Monday, July 18, 2011

Tak Bangga Berbahasa Indonesia

Entah mulai kapan, yang jelas akhir-akhir ini dalam pengamatan saya bahwa orang-orang di negeri ini mulai sedikit banyak tidak bangga dengan bahasanya sendiri yakni Bahasa Indonesia. Entah apa sebabnya, apakah dirasa kurang keren dan kurang gaul atau karena apa saya tidak begitu paham.

Yang pasti, banyak penggunaan dan pemilihan kata-kata yang cenderung mulai meninggalkan bahasa Indonesia dan berganti dengan bahasa Inggris. Apakah ini dampak globalisasi? Ataukah sebagai sebuah upaya go international? Sekali lagi saya tidak tahu.

Ambil contoh sederhana yang sering kita jumpai di jalanan saja, yakni perubahan tulisan pada atribut Satpam (Satuan Pengamanan) menjadi Security atau sering saya melihat rompi polisi yang tulisannya Police. Itu yang sederhana yang banyak dilihat disana-sini. Lha yang lain masih banyaklah.

Semboyan kota-kota di Indonesia juga mulai demikian. Ambil contoh Solo dengan The Spirit of Java atau Jogja dengan Never Ending Asia. Padahal keduanya mengklaim sebagai kota budaya. Bukankah seharusnya nguri-uri kabudayan termasuk dalam pemilihan slogannya juga. Para politisi kita selalu saja menggunakan istilah-istilah asing semisal bailout atau pun reshuffle. Kemudian muncul istilah e-governance dan lain sebagainya. Merek dagang pun demikian juga.

Ini semua merupakan kegelisahan saya melihat fenomena demikian. Kenapa kita tidak bangga dengan bahasa Indonesia. Banyak bangsa di dunia ini yang mulai bangkit nasionalismenya namun justru bangsa ini mulai menuai ilusi-ilusi nasionalisme. Maka jangan marah jika budaya bangsa ini diklaim orang lain. Jangan protes jika bahasa Indoensia akan dipatenkan oleh negara lain, karena kita sendiri memang tidak bangga menggunakannya.

Sunday, July 10, 2011

Ilusi Nasionalisme

Ketika ada budaya aset bangsa semisal Reog Ponorogo, diklaim bangsa lain teriak-teriak. Ketika Angklung diambil orang sama-sama teriak. Pada saat Lagu Rasa Sayange dijadikan budaya orang maka semua protes. Sewaktu Ketupat dijadikan makanan khas negara lain semua pada teriak.

Padahal keseharian kita apakah mau memainkan alat musik Angklung itu, jangankan memainkan mendengar saja tidak mau. Sehari-hari lagu-lagu pop dan lagu barat menjadi menu pokok yang diperdengarkan. Orang-orang lebih merasa gengsi jika memakai baju merek impor daripada pakai Batik bikinan UKM dekat rumah. Lebih suka makan Pizza daripada makan Ketupat adalah jawaban ketika ditanya apa makanan favorit kita. Dan lebih suka melihat tarian Samba daripada menonton Reog Ponorogo. Kita juga lebih bangga menggunakan bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia, biar kelihatan keren dan modern katanya.
Itulah yang terjadi dengan bangsa ini. Ketika ada yang menganggap itu budaya mereka maka bangsa ini berteriak. Protes dimana-mana. Namun ketika adem ayem maka budaya aset bangsa tersebut hanya menjadi barang yang dianggap kuno dan jadul alias tidak modern dan masa kini.

Ketika diajak nonton wayang dianggap kuno. Sewaktu diminta muterin lagu-lagu daerah dicap jadul. Pada saat disuguhi ketupat dibilang nggak modern. Jika diminta memainkan angklung jawabnya kurang masa kini.

Lha, kalau seperti itu ya jangan protes dan teriak sewaktu negara lain meng-klaim budaya-budaya kita jadi budaya mereka. Mematenkan makanan khas negeri ini menjadi makanan khas mereka. Sebab, kita tidak pernah menjaga aset budaya bangasa ini, bahkan justru meremehkan dan menganggapnya kuno.

Saturday, June 4, 2011

Nasi Godog Magelang

Jika Anda bertandang ke daerah Magelang, maka sempatkan untuk mencicipi kuliner khas Magelang. Selain terkenal dengan gethuk-nya, Magelang juga kondang dengan keberadaan nasi godong atau nasi rebus.

Proses pembuatan nasi godog adalah kuah yang dimasukkan bersama bumbu rempah-rempah dipanaskan diatas bara arang, setelah itu dimasukkan nasi putih dan mie kemudian dimasak dengan kuah yang sudah diberikan bumbu-bumbu rempah-rempah tadi hingga matang, setelah matang ditambahkan potongan daging ayam dan telor. Kadang-kadang ditambahkan dengan rempelo ati serta ceker. Semua tergantung permintaan pembeli.

Para penjual nasi godog dapat ditemui di warung-warung tenda kaki lima yang tersebar di seantero Magelang; diantaranya di sekitar alun-alun Kota Magelang, pusat jajanan Muntilan, sekitar Candi Borobudur dan banyak tempat lainnya. Mereka buka pada sore hingga malam hari. Harganya pun tak mahal yakni berkisar antara Rp. 5.000 hingga Rp. 8.000 saja.

Wednesday, June 1, 2011

Kertas dan Penebangan Hutan

Dalam beraktivitas, salah satu yang dibutuhkan manusia adalah kertas. Kertas dibutuhkan untuk menulis, menggambar, ngeprint dan lain-lain. Dari waktu ke waktu permintaan kebutuhan akan kertas semakin meningkat seiring makin bertambahnya jumlah penduduk dan beragamnya aktivitas manusia.

Bahwa sampai saat ini kebutuhan akan kertas dipasok oleh pabrik-pabrik kertas yang tersebar seantero jagad dengan mengandalkan bahan baku dari pulp yang dibuat dari kayu cemara maupun kayu pinnus.

Proses pembuatan pulp dan perubahan pulp menjadi kertas memerlukan berbagai proses kimiawi dan mekanik, antara lain proses sulfit (dengan pemberian H2SO4, Na2SO4) dan proses alkali (penambahan NaOH maupun Na2S)) yang kesemuanya dalam rangka mencerna kayu sehingga menjadi pulp. Selain itu juga ada proses pemutihan (kelantang) dengan menggunakan klorin.

Proses tersebut adalah sarat dengan efek kerusakan lingkungan hidup (penebangan hutan) dan bahan kimia serta pasti menghasilkan senyawa limbah yang bersifat kimiawi pula, seperti hidrogen sulfida (H2S), dimetil sulfida (CH3SH3) serta senyawa kimia lain yang racun dan berbau tidak sedap (menyengat).

Inilah yang menjadikan pembuatan kertas berbenturan dengan kelestarian lingkungan hidup. Selain masalah penebangan pohon sebagai bahan baku juga efek kimia yang ditimbulkan tersebut. Sebab dalam memproduksi kertas dari kayu terdapat fakta dan data antara lain sebagai berikut (yang dikutip dari berbagi sumber literatur) :

  • Satu Batang pohon dapat menghasilkan oksigen yang dibutuhkan untuk 3 orang bernapas
  • Untuk memproduksi 1 ton kertas, dibutuhkan 3 ton kayu dan 98 ton bahan baku lainnya
  • Untuk memproduksi 1 Kilogram kertas dibutuhkan 324 liter air
  • Untuk memproduksi 1 ton kertas, dihasilkan gas karbondioksida (CO2) sebanyak kurang lebih 2,6 ton atau sama dengan emisi gas buang yang dihasilkan oleh mobil selama 6 bulan.
  • Untuk memproduksi 1 ton kertas, dihasilkan kurang lebih 72.200 liter limbah cair dan 1 ton limbah padat
  • Industri kertas adalah pemakai energi bahan bakar ke-3 terbesar di dunia

Menjawab hal tersebut, berbagai riset mulai dilakukan pada sekitar 2006-an lalu. Dan hasilnya, beberapa penelitian tersebut menyatakan bahwa dalam rangka mengurangi penebangan pohon dan efek limbah kimia, ada sebuah alternatif bahan baku kertas yakni dari Alga Merah (Gelidium amansii). Dalam prosesnya pun nyaris tidak bersentuhan dengan bahan kimia, hanya diperlukan bahan kimia netral seperti kaporit serta sewaktu proses pemutihan dengan menggunakan klorin.

Ketersediaan bahan baku (Alga Merah) juga relatif aman. Dibutuhkan tahunan bahkan puluhan tahun untuk menumbuhkan pohon, sedangkan Alga Merah hanya perlu waktu dalam hitungan bulan. Dan dapat dibudidayakan dengan mudah yakni pada perairan laut yang tenang. Indonesia memiliki banyak kawasan ini.
Jika telah ditemukan adanya bahan baku alternatif yang lebih ramah lingkungan maka langkah selanjutnya adalah mewujudkannya. Bahwa industri kertas harus beralih dari kayu ke alga merah ini sebagai bahan bakunya. Dan menuju hal ini diperlukan langkah konkret dan kepedulian dari berbagai pihak.

Peran para pihak
Peran pihak menjadi penting, setidaknya dalam pengamatan saya ini, pihak-pihak yang harus berperan serius antara lain : Pertama, jelas Pemerintah. Selaku pengambil kebijakan maka pemerintah harus berani mengambil sikap bahwa produksi kertas harus beralih dari kayu ke alga merah. Serta mengambil langkah guna mensupport produksi serta pengembangan riset Alga Merah ini.

Kedua, produsen kertas harus dengan sadar dan mau berpindah menggunakan Alga merah sebagai bahan baku. Ketiga, masyarakat pantai (nelayan) dapat mengembangkan budidaya Alga Merah ini, sebab ini jelas akan menjadikan peningkatan ekonomi. Keempat, perguruan tinggi dapat mengambil peran dalam pengembangan penelitian lebih mendalam.

Dan kelima, adalah MUI (Majelis Ulama Indonesia), sebagai institusi yang mengeluarkan “stempel” halal bagi sebuah produk maka MUI harus berani mengeluarkan “stempel” haram bagi produksi kertas yang berbahan baku dari kayu sebab merusak lingkungan hidup. Bahkan jika perlu semua produk yang dalam prosesnya merusak lingkungan, menindas buruh tidak diberikan label halal tersebut. Kira-kira bagaimana ya jika demikian?


Sunday, May 29, 2011

Khasiat Jahe

Siapapun pasti kenal dengan rempah-rempah yang satu ini. Jahe (Zingiber officinale) demikian orang menyebutnya. Tanaman yang tumbuh subur di ketinggian 0 hingga 1500 meter di atas permukaan laut dengan kebutuhan curah hujan rata-rata 2500 mm/tahun. Akan tumbuh optimal pada kelembaban 8o% serta pada pH rata-rata 5,5.

Secara morfologis (penampakan), Jahe memiliki batang semu dengan tinggi bisa mencapai 1 meter. Berakar rimpang berwarna kuning kemerahan dengan bau menyengat. Daun menyirip. Tangkai daun berbulu halus. Bunga berwarna hijau kekuningan.

Banyak orang sudah mahfum akan manfaat dan khasiat Jahe. Diantaranya sebagai obat anti masuk angin, obat cacing, obat migrain dan obat reumatik serta sebagai penambah kekebalan (daya tahan) tubuh. Ada satu lagi khasiat Jahe yang disukai oleh para perempuan dan disenangi oleh para kaum adam yakni jahe dapat membuat payudara menjadi lebih montok dan berisi.

Menurut ramuan Jawa Kuno bahwa dengan mengkonsumsi Jahe segar (kulitnya dikupas) sebanyak 2 ruas yang dimasukkan ke dalam susu murni yang panas diyakini dapat membuat payudara menjadi tambah montok dan berisi.
Ada yang mau mencoba??