanpa rambut. Kepala adalah lambang kehormatan, kemuliaan seseorang. Rambut adalah mahkota lambang keindahan kepala. jadi 'gundul' adalah kehormatan tanpa mahkota.

'Pacul' adalah cangkul (red, jawa) yaitu alat petani yang terbuat dari lempeng besi segi empat. jadi pacul adalah lambang kawula rendah, kebanyakan petani.

'Gundul pacul' artinya adalah bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul utk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya/orang banyak.

Orang Jawa mengatakan pacul adalah 'Papat Kang Ucul' (4 yg lepas). Kemuliaan seseorang tergantung 4 hal, yaitu bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya, dengan makna sbb:
1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat/masyarakat.
2. Telinga digunakan untuk mendengar nasehat.
3. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.
4. Mulut digunakan untuk berkata adil.

Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya. 'Gembelengan' artinya besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.

Arti harafiahnya jika orang yg kepalanya sudah kehilangan 4 indera itu mengakibatkan hal-hal sbb:
1. GEMBELENGAN (congkak/sombong).
2. NYUNGGI-NYUNGGI WAKUL (menjunjung amanah rakyat/orang banyak).
3. GEMBELENGAN ( sombong hati).
4. WAKUL NGGLIMPANG (amanah jatuh gak bisa dipertahankan).
5. SEGANE DADI SAK LATAR (berantakan sia sia, tidak bermanfaat bagi kesejahteraan orang banyak)

Cukup dalem banget yah makna dan penjabaran dari lagu ini, patut untuk kita jaga dan lestarikan ke anak cucu sebagai warisan budaya lagu Jawa.

Thursday, March 8, 2012

Perkembangan Dialek Bahasa Jawa Bojonegoro

Apakah yang dimaksud dengan dialek bahasa Jawa Bojonegoro?
Dalam dialek Jawa Timur terdapat beberapa subdialek, yaitu subdialek Banyuwangi Selatan, subdialek Bojonegoro, subdialek Gresik, subdialek Lamongan, subdialek Mojokerto, subdialek Pasuruan, subdialek Pacitan, subdialek Surabaya, subdialek Sidoarjo, subdialek Tengger, dan subdialek Malang.

Subdialek bahasa Jawa Bojonegoro adalah jenis dialek yang digunakan oleh masyarakat di sekitar Bojonegoro atau di daerah pantura Jawa Timur dimana daerah ini berbatasan dengan Jawa Tengah. Dialek Bojonegoro ini dipengaruhi oleh dialek standar bahasa Jawa. Ada pola khusus subdialek Bojonegoro. 

Berikut contoh arti Bahasa Jenegoroan yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari :
Njungok = Lunguh = Duduk 
maksutem = Apa maksutnya
Nggonem = milikmu
Bluron = Mandi disuangai
Piyeleh = Bagaimana
Anggitem = apa yang kamu kehendakai, apa yang diinginkan
Mbok anggep = kamu menggangap apa
Pasemem = Menurutmu
Matoh = Bagus

Untuk kata ‘matoh’ akhir-akhir ini banyak dikenal dan digunakan oleh masyarakat Bojonegoro karena menjadi jargon kota Bojonegoro. Kata ‘ matoh ‘ dapat diartikan sebagai suatu yang bagus. Sebenarnya kata ‘matoh’ sudah lama digunakan oleh masyarakat Bojonegoro untuk menyebut sesuatu yang bagus atau sangat bagus. Namun, belakangan ini, hampir semua masyarakat Bojonegoro menggunakan kata ‘matoh’ sehingga perkembangannya sangat pesat. Apalagi, Bupati Bojonegoro sering menggnakan kata ‘ matoh ‘ dalam setiap pidatonya di setiap kesempatan.

Bagaimana Perkembangan dialek bahasa Jawa Bojonegoro?
Dialek bahasa Jawa Bojonegoro berkembang di daerah Bojonegoro. Pada saat ini, perkembangan dialek bahasa Jawa Bojonegoro kurang begitu memperlihatkan perkembangan yang signifikan. Banyak masyarakat Bojonegoro yang kurang mengerti bagaimana dialek bahasa Jawa Bojonegoro itu.

Pembelajaran bahasa Jawa di Bojonegoro menggunakan tata bahasa Jawa yang berpangkal pada bahasa Jawa standar. Banyak kosakata dialek bahasa Jawa Bojonegoro yang tidak dimengerti bahkan telah hilang karena kurang digunakan oleh penuturnya. Apalagi, pada saat ini banyak keluarga yang menerapkan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar sehari-hari.

Meskipun saat ini perkembangan dialek bahasa Jawa tidak begitu signifikan, sebagai penutur sewajarnya menggunakan dialek tersebut karena dialek bahasa Jawa Bojonegoro merupakan warisan budaya yang tidak ternilai harganya.

Pengaruh dialek bahasa Jawa Bojonegoro terhadap bahasa Indonesia
Penggunaan dialek bahasa Jawa Bojonegoro menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap bahasa Indonesia. Dampak tersebut bisa dilihat dari pemakaiannya. Apabila ada dialek bahasa Jawa Bojonegoro yang dirasa pantas masuk sebagai kata/ragam baku bahasa Indonesia maka hal itu dapat menambah kosakata bahasa Indonesia.

Dampak negatif dari penggunaan dialek bahasa Jawa Bojonegoro terhadap bahasa Indonesia adalah dapat mengurangi pemahaman penutur bahasa tentang bahasa Indonesia. Namun, dampak negatif ini tidak begitu kentara karena penggunaanya disesuaikan dengan situasi kebahasaannya tanpa mengurangi esensi dari bahasa tersebut.

Disisi lain, dialek bahasa Jawa Bojonegoro harus dipertahankan karena dengan adanya keragaman akan semakin memperkaya dan mampu mempertahankan bahasa Jawa. Dengan menggunakan bahasa Jawa, orang Jawa tidak akan kehilangan  identitasnya.

Thursday, February 2, 2012

Mataram Kuno


Kerajaan Mataram Kuno, demikian orang menyebutnya sebagai pembeda dengan Mataram Islam. Adalah sebuah kerajaan yang berdiri di daerah Jawa Tengah pada abad 8 hingga 10 Masehi. Kerajaan ini bercorak Hindu dan Budha. Mataram Hindu (Wangsa Sanjaya) dan Mataram Budha (Wangsa Syailendra), menurut penelusuran sejarah, berada di daerah Yogyakarta, Klaten, Purworejo dan Magelang.

Namun meski lokasinya berdekatan bahkan berdampingan, masyarakat kedua kerajaan ini dapat hidup dengan damai dan penuh toleransi selama berabad-abad. Sampai pada suatu saat, ketika Rakai Pikatan (Wangsa Sanjaya) mempersunting Pramodhawardhani (Wangsa Syailendra) dan berusaha menyatukan kedua wangsa tersebut terjadi pergolakan politik kekuasaan.

Pernikahan Rakai Pikatan dengan Pramodhawardhani ditengarai sebagi sebuah strategi dan upaya melanggengkan kekuasaan Wangsa Sanjaya di bhumi Mataram. Banyak pihak pada waktu itu yang tidak suka dengan hal tersebut. Kalangan elit Wangsa Syailendra, diantaranya adalah Bala Putera Dewa (adik Pramodhawardhani) yang merasa tersingkir dan berusaha merebut kembali kekuasaan tersebut, namun tidak berhasil, yang pada akhirnya melarikan diri ke Sumatra dan menikah dengan puteri Sriwijaya kemudian menjadi raja di sana.

Meski penuh kontroversi, namun harus diakui bahwa dimasa pemerintahan Rakai Pikatan dan Pramodhawardhani, Kerajaan Mataram mencapai masa keemasanya. Dicirikan dengan banyaknya peninggalan berupa bangunan suci (candi) yang tersebar di daerah Yogyakarta, Klaten maupun Magelang. Dan situasi tersebut tidaklah mengusik ketentraman masyarakat Mataram yang plural pada saat itu.

Rakyat Mataram tidak terlalu terpengaruh dengan konflik elitis tersebut, mereka masih tetap hidup damai dalam sebuah kebudayaan dan peradaban serta keberagamaan yang plural. Inilah sebenarnya jatidiri bangsa Indonesia yang telah dimulai sejak berabad-abad lalu.

Namun hal tersebut pada saat ini seperti dilupakan oleh bangsa ini. Masyarakat bangsa ini telah terseret dalam konflik kepentingan elit, sehingga menjadikan situasi menjadi tidak kondusif. Alangkah indahnya jika situasi Mataram kala itu terwujud pada masa sekarang ini.

Thursday, January 12, 2012

Wedang Tape Bojonegoro


Salah satu yang cukup melegenda dari Bojonegoro adalah wedang tapenya. Wedang tape yang terbuat dari tape ketan hitam disajikan dengan santan panas ini benar-benar mak nyuusss….. 

Warung wedang tape di Jalan KH Maskur Bojonegoro ini memang legendaris dan sudah ada sejak dekade 1950-an, penjual yang sekarang ini adalah generasi ketiga. Maka tak heran jika yang berkunjung selalu ramai, apalagi pada momen-momen seperti mudik lebaran. Mereka-mereka yang sudah jadi langganan tetap selalu menyempatkan mampir kesini, termasuk saya yang kini jadi pelanggan tetap kalau pas mudik ke Bojonegoro. 

Silahkan kalau pas maen-maen ke Bojonegoro, monggo mampir di Warung Wedang Tape di Jalan KH Maskur Bojonegoro ini. Dijamin ketagian dehh…. 

Disini, kita bisa menikmati wedang tape dan juga ada rujak cingur, lontong kikil serta yang pasti bagi saya adalah ada rambak kulit sapi goreng. Pokoknya mak nyuusss dech..

Thursday, December 22, 2011

Konservasi Air yang Sederhana tapi Efektif


Apa itu Konservasi Air?
Konservasi air adalah sebuah perilaku yang disengaja dengan tujuan pengurangan penggunaan air segar melalui metode tekonologi ataupun perilaku sosial. (Wikipedia). Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin dan mengatur aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau (Prof. Sitanala Arsyad, IPB, 2006). Sementara itu Prof. Kartasapoetra mendefinisikan konservasi air adalah sebuah usaha untuk menjaga kualitas dan kuantitas air.

Berdasarkan ketiga referensi diatas maka saya menyimpulkan bahwa konservasi air pada hakikatnya adalah tindakan atau upaya yang diperlukan dalam rangka melestarikan sumber daya air, dengan menggunakan teknologi serta perilaku sosial manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan.

Mengapa Perlu Melakukan Konservasi Air?
Air adalah kebutuhan yang sangat vital bagi manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, untuk mencukupi kebutuhan memasak, mencuci, minum dan kebutuhan lainnya kita membutuhkan air setidaknya 2600 liter per kapita per hari demikian data yang dilansir oleh Kementrian Pertanian.

Sebuah hasil kajian dari Depkimpraswil, 2003 menyebutkan bahwa ketersediaan air di Pulau Jawa yang sebesar 30.569 juta meter kubik diperkirakan akan terus menyusut dan akan defisit pada tahun 2015 mendatang dalam menyukupi kebutuhan air bagi seluruh penduduk Pulau Jawa.

Data yang dikeluarkan oleh BMKG menyebutkan curah hujan rata-rata di Indonesia adalah 1000-4000 mm/tahun dengan rata-rata 6 bulan basah. Hal ini tentunya merupakan potensi besar bagi ketersediaan air di Indonesia.

Namun mengapa di banyak tempat di Indonesia ini selalu terdengar berita kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan? Sebuah pernyataan yang menurut saya, jawabannya adalah karena kita tidak dapat mengelola air. Potensi ketersediaan air yang kita punya ketika hujan tiba tidak terkelola dengan baik (hanya dibuang ke sungai dan laut) dan pada saat kemarau datang kekeringan melanda.

Melihat data dan fakta di atas, maka sudah bukan waktunya berdebat lagi mengenai penyebab semakin menipisnya sumber daya air. Akan tetapi pada saat sekarang ini kita harus segera bergerak, kita harus berkarya nyata dalam mengupayakan konservasi sumber daya air ini. Dan hal itu harus dimulai dari diri sendiri. Membuat hal besar akan nihil hasilnya tanpa dimulai dari hal kecil.

Hal sederhana apa yang dapat kita lakukan dalam upaya konservasi sumber daya air?
Beberapa hal yang menurut saya cukup sederhana namun efektif sebagai upaya konservasi air, dan mudah dilaksanakan oleh kita masing-masing; diantaranya adalah:

Pertama, kita harus mulai berhemat. Gunakan air seperlunya, jangan menghamburkan air hanya untuk aktivitas yang kurang bermanfaat. Contoh kecil yang dapat kita lakukan adalah menutup kran air sewaku kita sedang menggosok gigi atau tampunglah air untuk membilas cucian, jangan membilasnya langsung dari kran, lebih baik mandi dengan gayung daripada dengan shower sebab dengan shower air akan terus mengalir dan masih banyak lagi aktivitas kita yang dapat kita lakukan demi berhemat air.

Kedua, kita dapat membuat biopori di halaman rumah kita. Sebenarnya biopori  ini secara alamiah dapat terbentuk karena aktivitas mikroorganisme tanah, perakaran tanaman, rayap dan fauna tanah lainnya. Lubang-lubang tersebut akan berisi udara dan akan menjadi tempat lewatnya air. Seringkali karena kendala berbagai hal seperti sudah rusaknya struktur tanah maka biopori alamiah ini tidak banyak terdapat di tanah, maka kita dapat membuatnya.

Kita dapat membuatnya di halaman atau kebun rumah dengan melubangi tanah setidaknya berdiameter 10-15 cm dengan kedalaman lubang 50-100 cm dan jarak antar lubang 50-100 cm. Dapat pula ditambahkan sampah organik untuk membantu percepatan pembentukan serta menghidupi mikroorganisme atau fauna tanah yang seterusnya dapat menciptakan biopori-biopori baru secara alamiah, dan sampah organik tersebut nantinya dapat diambil untuk pupuk kompos kemudian diganti yang baru.

Ini merupakan teknologi konservasi air yang sederhana dan murah sebab mempercepat penyerapan air ke dalam tanah sehingga mampu meningkatkan cadangan air tanah dan juga dapat mengendalikan banjir.

Teknologi ini sampai sekarang masih terapkan di rumah dan juga pernah saya lakukan di hutan buatan dan taman kampus, dimana kami (saya dan beberapa teman) membuat puluhan biopori yang kami beri sampah organik dari dedaunan yang banyak berserakan di kampus. Hasil komposnya (setelah berproses dalam biopori selama kurang lebih 2 bulan) kemudian dipakai untuk media tanam tanaman hias dan media percobaan/penelitian teman-teman saat praktikum dan skripsi serta jika ada sisanya dijual. Artinya, sekali merengkuh dayung mendapatkan beberapa manfaat sekaligus.

Ketiga, membuat sumur resapan. Selain biopori yang kita buat di kebun atau halaman, kita dapat juga membuat sumur resapan. Teknologi ini cukup murah, dan saya baru membuatnya sekitar 4 bulan lalu di kebun rumah saya.

Prinsip kerja sumur resapan adalah dalam rangka menampung air hujan dan mempercepat penyerapan air hujan ke dalam tanah sehingga bencana banjir dapat dikendalikan serta cadangan air tanah meningkat. Kedalaman sumur resapan sebenarnya bervariasi tergantung pada situasi dan kondisi daerah masing-masing.

Untuk sumur resapan yang saya buat sedalam 5 meter dengan diameter 1 meter. Dindingnya diberikan bis beton dan bagian atasnya (tutupnya) dicor semen (beton) setebal 10 cm, dalamnya saya isi dengan arang dan ijuk setinggi kira-kira 1 m. Air hujan mengalir masuk melalui parit dan lubang kontrol berbentuk bujursangkar yang berada sejajar dengan bagian atas sumur resapan. Dan biaya yang saya keluarkan untuk membuat dua buah sumur resapan di kebun rumah saya tersebut tidaklah mahal, namun manfaatnya sangat berharga, setidaknya dalam 3 bulan terakhir sudah tidak digenangi air, yang dulunya ketika hujan ketinggian genangan sekitar 10 cm karena luapan air dari jalan dan pekarangan tetangga.

Selain itu sebagai pertimbangan dan perlu diperhatikan dalam membuat sumur resapan (sesuai dengan Standar Nasional Indonesia Nomor SNI 03-2453-2002 serta Peraturan DPU No. 29/PRT/M/2006 tentang Tata Cara Pembuatan Sumur Resapan pada Pekarangan) , diantaranya adalah (1) sumur resapan harus berada di lahan datar, tidak miring atau labil; (2) jauh dari tempat penimbunan sampah, septi- tank dan minimal 1 meter dari pondasi rumah; (3) kedalaman sumur resapan dapat sampai tanah berpasir atau maksimal 2 meter di bawah permukaan air tanah; (4) struktur tanah harus mempunyai permeabilitas (kemampuan tanah menyerap air) lebih besar atau sama dengan 2 cm per jam (artinya genangan air setinggi 2 cm akan terserap habis dalam satu jam).


Ketiga hal itu adalah hal sederhana, mudah dan murah namun efektif yang dapat kita lakukan dalam mengupayakan konservasi sumber daya air, sebab untuk membuat biopori maupun membangun sumur resapan tidak memerlukan lahan yang harus luas. Lahan pekarangan sempit pun dapat dimanfaatkan untuk menerapkan model teknologi sederhana ini.

Dengan tidak mengesampingkan agenda dan aktivitas konservasi skala makro (besar), seperti membuat waduk, memperbaiki pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), memperbanyak ruang terbuka hijau di kota-kota serta reboisasi; maka ketika hal-hal kecil (skala mikro) ini kemudian dilakukan oleh banyak orang di banyak tempat maka tentu hasilnya akan luar biasa. Sehingga kualitas dan kuantitas air bersih dapat terjaga, dan akan benar-benar lestari airku. Tidak ada hal besar yang dapat dihasilkan jika dan hanya jika tidak dimulai dari hal kecil.Untuk itulah mari kita mulai konservasi air sekarang dari diri sendiri. Blogger juga punya tanggungjawab sosial pula, sehingga selain mewacanakan gerakan konservasi air ini juga harus segera berkarya nyata.

Sumber Gambar :
- Gambar ilustrasi Biopori dari sini
- Gambar ilustrasi Sumur Resapan
di rumah saya

Sumber Referensi: